
Tanpa rencana sebelumnya, istri saya mencoba merayu saya untuk mudik tahun ini. Setelah berkali-kali melamun diteras selepas tarawih. Saya putuskan untuk meng-iya-kan permintaan istri saya untuk mudik ke kampung halaman. Bukan tanpa alasan, posisi saya yang sebentar lagi diangkat menjadi CPNS membuat saya berpikir, mungkin untuk tahun depan dan tahun-tahun berikutnya, saya tak akan sefleksibel biasanya untuk menentukan kapan harus mudik, dan seterusnya. Toh, 3 tahun telah berlalu sejak pertama kali saya berlebaran di kampung halaman istri.
Awalnya ia mengajak mudik di hari sabtu, H-2 idul fitri. Bermodalkan info mudik dari berbagai platform, sepertinya saya harus menarik mundur waktu mudik. Akhirnya, hari Selasa saya iyakan untuk mudik, dan saya putuskan hari Kamis kami harus berangkat. Tentu saja untuk menghindari kemacetan arus mudik, dan juga aturan ganjil genap yang diterapkan oleh POLRI.
Kami berangkat jam 2 siang, tak seperti 3 tahun lalu dimana kami berangkat selepas sahur. Pertimbangannya bukan masalah kemacetan, tapi rasa lapar yang menghantui saat perjalanan nanti. Sudah ngantuk, tertimpa lapar, wkwkwk, itu yang terjadi saat mudik 3 tahun lalu. Jika berangkat bakda dzuhur, setidaknya setengah perjalanan kami sudah berbuka. Dan selepas isya, kami bisa kondisikan 3 toddler untuk segera terlelap. Begitu kira-kira.
Meski mendadak, untungnya saya punya orang tua yang tak mengekang, sehingga permohonan izin mendadak ini tetap beliau acc. Berangkatlah kami kamis siang itu dan mulailah kami tap etoll yang kami gunakan di pintu tol sumberjaya, daaan, wadezig! Kami disambut kemacetan yang mengular!
Walaupun telah dilakukan rekayasa lalin dengan one way, tampaknya itu tak cukup untuk mengurai kemacetan yang ada akibat membludaknya volume kendaraan. Namun, sesekali ada saat dimana mobil bisa lancar hingga kecepatan 60-80 km/jam. Juga ada kondisi ketika berhenti total bermenit-menit. Akhirnya, prediksi kami meleset! Jika lancar, seharusnya kami bisa berbuka di daerah Solo. Tetapi kami ternyata harus sudah berbuka di wilayah Tegal. Jadi, Cirebon-Tegal yang biasanya hanya kurang dari 2 jam, saat itu harus kami tempuh dengan waktu 2 kali lipat dari biasanya, wkwkwk.
Untungnya, ku tak pilih menyerah, hehehe. Kami lanjutkan perjalanan, dan volume kendaraan tak separah yang dialami sebelumnya, tegal-Semarang-Solo cukup lancar meskipun volume kendaraan tetap padat. Kami sampai semarang pukul 21.30, tiba di rest area wilayah Ngawi pukul 01.00. Dan karena tak kuat menahan kantuk, saya putuskan untuk istirahat terlebih dahulu untuk sekedar memejamkan mata selama kurleb 30 menit.
Kami lanjutkan perjalanan pukul 02.00 dengan kondisi jalan tol yang sangat lenggang, dan saya mengobrol dengan istri sembari bercanda tentang waktu tempuh mudik saat ini yang luar biasa! Total kami sudah 12 jam perjalanan saat itu, wkwkwk.
Finally, kami tiba di kampung halaman istri pukul 05.00 pagi. Sebelumnya, kami melaksanakan sahur dan sholat shubuh di rest area daerah Surabaya. Perjalanan yang cukup melelahkan yang memakan waktu hingga 16 jam. Dan ini menjadi mudik terlama sepanjang sejarah kami. Namun, yang tetap bisa kami syukuri adalah kondisi 3 toddler yang baru terbangun saat keluar exit toll Pakis, sehingga tak terjadi drama-drama yang melelahkan. Terimakasih anak-anakku.
Membaca berbagai portal berita, angka mudik tahun 2025 mengalami penurunan hingga 50 juta. Ada yang menganalisis, konon ini akibat persoalan ekonomi yang sedang merosot. Bagi kami, ink bukan sekedar isapan jempol belaka, keluarga kami juga sedang merasakan dampak kemerosotan ekonomi. Awalnya, kami pun hampir memutuskan untuk tidak mudik dengan alasan ini, salah satunya. Tapi kami putuskan mudik dengan harapan dan optimisme, semoga saja ekonomi lekas membaik dan menggeliat pasca Idul Fitri. Semoga.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H, Minal aidin wal faizin, taqobbalallahu minna waminkum. Mohon maaf lahir dan batin dari kami sekeluarga.