Oleh : Fawwaz Muhammad Fauzi
Selamat malam sahabat. Selamat Malam Madiun, Kereta yg mengantarkan saya pulang kebetulan sudah sampai Madiun, Kota yang namanya saya kenal dari Buku Sejarah SD/SMP/SMA tentang pemberontakan PKI dulu. Sekarang saya kebetulan berkuliah di Malang, Kota yang satu provinsi dengan Madiun. Karena secara geografis cukup dekat, maka tak heran kalau teman-teman saya di Malang, ada yg berasal dari madiun. Pertama kali melihat mereka, teman-teman madiun saya itu, saya sama sekali tak melihat ada wajah-wajah pelaku atau korban pemberontakan PKI dulu. Mereka tampak baik-baik saja, tetap guyon dengan saya yang secara biologis berdarah Nahdliyyin ini.
Mereka mungkin terlihat baik-baik saja karena memang tidak mengalami masa pemberontakan itu. Itu sudah lama sekali. Katanya, pelaku 1948 juga sudah diadili, rekonsiliasi sudah dilakukan. Berbeda dengan tragedi 1965, yang sampai hari ini, tuntutan korban belum terpenuhi, tindakan diskriminatif terhadap “terduga” PKI juga masih banyak terjadi, pembredelan diskusi pengungkapan tragedi itu juga masih sering saya jumpai. Kata salah seorang yg pernah saya temui, kalo mau ngobrol terkait PKI, harus pintar mem-framming acara, jangan sampai lebay meng-share info diskusinya. Kalo terlalu lebay, tamatlah kau ditangan intel.
Berbicara mengenai kata “Share”, hari ini sudah sangat familiar. Bagi pemakai media sosial Facebook di Android, kata share ada di pojok kanan bawah setiap status. Kalo facebook sahabat-sahabat pembaca berbahasa indonesia, tidak akan ditemui tulisan “Share”, kata “share” diganti dengan kata “Bagikan”. Meskipun berbeda, artinya sama saja. Jangan sampai karena saya lebih sering menggunakan kata “share” dibandingkan kata “bagikan”, sahabat-sahabat share tulisan ini dengan kutipan berikut : “Tulisan ini adalah tulisan antek Amerika, agen CIA, anti-nasionalisme, karena lebih sering menggunakan kata SHARE, daripada kata BAGIKAN.” Lha wong saya ini orang biasa, kok disebut agen, bahkan untuk disebut agen of change ala mahasiswa pun, saya belum pantas.
Sebenarnya begini lho, Saya hanya sedikit ingin bercerita tentang suatu hikayat, suatu waktu, saya melihat status yang berisi tautan yang provokatif. Begini tulisannya, “#&$(_/)&!@:;$(#!_;@))?;;™℅€{}•¶¢[£℅°=¥{¢}¶=√∆∆[]℅©™®£[~{.”. Aduh, saking banyaknya saya lupa, intinya, ada 3 jenis status yang akan ramai di media sosial macam FB di Indonesia, Pertama, status yang meminta Like, share dan Amin, Kedua, status Jonru, cs., Ketiga, status yang mendukung karepe mayoritas, apapun dan bagaimanapun isi kontennya. Entahlah, saya gak paham betul caranya membagikan jenis/kategori, yang pasti, status-status itu biasanya di-share hingga ribuan kali, komentarnya bisa sampai puluhan ribu. Komentarnya pasti macam-macam, ada yang ngomong “BANGSAT, JANCUK, ANJING LU, AGAMA LU APA TAI!”, ada juga yang mencoba menengahi dan moderat, “Udah bro, gak usah diladenin orang GAK PUNYA OTAK kayak dia, otaknya udah ketuker sama BABI dia mah”, ada lagi yang imannya paling lemah, alias adh’aful iman, nama fb nya hanya muncul diatas postingan “Hindun menyukai status Zaidun. Nah, Zaidun lah imam aliran shareiyyah dan komentariyyah, dialah Assabiqunal Awwalun statusnya dengan menuliskan “INDONESIA DALAM CENGKRAMAN SYIAH, KITA SEBAGAI UMAT MUSLIM JANGAN HANYA DIAM!”, Dibawahnya terpampang tautan yg bertuliskan “QURAISY SYIHAB SEBARKAN PAHAM SYIAH DALAM SETIAP CERAMAHNYA”. Dengan bangganya, zaidun meng-share statusnya, dengan harapan, banyak orang yang mengikutinya, masuk ke dalam surga versi si Zaidun. Padahal, si Zaidun hanya mendapat berita itu dari website alamak.xyz, waduh! Situs opo iku? Belum lagi, ternyata si Zaidun ini gak pernah mesantren. Pernah sih, katanya dia belajar ilmu agama di Rohis, sebutan Ekskul keagamaan di SMA-SMA.
Alhamdulillah nih, setiap status si zaidun sekarang sudah ribuan yang share, dan puluhan juta yang komentar. Sehingga, dia mendapat gelar “Imam Asshareiyyah Wal Komentariyyah” Pemimpin alirah Shareiyyah Komentariyyah. Selain si Zaidun, masih banyak imam-imam lain dari aliran ini, jumlahnya ribuan.
Ada lagi cerita Imam aliran Shareiyyah dan Komentariyah selain zaidun, kiprahnya juga cukup luar biasa dibanding Zaidun. Penasaran? Siapa dia? Bagaimana kiprahnya? (JANGAN) DITUNGGU KELANJUTANNYA! Karena kelanjutannya adalah realitas praktek bermedia dan besosial kita, termasuk saya.
Wallahua’lam.
Kereta Malam, 18/10/2016
23.11 WIB