Politik. Ketika kata politik terdengar di khalayak umum, persepsi yang akan hadir dalam benak mereka adalah KORUPSI, KEJAHATAN, MONOPOLI KEKUASAAN dan pandangan miring lainnya. Sejatinya politik bukanlah suatu perilaku atau manifestasi dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan penguasa saja. Secara etimologi, politik berasal dari Bahasa yunani (politika/polis) yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga Negara (wikipedia). Politik akan sangat akrab dengan istilah kekuasaan, kebijakan, dan konsolidasi. Apabila diartikan secara kontekstual, politik adalah
segala upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain, politik adalah siasat yang dilakukan oleh seseorang/kelompok untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya.
Sains berasal dari Bahasa latin “Scientia” yang berarti pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably Joint” (Agus. S. 2003: 11). Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Diskriminasi Relasi Politik dan Sains : Sebuah Refleksi
Dalam pandangan masyarakat secara umum, politik dan sains tidak dapat dihubungkan satu sama lain. Penghubungan dari kedua hal tersebut dianggap suatu kesalahan. Sains adalah sains. Politik adalah politik. Hal ini disebabkan karena hegemoni bahwa orang yang mempelajari sains adalah orang yang cupu, kuper, tidak gaul dan atau konotasi negative lainnya. Sedangkan orang yang mempelajari ilmu politik cenderung melakukan kecurangan-kecurangan, kejahatan-kejahatan, gratifikasi, pencucian uang, korupsi, dan anggapan miring sejenisnya. Apa yang terjadi ketika kedua istilah ini selalu dinilai dengan konstruk pemikiran diskriminatif.
Dalam talkshow Indonesia Superpower yang diselenggarakan BEM FMIPA UI,Dr. Ir. Anhar Riza (Peneliti BATAN) menyebutkan bahwa tanpa sains, Negara tidak akan maju. Dengan supporting perkembangan sains yang pesat, suatu Negara akan menjadi superpower. Sebutlah Negara yang eksistensinya baru muncul pada decade ini, seperti India, China dan Iran. Mereka adalah Negara yang maju karena dampak perkembangan sains dan teknologi yang besat di Negara tersebut. Dr. Anhar Riza melanjutkan, bahwa untuk mengembangkan sains dan teknologi, harus ada upaya berkolaborasi dengan bidang lain. Dari statement tersebut, bahwa ternyata kontribusi ilmu lain (seperti manajemen ekonomi, sosiologi, politik, budaya, dlsb) terhadap sains sangat penting untuk mencapai suatu progresivitas sains dan teknologi yang pesat, cepat, dan tepat. Termasuk didalamnya adalah kontribusi ilmu politik.
Jika kita menelisik lebih dalam, kenapa Negara seperti jepang setelah era kemundurannya pasca PD II dapat dengan cepat bangkit dan kembali menjadi Negara yang berpengaruh dalam perkembangan dunia? Menurut hemat penulis, mereka menyadari bahwa suatu Negara akan maju apabila perkembangan sains dan teknologinya baik. Sehingga jepang melakukan konsolidasi politik dalam upayanya mengembangkan sains dan teknologi sekaligus orientasi dan implikasi perkembangan iptek tersebut terhadap kemajuan Negara. Dengan menguatkan wacana pengembangan sains dan teknologi secara massif. Bukankah langkah yang dilakukan jepang terhadap perkembangan sains dan teknologi dinegaranya merupakan langkah politis dalam membangun kembali kejayaan mereka? Seperti yang telah dijelaskan, politik sendiri adalah suatu upaya yang dilakukan untuk meraih kekuasaan baik secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Sehingga pemahaman politik sangat penting dikuasai oleh saintis di Indonesia.
Hatauturk (1985) menyatakan bahwa setidaknya ada beberapa tugas ilmu politik, yaitu Menetukan prinsip-prinsip yang dijadikan patokan dan yang diindahkan dalam menjalankan pemerintahan; Mempelajari tingkah-laku pemerintahan sehingga dapat mengemukakan mana yang baik, mana yang salah, dan menganjurkan perbaikan-perbaikan secara tegas dan terang; Mempelajari tingkah-laku politik warga negara itu, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok; Mengamat-amati dan menelaah rencana-rencana sosial, kemakmuran, kerjasama internasional, dan sebagainya. Apakah dalam prakteknya kita sebagai saintis muda tidak ingin melakukan konsolidasi politik terhadap perkembangan iptek di Indonesia? Padahal kita sudah sangat mengetahui bahwa Negara yang berkuasa adalah Negara dengan kemajuan sains dan terknologi terbaik. Hal ini harus menjadi refleksi bersama dalam perjalanan kita sebagai mahasiswa sains untuk kemudian memahami politik dalam arti yang sesungguhnya.
Indonesia : Ironi Negeri Potensial Sains Teknologi
Fakta dunia menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara dengan potensi Biodiversitas nomor 2 setelah Brazil dan No. 1 untuk potensi kelautannya. Namun, potensi tersebut hanya sebatas hal yang bisa dibanggakan dan diceritakan oleh guru-guru, dosen-dosen terhadap peserta didiknya tanpa adanya suatu orientasi yang jelas terkait langkah dalam mengembangkan dan memberdayakan potensinya. Padahal untuk mengembangkannya, diperlukan suatu roadmap dan planning yang jelas dalam pengembangannya sehingga dalam penelitian yang dilakukan mahasiswa, dosen atau peneliti lainnya tidak hanya berhenti pada lemari-lemari perpustakaan saja setelah menyelesaikan studinya, melainkan harus diorientasikan terhadap perkembangan sains dan teknologi terapan yang berlandaskan pengembangan potensi Sumber Daya Alam Indonesiayang konsisten dan kontinyu.
Sebenarnya, secara konsep, hal tersebut dapat terlaksana. Namun dalam tahap teknis pelaksanaan, sering sekali mengalami jalan terjal. Apabila diamati secara mendalam, kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkesan mengesampingkan pengembangan sains dan teknologi menyebabkan kontribusi saintis di Indonesia sangat ironis. Akhirnya, para saintis Indonesia lebih memilih mengembangkan keilmuan sains dan teknologinya di luar negeri ketimbang dalam negeri. Fakta ini sangat memukul jiwa kita sebagai bangsa Indonesia.
Pemerintah Indonesia yang tidak begitu pro-aktif mengenai perhatiannya terhadap pengembangan sains dan teknologi tidak dapat kita salahkan begitu saja. Sebuah kewajaran ketika seorang masinis tidak becus menjadi pilot. Begitu pula saintis di Indonesia, sedikitnya ilmuwan yang terlibat langsung dalam dinamika perpolitikanlah yang menyebabkan hal ini terjadi. Seharusnya, para saintis juga berkontribusi lebih dalam sistem pemerintahan, sehingga para ilmuwan dengan mudah dapat mengkonsolidasikan secara politik untuk pengembangan sains dan teknologi di Indonesia. Amati saja di kursi parlemen, berapa ilmuwan atau pejabat dengan gelar akademik Sains atau Teknik dalam Kursi DPR. Dari total 560 anggota DPR, hanya 20-30 orang dengan latar belakang profesi sains dan teknologi. Selebihnya, kursi DPR didominasi oleh pejabat dengan latar belakang profesi social, budaya, ekonomi, manajemen, agama, dan politik yang notabene tidak akan begitu paham terhadap pentingnya perkembangan sains dan teknologi dimana hal tersebut menyebabkan potensi Sumber Daya Alam yang seharusnya menjadi garapan saintis di Indonesia, malah di monopoli oleh asing. Dengan angka seperti itu, sangat sulit bagi Saintis di Indonesia untuk merumuskan suatu roadmap untuk mengembangkan potensi-potensi sains dan teknologi dan kemudian merealisasikannya. Komposisi kursi parlemen harus merata dari berbagai disiplin keilmuan sehingga dapat bersama-sama membangun Negara yang kita cintai ini.
Hal ini harus menjadi perhatian kita sebagai mahasiswa sains dan teknologi, selain mengembangkan keilmuan berdasarkan keprofesiannya, ilmu politik serta ilmu social lainnya tidak tabu untuk kemudian dipelajari oleh mahasiswa sains dan teknologi karena pada dasarnya, hubungan sains dan politik dapat menjadi sangat erat untuk kemudian dapat dikolaborasikan sesama fungsinya dalam konsolidasi politik pengembangan sains dan teknologi, bukan akhirnya terdikotomi oleh isu-isu yang menyudutkan kedua disiplin ilmu tersebut. Dengan memahami Politik dan Sains (Understanding about Science-Politic), kita dapat bersama-sama membangun Indonesia di masa mendatang dengan memanfaatkan potensi-potensi sains yang ada di Indonesia sehingga kedepannya Indonesia dapat menjadi Negara yang disegani dalam pergaulan Internasional.