Hal yang pertama dibahas adalah mengenai huruf ب dari lafadz بسْمِ.
Pembahasan yang pertama ini terbagi menjadi 3 bahasan, yaitu :
1. Harakatnya ب
2. Ma’nanya ب
3. Muta’allaqnya (ketergantungannya) ب
1. Harakat ب
ب merupakan bagian dari harf, ب diharakati karena ب sendiri terdapat diawal kalam لانـَّهُ وَقَعَ فِى ابْتِدَاءِ الكَلاَمِ . Asal dari ب sendiri adalah berupa huruf, asal hukum dari huruf adalah mabni, sedangkan asal dari mabni adalah sukun. Hal ini selaras dengan opini Syekh Ibnu Malik dalam Kitab Alfiyyahnya :
Setiap huruf adalah mabni, sedangkan asal dari mabni adalah sukun
Namun ب disni diharakati, dan harakatnya berupa kasroh. Mengapa hal tersebut terjadi? sesuai alasan diatas bahwa ب ini terdapat di awal kalam. Apabila kita tidak memberinya harakat, maka bagaimana kita membacanya?
Kemudian mengapa diharakati kasroh? Karena mencocokkan dengan amalnya, مُنَاسَبَة لِعَمَلِهِ. Seperti kita ketahui bahwa ب ini merupakan huruf jer yang berguna untuk menjerkan isim yang menjadi majrur-nya. Maka agar sesuai dengan amalnya, digunakanlah harakat kasroh untuk mengharakati huruf ب
Selain opini diatas, qowaid lain mengatakan bahwa ketika ada huruf sukun, apabila huruf tersebut hendak diharakati, maka harus diharakati dengan harakat kasroh, لأنَّ حَرْفَ السَّاكِنِ إذا تُحُرِّكَ حُرِّكَ بالكَسْرِ
Namun, qowaid-qowaid diatas yang berkaitan dengan harakat kasroh tidak selalu muttorid (sesuai) dengan fakta yang ada. Tapi ini adalah termasuk qowaid ghoer muttorid (tidak sesuai) dengan fakta yang ada, dalam artian terkadang berlaku terkadang tidak berlaku.
2. Ma’na ب
Dalam kitab Alfiyyah ibnu Malik, Ma’na – ada 10, yaitu :
a). Ma’na Badaliyyah (Pengganti). Contoh : مَا يَسُرُّنِيْ بهَا حُمْرُ النـَّعَم. Taqdirnya : بَدَلهَا
Artinya : Hewan ternak yang merah (baik kondisinya)pun tidak akan membahagiakan kami sebagai pengganti kebahagiaan akhirat.
Syekh Ibnu Malik dalam Kitabnya :
Intiha (mengakhiri) adalah ma’na untuk hattaa, lam, dan ilaa, dan dapat difahami bahwa huruf min dan ba mempunyai ma’na Badaliyah (Pengganti).
b). Ma’na Sababiyyah (Sebab). Contoh :
— فبظـُلمٍ مِنَ الـَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنا عَليْهِمْ طيِّبَاتٍ. –النساء : 160 Taqdirnya, فبـِسَبَبِ ظـُلمٍ.
Artinya : Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik
c). Ma’na Dzorfiyyah (Wadah). Contoh :
— وَإنـَّكُمْ لتـَمُرُّوْنَ عَليْهِمْ مُصْبـِحِيْنَ وَباللـَّيْلِ. — الصفاتٍ : 137-138 . Taqdirnya, فِي اللـَّيْلِ
Artinya : . dan Sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi, dan di waktu malam
Syekh Ibnu Malik bernadzom :
Zaidah dan Dzorfiyah termasuk dari ma’na بَ , dan terkadang بَ menjelaskan ma’na sababiyyah.
d). Mana Isti’anah (Meminta tolong). Ciri-ciri ma’na istianah adalah بَ yang selalu masuk pada alat dari sebuah pekejaan. Contoh : كَتبْتُ بالقـَلمِ . Artinya : Saya menulis dengan menggunakan Pulpen
e). Ma’na Ta’diyyah (Menghadirkan Objek). Cirinya adalah بَ selalu masuk pada fiil lazim ( fiil yang tidak membutuhkan maf’ul bih/objek). Contoh :
— ذهَبَ اللهُ بنـُوْرِهِمْ — البفرة : 17 . Artinya : Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka.
f). Ma’na Ta’wid (Menggantikan). Contoh : إشْتـَرَيْتُ الفرَسَ بألفِ دِرْهَمٍ . Artinya : Saya membeli kuda (digantikan) dengan 1000 dirham.
g). Ma’na Ilsoq (Menempel). Ilsoq terbagi menjadi 2 :
– Ilsoq Haqiqi : إلصَاقُ مَا قبْلَ البَاءِ بمَا بَعْدَهَا . Artinya, menempelkannya sesuatu sebelum بَ kepada setelahnya. Contoh : قطـَعْتُ بالسِّكِيْنِ . Artinya, Saya memotong dengan Pisau
– Ilsoq Majazi : إلصَاقُ مَا قبْلَ البَاءِ بمُجَاوِرِ مَا بَعْدَهَا . Artinya, menempelkannya sesuatu sebelum بَ dengan melewati sesuatu yang ada setelahnya. Contoh : مَرَرْتُ بزَيْدٍ. Artinya, Saya melewati Zaid.
h). Ma’na مَعَ. Contoh : بعْتـُكَ الثـَّوْبَ بطِرَازِهِ. Taqdirnya, مَعَ طِرَازِهِ
Artinya, Saya menjual kepada anda baju beserta kancingnya
i). Ma’na مِنْ. Contoh : Dalam Syiiran,
j). Ma’na عَنْ. Contoh : ( سَأَلَ سَائِلٌ بعَذابٍ. (المعارج : 1. Taqdirnya, عَنْ عَذابٍ.
Artinya, Seseorang telah meminta jauh dari azab yang tejadi
2. Muta’allaq ب
Imam Ibnu Malik dalam Kitabnya :
Dhorof dan Huruf jer harus bermutaallaq terhadap fiil atau sesuatu yang dapat beramal seperti fill
Dalam pembahasan ini, بَ dapat dimutaallaq-kan terhadap 7 bentuk kalimat/jumlah :
1. Terhadap Fiil, taqdirnya
أبتدء بسم الله الرحمن الرحيم
Fiil sah dijadikan mutaallaq ب karena ada suatu qowaid yang menyatakan, ألاصْلُ فى العمَل اَنْ يَكُوْنَ فِعْلاً , artinya, Asal dari amal merupakan fiil
2. Terhadap Masdar, taqdirnya
إبتدائي حاصل بسم الله الرحمن الرحيم
Masdar sah dijadikan mutaallaqnya ب disebabkan 2 faktor :
– Sebuah qowaid menyatakan, الأصْل فِى الكلامِ انْ يَكُونَ اِسْمًا artinya asal dari kalam merupakan isim
– Masdar sendiri dapat beramal seperti halnya fiil. Contoh : عجبت شربا زيد العسل. artinya : saya kagum zaid meminum madu
lafadz زيد العسل merupakan ma’mul (fail dan maf’ul bih) dar lafadz شربا, bukan عجبت, karena ma’mul dari عجبت adalah dhomir mutakallim dan lafadz شربا.
Syekh Ibnu Malik berkata :
Masdar dapat beramal seperti fiil, baik masdar itu diidofahkan, tidak diidhofahkan, maupun dimasuki alif lam
3. Terhadap Isim Fail, taqdirnya,
أنا مبتدء بسم الله الرحمن الرحيم
Isim Fail sah dijadikan mutallaqnya ب karena isim fail juga dapat beramal seperti halnya fiil.
Dalam Alfiyyah dijelaskan :
كَفِعْلِهِ اسْمُ فَاعِلٍ فِى العَمَلِ * اِنْ كَانَ عَنْ مُضِيِّهِ بِمَعْزِلِ
Isim fail dapat beramal seperti halnya fiil, ————-
4. Terhadap Jumlah ismiyyah, taqdirnya
أنا مبتدء بسم الله الرحمن الرحيم
Jumlah ismiyyah sah dijadikan mutaallaqnya بَ karena jumlah ismiyyah mempunyai kekuatan amal yang setara dengan mustaq (contoh : fiil madhi, isim fail, isim maf’ul, dll).
Dalam Nadzom Alfiyyah diterangkan :
Jumlah ismiyyah menunjukkan ma’na tetap dan langgeng, namun dia dapat beramal sepeti fiil dan mustaq lainnya.
5. Terhadap Haal yang berasal dari failnya fiil, taqdirnya,
أبتدء مستعينا ومتباركا بسم الله الرحمن الرحيم
6. Terhadap Haal yang berasal dari failnya masdar, taqdirnya,
إبتدائي حاصل مستعينا ومتباركا بسم الله الرحمن الرحيم
7. Terhadap Haal yang berasal dari failnya Isim Fail, taqdirnya,
أنا مبتدء مستعينا ومتباركا بسم الله الرحمن الرحيم
Kemudian dalam pentaqdiran kalimatnya, terbagi kepada 2 kalimat :
1. خاص, yang digunakan untuk pengarang sebuah kitab, dengan mentaqdirkan kalimat أألف.
Contoh :
أألف بسم الله الرحمن الرحيم
2. عام, yang digunakan untuk para pelajar kitab, dengan mentaqdirkan kalimat أبتدء.
Contoh :
أبتدء بسم الله الرحمن الرحيم
Jika dipilih antara kedua kalimat tersebut, yang lebih diutamakan adalah خاص, karena sebuah illat رعَايَةً للمَقامِ, artinya menjaga maqom.
14 belas model yang ada (7 bentuk mutaallaq x 2 bentuk pentaqdiran) ini, dalam penempatan taqdir mutaallaqnya bisa 2 cara, yaitu :
1. مقدم (didahulukan). Contoh : أبتدء بسم الله الرحمن الرحيم
2. مؤخر (diakhirkan). Contoh : بسم الله الرحمن الرحيم أبتدء
Jadi semuanya ada 28. Apabila dipilih antara kedua cara penempatan taqdir muta’allaq tersebut, yang lebih diutamakan adalah مؤخر, karena sebuah qowaid menjelaskan
لان تقديم المعمول على العامل يفيد الحصر والاهتمام
Karena mendahulukan ma’mul dari amilnya menunjukkan kepada kesan singkat dan jelas.
(Disini, ba merupakan ma’mul, dan muta’allaq merupakan amilnya).
Demikian penjelasan mengenai ب dari lafadz بسْمِ, selanjutnya adalah penjelasan mengenai Idofatnya lafadz اسْمِ terhadap lafadz الله. Tunggu artikel selanjutnya….