Setahun lagi, usiamu akan menginjak kepala tiga. Tentu saja aku lebih dulu melaluinya. Kini usiaku sudah 31 tahun. Setelah aku mempersuntingmu 6 tahun lalu, sepanjang hidup, kita akan selalu bergandengan tangan, berbagi cerita, berjuang bersama dalam mengarungi fase-fase kehidupan.

Tulisan ini bukan sesuatu yang istimewa, dan entah apakah tahun depan aku akan menulis catatan seperti ini atau tidak, tapi aku hanya ingin mengucapkan 2 hal kepadamu seperti pada sambutan-sambutan para pejabat. Satu, terimakasih, ya, terimakasih untuk seluruh waktu dan perhatianmu selama ini, kepadaku, anak-anak, mamah, bapa dan semuanya. Aku tau itu semua bukan hal yang mudah, terlebih, kamu kubawa ke tempat yang jauh dari tempat asalmu di timur sana. Namun ketegaran dan keteguhanmu akan cinta, menguatkan langkahmu untuk tetap berada disampingku.

Tentu saja semuanya tak semulus yang orang kira. Pastinya kita punya banyak perbedaan, punya segudang penyikapan yang berbeda atas suatu persoalan. Tak jarang juga kita saling kesal. Namun, aku selalu ingat nasihat sesaat setelah ijab qobul itu. Pernikahan itu harus rebutan mengalah, mengalah dari ego, mengalah dari rasa selalu benar, mengalah untuk lebih dulu meminta maaf.

Maka menyambung pada hal kedua yang ingin aku sampaikan, yaitu Maaf. Aku meminta maaf, hingga saat ini belum dapat menjadi suami yang bisa membahagiakanmu sepenuhnya. Terkadang aku tak cukup sabar, selalu tak bisa romantis dan terlalu cuek, mungkin saja aku tak bersikap adil, dan tentunya aku belum menjadi sosok yang dapat menjadi imam dan panutan dalam arti sesungguhnya. Ambisiku, keinginanku, dan keyakinanku akan suatu hal mungkin saja memaksamu untuk berusaha memaklumi semuanya. Meski itu berat bagimu, kau jalani dengan sekuat-kuatnya hati. Akupun terkadang merasa tak sampai hati, di matamu aku lihat beban yang cukup berat. Tapi inilah kenyataan pahitnya, hidup adalah perjuangan. Maka setiap derap langkah kita, harus dikuatkan dengan tekad perjuangan.

29 tahun usiamu, 6 tahun pernikahan kita, alhamdulilah semua kita lalui bersama. Meski terkadang ada angin kencang yang tidak memihak kita, tapi yakinlah, Allah akan tiupkan semilirnya angin sederhana yang menyejukkan kita, mendamaikan perasaan kita, menenangkan hati kita, menapaki jalan-jalan kehidupan yang menguras keringat. Hal yang perlu kita berdua ingat adalah, jangan lupa untuk kita bersama-sama menarik nafas dan menghelanya secara perlahan. Memberi waktu pada hati kita untuk saling berbicara disela semua pergulatan kehidupan yang tentu saja melelahkan.


Bagiku, bertambahnya usia adalah berkurangnya jatah kehidupan kita di dunia. Demi untuk hidup lebih lama, bersamamu, bersama anak-anak kita, aku telah lakukan beberapa langkah dalam hidup untuk menuju kesana. Semoga kedepan kita ditakdirkan untuk mendampingi anak kita terus tumbuh besar, menikah, lalu kita berdua menimang cucu kita, lalu tumbuh besar, membuka lembaran kehidupannya sendiri, hingga saat itu, semoga kita masih diberi kesempatan oleh Sang Maha Berkehendak.

Ini bukan rayuan gombal, kamu tau sendiri aku bukan orang yang romantis. Aku yakin seyakin yakinnya bahwa kamulah pelabuhan terakhir, aku ingin melukiskan sejarah kehidupan bersamamu dan keluarga kecil kita, dan aku ingin menutup mata untuk terakhir kalinya dipelukanmu. Maka tentu saja, kamu adalah cinta sejatiku.

Selamat ulang tahun yang ke-29 istriku. Semoga yang disemogakan akan tersemogakan, doa-doa terbaik untukmu dan keluarga kita. Allah Maha Mendengar, Maha Pemberi. Ya Allah, berilah rahmatmu kepada keluarga kami, lindungilah keluarga kami, berilah kami umur yang panjang, kesehatan, keluasan rizki, kesuksesan, dan hiasilah kehidupan kami dengan kebaikan yang tak terhingga. Amin.