Saya cukup menyukai desain grafis. Sejak duduk di bangku SMA di Pesantren dahulu, saya mulai mendalami keterampilan ini. Dengan posisi saya sebagai sekretaris OSIS, saya diberi privilage untuk mengakses komputer inventaris OSIS saat itu. Dan untuk mendukung kegiatan-kegiatannya, saya tertuntut untuk belajar desain grafis.

Saya agak-agak lupa, buku yang dulu saya beli kira-kira berjudul “Tutorial CorelDraw” atau “Mahir CorelDraw, saya lupa persis judulnya, tapi seingat saya, saya membelinya di gramedia saat libur pondok dan (sepertinya) diterbitkan oleh Penerbit Andi. Jangan dibayangkan belajar dulu seperti sekarang yang beli kelas online, hehe. Disitulah saya mulai belajar mendesain, garis demi garis, membuat logo indosiar, sctv, dan logo-logo lainnya. Tentu ada sosok yang menginfluence saya waktu itu, sekretaris OSIS sebelum saya, Kang Agung Arabian, semoga beliau sehat selalu.

Singkatnya, hingga tahun lalu, saya konsisten menggunakan CorelDraw sebagai software desain grafis saya. Tentu saja saya pake yang krek krek an, sobat misqueen begini mana mampu berlangganan, tho. Yang penting perdesainan beres. Saya cukup diandalkan dalam desain grafis banner, pamflet, poster hingga untuk postingan IG organisasi-organisasi yang saya ikuti. Disamping itu, dibidang jualan daring, saya juga mulai mencoba mendesain berbagai macam motif hijab, sempat juga desain saya dicetak dan cukup ramai saat itu dibeli khalayak marketplace.

Dibalik keasyikan saya berdesain grafis, saya seringkali merasa punya ganjalan saat mencoba menggunakan aset-aset grafis yang tersedia di platform macam freepik waakhwatuha. Seringkali asetnya tidak berformat .cdr, melainkan .eps dan .ai. Bisa sih dibuka di CorelDraw, hanya ya karena beda ekstensi, seringkali tidak nyaman untuk digunakan. Saya mulai berpikir untuk berpindah ke lain hati, apa saya harus berpindah menjadi pemuja produk adobe? Adakah waktu untuk mempelajarinya? Bisakah saya beradaptasi dengan Adobe Illustrator?

Akhirnya, saya menemukan momentum saat mudik ke Malang. Yasudah, saya membeli paket pelatihan Adobe Illustrator di salah satu platform, saya pelajari 1 demi 1 video yang tersedia sembari saya praktekkan guna mengisi waktu luang di kampung halaman istri. Overall, wajah saya cukup sumringah melihat fitur yang ditawarkan adobe illustrator, saya coba pula hijrah dari kaum krek krek an ke kaum berbayar, tentu dengan strategi langganan student agar lebih murah. Rasanya menyenangkan saat saya tahu semua fitur terbuka dan tersedia update sofware guna optimasi dan pengembangannya yang bisa langsung di rasakan.

Kesibukan saya sebagai dosen pada akhirnya mendistraksi proses saya dalam beradaptasi terhadap platform adobe. Saat beberapa hari yang lalu saya mencoba mendesain kembali dengan adobe illustrator, lha kok fitur yang sudah saya pelajari sebelumnya banyak yang lupa, wkwkwk. Saya cukup kesal karena harus membuka lagi video tutorial yang saya beli itu guna “beradaptasi kembali”. Disini saya kembali menyadari, bahwa adaptasi memang bukan hal yang mudah. Untuk kita benar-benar bisa dianggap telah beradaptasi, perlu pembiasaan dan pengulangan, atau dalam bahasa pesantren, perlu mudzakarah, murojaah dan tadarus secara konsisten.

Tentu saja saya tidak akan menyerah, saya akan melanjutkan proses adaptasi ini secara perlahan. Termasuk bagaimana saya menggunakan platform desain baru nan praktis berbasis android macam Canva, hingga aplikasi menggambar iPad seperti ProCreate. Saya juga mulai tertarik dengan videografi dan editing sederhana.

Disamping desain grafis ini merupakan salah satu yang saya sukai, saya harus mengamini satu nilai dalam hidup, yaitu bahwa pekerjaan manusia atau makhluk hidup lainnya yang paling wajib untuk terus dilakukan adalah pekerjaan beradaptasi. Karena satu hal yang paling konsisten dan niscaya terjadi dalam kehidupan ini adalah perubahan. Dan tidak ada pilihan lain bagi kita sebagai manusia selain keharusan untuk beradaptasi akan perubahan-perubahan itu.

Seperti halnya dalam konsep kesetimbangan kimia, kondisi reaksi yang merupakan faktor eksternal yang dinamis pastinya akan memaksa suatu reaksi kimia untuk meresponnya dengan cermat (dan bersahaja). Maka dalam suatu reaksi kesetimbangan, saat ada variabel eksternal mempengaruhinya (suhu dan tekanan), kesetimbangan reaksi bisa jadi bergeser kembali ke reaktan, atau ke produk, membentuk kesetimbangan baru, yang mungkin menguntungkan, mungkin pula merugikan. Yabegitulah sunnatullahnya kali ya, dalam merespon perubahan, manusia bahkan alam akan selalu menemukan cara untuk beradaptasi  dan mencapai kesetimbangan baru, meski tak selalu mudah.