“Kang, kuliah dimana?”, tanya kang Sodikin.
“Di UNPAD kang”, jawabku
“Jurusan apa kang?”
“Kimia kang.”
“Wah, bisa bikin bom dong.”, ujarnya sembari tertawa.
Deg! Statemen akang Sodikin itu memang bikin jantung saya hampir meledak layaknya TNT. Ah, sebenernya gak segitunya juga sih. Cuma akhirnya saya pengen ngelus dada sendiri, yang sebetulnya ya tinggal di elus aja, asalkan bukan dada orang lain. Jatuhnya nanti kena UU PKS. Eh, kan belum jadi UU ya.
Sebetulnya cuma gak enak aja. Masa saya ngelus dada di depan kang Sodikin. Kan sungkan. Jadi ya udahlah. Saya ikut ketawa aja. Tapi pendek, Ha ha.
Jadi, kang Sodikin ini bukan nama asli. Ini nama samaran. Tapi bukan untuk melindungi identitas pelaku dari serangan buzzer juga ya. Tapi memang saya udah gak inget siapa aja kang Sodikin ini. Biar gak bingung, maksud SODIKIN ini berarti teman. Kalo menurut ilmu nahwu, sodikin ini bentuk jama’ mudzakkar salim, yang alamat rofa’nya pake wawu, sedangkan nashob dan jer-nya pake ya. Jadi artinya teman-teman. Gitu. Bait alfiyahnya
وارفع بواو وبيا اجرر وانصب # سالم جمع عامر ومذنب
Maksud saya, SODIKIN ini menunjukkan banyaknya teman saya yang nanya pertanyaan sejenis dengan pernyataan stigma sejenis juga. Dialog itu bukan hanya terjadi sekali dua kali, tapi berkali-kali, mungkin sepanjang hidup saya, ada lah sepuluh kali lebih.
Sebetulnya pernyataan kang Sodikin ini gak masalah-masalah amat sih. Cuma agak gemes aja gitu. Sejak saya berkuliah S1 di UIN Malang sampe selesai S2 di UNPAD bulan Juli lalu, saya belum pernah dapet mata kuliah kimia tentang per-BOM-an. Kalo perlu saya jelaskan maudlu’-nya nih, pas saya kuliah dulu, Matakuliah di kimia itu terbagi ke dalam 5 sub bidang ilmu, ada kimia organik, kimia anorganik, kimia analitik, kimia fisik, dan biokimia. Dari 5 sub bidang itu juga terus terbagi lagi menjadi sub sub turunannya. Semisal bidang kimia organik yang di Indonesia populer dibagi kembali menjadi 2, yaitu Kimia Organik Bahan Alam (KOBA) dan Kimia Organik Sintesis. Ini juga gak cukup, dimasing-masing sub sub sub bidang itu, masing-masing dosen atau peneliti punya concern atau fokus riset dan keahlian tersendiri. Bisa dibilang, semakin tinggi kita bersekolah di jurusan kimia, ruang lingkup keilmuan kita mengerucut semakin sempit.
Saya kira, itu juga berlaku di berbagai disiplin keilmuan. Seperti contoh lain di dunia pesantren, meski saat di pesantren banyak disiplin keilmuan yang dipelajari dari mulai nahwu, shorof, balaghoh, fiqih, tauhid, tafsir, dan lain-lain. Semakin lama, semakin si santri itu akan berkonsentrasi pada satu atau dua bidang ilmu saja. Hal ini terjadi karena saking luasnya keilmuan yang ada. Bahkan ada satu adagium populer. “Andaikan ilmu Allah itu seluas 7 samudera. Maka ilmu yang dikuasai manusia mungkin hanya satu tetes saja,” atau mungkin saja hanya sebanding dengan 1 molekul H2O saja, atau bahkan 1 atom H nya saja, Wallahu a’lam. Maka ada kata-kata orang bijak begini, “Orang berilmu itu ada 3 tahapan. Yang pertama ia akan sombong, tahap kedua ia akan tawadhu‘. Dan ditahapan selanjutnya, ia akan merasa tidak ada apa-apanya.”.
Kembali ke urusan bom dan kimia tadi. Meskipun saya lulusan S2 kimia, saya sama sekali gak bisa ngerakit bom. Boro-boro bisa bikin bom, jenis-jenis bom aja saya gak tau. Mentok-mentok saya taunya ya bom TNT alias trinitrotoluena. Itupun bukan dari proses belajar saya dibidang ilmu kimia, tapi dari game Crash Team Racing (CTR) PS1 yang sering saya mainkan saat masih SD dulu. Atau jangan-jangan, sebetulnya dosen-dosen saya pernah juga menjelaskan tentang bom-bom kimia, tapi kebetulan saya pas bolos kuliah atau pas tidur di kelas. Oh iya, saya ingat, prinsip kerja bom atom pernah dijelaskan di kelas, saya lupa matakuliah apa, yang pasti bom nuklir adalah hasil reaksi inti atom, baik berupa reaksi fisi maupun reaksi fusi. Seperti bom uranium bernama Little Boy yang diledakkan di Hiroshima, dan bom plutonium (Fat Man) di Nagasaki yang keduanya punya daya ledak luar biasa.
Ya, sebeginilah dhoif-nya saya sebagai lulusan S2 Kimia. Masalah bom kimia saja saya kurang wawasan alias mainnya kurang jauh. Maka saya ucapkan terimakasih kepada Kang Sodikin yang sudah bertanya demikian. Memang sedetik setelah ia berseloroh bahwa yang kuliah kimia bisa ngerakit bom, saya kesal, karena ia hanya memahami kimia sebagai ilmu untuk membuat bom. Tapi detik selanjutnya, saya sadar, dibalik pertanyaan itu, ada instruksi tersirat kepada saya untuk terus belajar dan mengupgrade keilmuan saya di bidang kimia. Tak lain semerta-merta biar saya gak malu-maluin. Masa si Fawwaz yang katanya bergelar M.Si ini urusan bom aja gak ngerti. Ya meski gak bisa merakit sendiri, minimal pahamlah keilmuannya. Jadi, yang katanya bergelar Magister Kimia ini gak malu-maluin.
Dan teruntuk kang Sodikin, saya mau sedikit jelasin kang, kimia ini jangan dikonotasikan pada keilmuan bom-boman. Dikira kimiawan ini karakter bomberman di game nintendo lawas. Seingat saya pas kuliah kimia dasar 1 dulu, dijelaskan bahwa ilmu kimia adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang materi, baik dari segi sifatnya, susunan dan strukturnya, beserta perubahan yang menyertainya. Materi yang dimaksud disini bukan duit atau kekayaan fisik, namun didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Gampangnya, segala yang ada disekeliling kita ini bisa dibilang adalah objek kimia, bahkan tubuh kita sendiri adalah kimia. Lebih gampangnya lagi, kurang lebih 60-70% tubuh manusia ini tersusun dari air, air ini rumus molekulnya H2O, terdiri dari 2 atom hidrogen dan 1 atom oksigen. Belum lagi kimia-kimia lainnya seperti makromolekul penting macam karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat. Deal ya kang?