Muqoddimah : Asal mula Ilmu Nahwu dan Penamaannya


Setelah pada artikel sebelumnya dijelaskan bahwa Wadhi’ dari ilmu nahwu adalah Abu Aswad Addauli dan ilmu tatabahasa arab ini bernama ilmu nahwu, tidak afdhol apabila kita tidak mengetahui latar belakang atau kisah awal mula adanya ilmu nahwu dan authornya tersebut. Agar pemahaman kita dalam mempelajari Stadium general dari ilmu nahwu lebih baik, kita harus mengetahui kisahnya terlebih dahulu. Berikut adalah kisalnya. Selamat membaca….



Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh yang muncul, terbentuk dengan peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana para junior belajar kepada senior, para anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya. Namun ketika islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, terjadinya pernikahan orang Arab dengan orang non Arab, serta terjadi perdagangan dan pendidikan, menjadikan Bahasa Arab bercampur baur dengan bahasa non Arab. Orang yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga keindahan Bahasa Arab menjadi hilang.

Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu pertama yang dibuat untuk menyelamatkan Bahasa Arab dari kerusakan, yang disebut dengan ilmu Nahwu. Selaras dengan apa yang disampaikan pada Mabadi Ilmu Nahwu, orang yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab adalah Abul Aswad Addauli dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Ali Bin Abi Thalib.

Terdapat suatu kisah yang dinukil dari Abul Aswad Ad-Duali, bahwasanya ketika ia sedang berjalan-jalan dengan anak perempuannya pada malam hari, sang anak mendongakkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintang-bintang. Kemudian ia berkata,
مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ
“Apakah yang paling indah di langit?”
Dengan mengkasrah hamzah, yang menunjukkan kalimat tanya. Kemudian sang ayah mengatakan,
نُجُوْمُهَا يَا بُنَيَّةُ
“Wahai anakku, Bintang-bintangnya”
Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan,
اِنَّمَا اَرَدْتُ التَّعَجُّبَ
“Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman”
Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah,
مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ
“Betapa indahnya langit.”
Bukan,
مَا اَحْسَنُ السَّمَاءِ
“Apakah yang paling indah di langit?”
Dengan memfathahkan hamzah…
****
Dikisahkan pula dari Abul Aswad Ad-Duali, ketika ia melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan,
أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ


Dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya..” hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan.
Seharusnya kalimat tersebut adalah,
أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُوْلُهُ
“Sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.”
Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah islam. Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad Adduali,
اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ
“Ikutilah jalan ini”
Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu.
Kemudian Abul Aswad Ad-Duali melaksanakan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang mencukupi.
Kemudian, dari Abul Aswad Ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al Kholil al Farahidi al Bashri ( peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama) , sampai ke Imam Syibawaih dan Imam Kisa’i (pakar ilmu nahwu, dan banyak menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).
Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kufah (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.
Demikianlah sejarah awal terbentuknya ilmu nahwu, di mana kata nahwu ternyata berasal dari ucapan Khalifah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

sumber :  Mas’alah Jurumiyyah Pondok Pesantren Baitulhikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya 46192 Jawa Barat

Kisah Alumni Haur : Dari Asongan ke Manuskrip

Siapa bilang orang pesantren ga bisa sukses…??? dengan membaca artikel ini, semoga orang yang berfikiran negatif tentang Pesantren bertaubat, hehe….

Ini kisah alumni Pesantrenku, Selamat membaca….

—————

Rubrik Persona, Kompas, Minggu, 20 Mei 2012.

Konten dikutip dari: [I:Boekoe].
—————
Oman Fathurahman tidak pernah merancang hidupnya. Namun, sejak remaja dia memelihara cita-cita: suatu ketika bisa jadi mahasiswa. Lewat jalan berliku–termasuk jadi pedagang asongan–Oman melampaui cita-citanya.
”Cita-cita saya bertahap karena harus mengukur diri,” ujar laki-laki asal Kuningan, Jawa Barat, yang menghabiskan masa remaja di lingkungan Pesantren Cipasung, Tasikmalaya.
Oman bukan berasal dari keluarga berada. Ketika diterima di IAIN (sekarang UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung, melalui jalur PMDK, orangtua Oman, KH M Harun dan Sukesih, tidak sanggup membiayainya. Oman kemudian dikirim ke Pesantren Haurkuning, Tasikmalaya, untuk belajar tata bahasa Arab.

Dengan setengah hati, Oman belajar di Haurkuning. Setahun di sana, Oman pamit pada kiai dan kembali ke rumah. ”Saya minta izin lagi ke orangtua untuk kuliah. Tapi tidak diizinkan. Saya malah dimasukkan ke pesantren tauhid di Manonjaya, Tasikmalaya.”

Seminggu di sana, Oman menunjukkan prestasi. Dia juara pidato seasrama dan sepesantren. Dia dielu-elukan, diberi hadiah makan gratis. Namun, Oman justru galau. ”Kalau begini terus saya enggak akan kuliah.”

Akhir 1980-an, Oman kabur ke Jakarta mencari uang. Usianya baru 19 tahun ketika dia merasakan kerasnya hidup di Jakarta. Setiap hari Oman jalan kaki dari rumah sepupunya di Kebayoran Lama–tempat dia menumpang hidup–ke bioskop Djakarta Theater, di sekitar kawasan Sarinah, Jakarta, untuk mengasong. Hasil bersih yang didapat Oman hanya Rp 1.000 per hari. ”Saya nangis beberapa kali. Kok jadi tukang asongan. Bagaimana bisa ngumpulkan uang untuk biaya kuliah.”

Enam bulan kemudian, Oman membaca iklan yang mencari editor bahasa Arab. Oman melamar dan berhasil mendapatkan pekerjaan itu. ”Gajinya Rp 80.000, dan saya bisa tinggal di asrama perusahaan di Roxy.”

Nasibnya membaik. Oman bisa mengumpulkan uang untuk biaya kuliah. Tahun 1990, dia akhirnya kuliah di Jurusan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. ”Nyatanya, setelah lulus saya jadi pengangguran.”

Saat itulah, Profesor Nabila Lubis, dosen filologi pertama UIN, Jakarta, meminta bantuan Oman mengedit suntingan manuskrip berbahasa Arab dengan terjemahan beraksara Jawa. ”Saya ambil tawaran itu karena ada duitnya. Ternyata tidak terlalu sulit. Saya hanya memberi komentar pada terjemahan yang salah. Rupanya itulah pekerjaan filolog.”

Sejak saat itu, Oman berkenalan dengan filologi. Dia lebih jauh mengarungi rimba filologi setelah mendapat beasiswa S-2 dan S-3 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Begitulah, jalannya di dunia filologi lumayan mulus sebab sejak di pesantren Oman terbiasa membaca kitab tua. ”Cuma waktu itu enggak ada yang bilang kalau itu manuskrip.”

Setelah sukses menjadi filolog dengan spesialisasi naskah Islam Indonesia, Oman membangun satu lagi obsesi: menyebarkan kajian manuskrip ke pesantren. ”Kalau itu sudah dilakukan, puaslah hidup saya.” (BSW/AIK)

Muqoddimah : Mabadi Ilmu Nahwu

Bismillahirrahmanirrohim,,,

Sebelum kita mempelajari ilmu nahwu, kita disarankan untuk mengetahui terlebih dahulu Stadium General tentang ilmu nahwu tersebut. Dengan mengetahui Stadium general dari ilmu nahwu, baru kita akan mudah mempelajari ilmu nahwu. Tak kenal maka tak sayang, kenalan duru, baru mendalami, begitu kata pepatah. Is it right? Right wes,,,, 
Stadium general nahwu atau dikenal dengan Mabadi Ilmu Nahwu terklarifikasi menjadi 10 bagian, yaitu :


1.    Al Hadd (Definisi)    : Etimologi ; المثل والجهة والمقدار والقسم والبعض والقصد artinya contoh, jalan, ukuran, bagian, dan tujuan
Terminologi ; علمٌ بأصولٍ يعرفُ بها احوالُ اواخرِ الكلم اعرابًا وبنًاء,
artinya, ilmu yang fokus tujuannya adalah mempelajari keadaan/kondisi akhir kalimat bahasa arab baik berupa mu’rob, maupun mabni.
2.    Maudhu (Sasaran, Fokus): Fokus utama ilmu nahwu adalah kalimat arabiyyah dengan batasan berupa mempelajari keadaan-keadaannya (ahwalnya).
3.    Tsamroh (Hasil, Manfaat) : Hasil yang akan diperoleh ketika kita berhasil menguasai ilmu nahwu yaitu, kita akan terbebas dari kesalahan dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits (lebih tepatnya meminimalisir kesalahan, karena hakikat dari manusia itu sendiri).
4.    Fadhol (Keutamaan)    : Keutamaan dari ilmu nahwu sendiri adalah Lebih unggul dari berbagai Ilmu, karena tanpa ilmu nahwu, kita tidak dapat mempelajari ilmu lainnya (dalam hal ini yang berkaitan dengan ilmu-ilmu berbahasa arab)
Syekh Imrithi dalam kitabnya bernadzom,

والنَّحْوُ اَوْلَى أوَّلاً اَنْ يُعْلمَا      *    اِذِ الكلامُ دُوْنَهُ لنْ يفهما

       
Ilmu Nahwu adalah ilmu yang harus pertama kali dipelajari, karena tanpa nahwu, kita tidak akan bisa memahami kalam araby

5.    Nisbat (Hubungan)    : Hubungan Nahwu dengan Ilmu lain adalah Tabayyun, yaitu Berbeda satu sama lain, dalam artian Ilmu nahwu dan ilmu lain(contohnya Shorof) mempunyai perbedaan yang mutlak (Tabayyun Umum Khusus min Ithlaq), karena mempunyai batasan-batasan tersendiri dalam pembahasannya.
6.    Wadhi’ (Author, Pencetus) : Pencetus Ilmu Nahmu sendiri adalah “Abu Aswad Addauli”, pada masa Sayyidina Ali (Kisahnya ntar di artikel selanjutnya ya…).
7.    Istimdad (Sumber) : Sumber lahirnya ilmu nahwu ini berasal dari Al-Qur’an dan Hadits. (Hakikatnya, semua ilmu yang ada di dunia ini berasal dari Al-Qur’an dan Hadits)
8.    Ism (Nama)    : Nama ilmu ini adalah Ilmu Nahwu (Kisahnya ntar diartikel selanjutnya ya…)
9.    Hukum (Justifikasi) : Hukum mempelajari ilmu Nahwu adalah Fardhu Kifayah (Ketika sudah ada yang menguasai ilmu nahwu dalam suatu daerah secara matang, maka gugur ke fadhuan orang lain untuk mempelajari ilmu nahwu. Hukumnya menjadi sunnah).
10.    Masa’il (Mas’alah) : Mas’alah ilmu nahwu sendiri adalah Qowaid-qowaid ilmu nahwu itu sendiri.

Nadzom Mashur mengenai Mabadi
إنّ مَبَادِيَ كُلّ فَنٍّ عَشَرَة             *         الحَدُّ وَالمَوْضُوْعُ ثمّ الثـّمْرَة 
وَالإسْمُ الإسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشّاَرِعُ    *           وَفَضْلُهُ والنِّسْبَةُ وَالوَاضِعُ
مَسائِلٌ والبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَ      *    وَمَنْ دَرَى الجَمِيْعَ حَازَ الشّرَفَا   
Mabadi dari setiap cabang ilmu (fan) ada 10, yaitu Had, Maudhu, Tsamroh, Fadhol, Nisbat, Wadhi’, Ism, Istimdad, Hukum, dan Masa’il. Masa’ilnya cukup dikuasai sebagian saja, namun lebih baik bila menguasai sedalam-dalamnya.

Setelah kita mengetahui mabadi dari ilmu nahwu tersebut, kita bisa memposisikan diri dalam memandang dan mempelajari Ilmu tersebut. Selamat Belajar….!!!

Nantikan Artikel Selajutnya,,,,

Sumber    : Mas’alah Jurumiyyah Pondok Pesantren Baitulhikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya 46192 Jawa Barat

Malaikat Dalam Perspektif Fisika

Malaikat Izroil, si pencabut nyawa, diberi tugas oleh Tuhan untuk mencabut nyawa ratusan penduduk bumi dalam waktu yang bersamaan. Bagaimana dia melakukannya? Hari itu sebuah pesawat penumpang jatuh di lautan. Ratusan penumpang tewas. Pada detik itu juga puluhan orang di benua lain meninggal karena peperangan. Di tempat yang berbeda beberapa orang meninggal sebab penyakit. Jarak mereka saling berjauhan bahkan di benua yang berbeda. Malaikat Izroil dalam waktu yang bersamaan harus melakukan tugas mencabut nyawa setiap individu sesuai perintahNya. Secara logika biasa, pekerjaan itu tidak mungkin dilakukan seorang diri dalam waktu yang sama dan dimensi ruang yang berbeda. Kalau jumlah malaikat sama banyaknya dengan personil yang harus ditangani,hal itu tidak menjadi masalah. Namun dengan berkembangnya ilmu fisika ternyata hal tersebut dapat dijelaskan kebenarannya walaupun dilakukan seorang diri.

Malaikat
Menurut beberapa keterangan bahwa malaikat diciptakan Tuhan dari cahaya. Oleh karena itu malaikat juga memiliki sifat- sifat seperti cahaya. Sifat- sifat cahaya yang penting dalam konteks ini adalah bahwa cahaya memiliki kecepatan sekitar 300.000 km/detik,memiliki sifat dualisme yaitu sebagai gelombang maupun partikel atau materi. Kedua sifat tersebut tentu saja juga dimiliki oleh malaikat Izroil dan malaikat- malaikat lainnya.

Teori Relativitas
Seorang ahli fisika, Albert Einstein, mengemukakan teori yang disebut dengan teori relativitas yang berkaitan dengan waktu, massa dan dimensi ruang. Selanjutnya dalam postulatnya Einstein mengatakan bahwa tidak ada benda di alam semesta ini yang kecepatannya melebihi kecepatan cahaya. Jika hal ini terjadi, maka benda atau materi tersebut tidak memiliki dimensi waktu dan tidak memiliki awal dan akhir. Dengan kecepatan cahaya, benda akan memiliki massa yang amat besar dan memiliki dimensi ruang sama dengan nol. Ini berarti bahwa benda tersebut ada wujudnya tetapi tidak terlihat.

Si Pencabut Nyawa
Si pencabut nyawa, malaikat Izroil, suatu ketika harus menjalankan perintah Tuhan untuk mencabut nyawa beberapa penduduk bumi di beberapa negara di dunia. Dia harus berangkat dari kantor pusatnya di Arsy menuju ke tempat kediaman orang-orang yang telah ditentukan. Telah kita ketahui bahwa malaikat memiliki sifat- sifat seperti cahaya, baik kecepatannya dalam bergerak maupun sifat dualismenya. Ketika malaikat berangkat dari posnya menuju bumi dengan kecepatan cahaya, dia akan berwujud sebagai gelombang sehingga dengan mudah melintasi benda- benda langit. Bila berbentuk materi dengan kecepatan cahaya, dia juga tidak bisa dilihat karena dimensinya nol dan massanya akan berubah menjadi energi yang sangat dahsyat, yaitu sama dengan massa dikalikan kecepatan cahaya dikuadratkan. Ketika sudah tiba di bumi, dia mengubah dirinya menjadi materi agar dapat berkomunikasi dengan orang yang ditemuinya. Kondisi seperti itu sering dilakukan oleh para malaikat ketika akan menemui para nabi dan rosulNya.

Waktu Bersamaan
Menurut teori relativitas Einstein, jika suatu benda bergerak dengan kecepatan cahaya, maka benda tersebut tidak memiliki dimensi waktu. Sifat ini dimiliki oleh malaikat Izroil, juga malaikat lainnya, sehingga dia dapat pergi kemana saja dalam waktu yang bersamaan. Dengan sifat inilah, dia dengan sangat mudah melakukan pekerjaannya, termasuk mencabut nyawa penduduk bumi di pelbagai tempat yang berbeda. Itulah malaikat makhluk ciptaan Tuhan yang diberi kelebihan untuk melaksanakan tugas sesuai yang diperintahkanNya. Dengan didukung oleh teori relativitas dalam bidang fisika, keadaan- keadaan yang tadinya tampak tidak masuk akal akhirnya dapat dijelaskan secara rasional.
Pengertian surah al-Maarij ayat 4, ini, ialah jarak antara dunia dan langit  memakan masa selama 50 ribu tahun. Dari sumber di ketahui bahawa malaikat itu di perbuat dari cahaya, kelajuan 50 ribu tahun pada surah di atas besar kemungkinan adalah kelajuan cahaya atau pun lebih dari kelajuan cahaya.
Dari ayat ini saya  berfikir tentang kejadian manusia,  kejadian malaikat itu sendiri dan syaitan. Seperti yang kita ketahui, manusia dijadikan dari tanah, malaikat dijadikan dari cahaya, syaitan dijadikan dari api. Jika diperhatikan ketiga-tiga kejadian ini, manusia mempunyai kelebihan dari sifat asalnya iaitu tanah, manusia boleh berfikir, boleh bergerak, dan mengambil tanah itu sendiri untuk dijadikan sesuatu seperti bercucuk tanam. Dengan mengambil sifat-sifat manusia ini berbanding tanah, kita boleh ketahui bahawa sudah tentulah malaikat yang di jadikan dari cahaya itu sendiri mempunyai sifat-sifat yang melebihi cahaya itu sendiri. Jika cahaya mempunyai kelajuan 299,792.5 kilometer perdetik, maka sudah pastilah malaikat mempunyai ciri-ciri kelajuan melebihi kelajuan cahaya. Syaitan pula  dijadikan dari api, kita semua tahu bahawa api itu panas sekali, tetapi api yang panas itu tidak mampu menyebabkan manusia masuk ke dalam neraka, sebaliknya sifat  syaitan lebih panas dari api lah yang mampu  menyebabkan manusia masuk ke dalam neraka.
Berdasarkan kefahaman sifat-sifat malaikat di atas dan berdasarkan ayat dalam surah Al-Maarij ayat 4, di atas ia adalah data yang berguna untuk pengiraan untuk menentukan berapakah kelajuan malaikat apabila ia bergerak. Para malaikat bergerak menghadap Tuhan sehari kadarnya 50 ribu tahun kiraan kita di dunia. Ia boleh diterangkan seperti persamaan di bawah;
Satu hari (perjalanan malaikat bermusaffir) = 50.000 tahun (kiraan manusia di dunia) ——-(1)   
Kiraan manusia di dunia = kiraan dalam tahun cahaya ———————(2)
Daripada sumber di ketahui bahawa jarak yang dilalui selama 1 tahun cahaya ialah sejauh 9.460.730.472.580,8 km, maka jika perjalan selama 50.000 tahun pula boleh diketahui seperti dibawah:
Jarak malaikat lalui dalam sehari = 9.460.730.472.580,8 km X 50.000
                                                           = 473.036.523.629.040.000 km
Oleh itu kita ketahui bahawa jarak yang dilalui dalam sehari kiraan malaikat dan selama 50 ribu tahun kiraan manusia di dunia ialah sejauh 473.036.523.629.040.000 km. Dengan membahagikan jarak tersebut dengan masa selama satu hari dalam saat kita boleh ketahui kelajuan malaikat seperti berikut.
Kelajuan malaikat = 473.036.523.629.040.000 km / (1 hari X 60 menit X 60 menit) detik
                                = 131.399.034.341.400 km per detik
Dari kiraan di atas kita ketahui kelajuan malaikat ialah 131,399,034,341,400 km per saat, dari sumber kita ketahui bahawa kelajuan cahaya ialah 299,792.5 km per detik.  Baru-baru ini pada Sepember 2011, European of Organization for Nuclear Research, CERN telah mengumumkan tentang satu particle yang mempunyai kelajuan melebihi kelajuan cahaya, partikel itu di namai neutrinos iaitu berkelajuan 300.006 km per detik lebih laju sedikit dari kelajuan cahaya sebanyak 213,5 km per saat. Bagi saya ia ialah satu penemuan baru yang bagus untuk kita mendekatkan diri pada Allah dan perlu mengkaji lebih mendalam lagi fenomena ini. Dengan membuat perbandingan antara kelajuan malaikat dan kelajuan cahaya, bolehlah kita umpamakan seperti dalam cerita Arnab dan kura-kura berlumba. Arnab itu umpama malaikat manakala kura-kura ialah cahaya dalam upacara lari pecut 100 meter, sudah tentulah kura-kura di tinggal jauh oleh arnab, begitulah umpamanya antara cahaya dan malaikat.

Wallahualam. 

(Tugas kelompok Mata Kuliah Study Al-Qur’an)

Sungai didasar Laut

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan) yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan: 53)

Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton rancangan TV `Discovery’ pasti kenal Mr. Jacques Yves Costeau, ia seorang ahli Oceanografi dan ahli selam terkemuka dari Francis. Orang tua yang berambut putih ini, sepanjang hidupnya menyelam ke berbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumenter tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton di seluruh dunia.

Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar sangat sedap rasanya >karena tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.
Fenomena ganjil itu memusingkan Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari penyebab terpisahnya tawar dari asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berpikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khayalan sewaktu menyelam. Waktu terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.
               
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor Muslim, kemudian ia menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al-Quran tentang bertemunya dua lautan (Surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez. Ayat itu berbunyi,”Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laa yabghiyaan .. .” Artinya: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, Antara keduanya ada batas yang tidak melampaui masing-masing.” Kemudian dibacakan surat Al-Furqan ayat 53 di atas.
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, dimana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan.” artinya “Keluar dari keduanya mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.
               
Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al-Quran itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al-Quran ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad silam akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahwa Al-Quran memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam.

“Allahu Akbar…!” Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.”  Bila seorang bertanya,“Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?” Rasulullah Saw bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al-Quran.
Jika anda seorang penyelam, maka anda harus mengunjungi Cenote Angelita, Mexico. Disana ada sebuah gua, jika anda menyelam sampai kedalaman 30 meter, airnya air segar (tawar), namun jika anda menyelam sampai kedalaman lebih dari 60 meter, airnya menjadi air asin, lalu anda dapat melihat sebuah sungai di dasarnya, lengkap dengan pohon dan daun-daunan.
Setengah pengkaji mengatakan, itu bukanlah sungai biasa, itu adalah lapisan Hidrogen Sulfida, nampak seperti sungai… luar biasa bukan? Lihatlah betapa hebatnya ciptaan Allah SWT.

Dari Berbagai Sumber.