Selepas lulus S1 di Malang nanti, memang ibu saya (baca:mamah) sangat menginginkan anak sulungnya ini tak lagi melanjutkan studi di Kota yang terlalu jauh dari rumah. Bagaimana tidak berharap, sejak SD sampe sekarang ini, saya terus-terusan merantau. Maka dari itu, saya mencoba mencari-cari info untuk peluang melanjutkan studi di Universitas Padjadjaran. Satu-satunya cara agar mudah mendapat info, ya langsung berangkat saja ke Kota Kembang. Dan siapa lagi yang saya mintai tolong selain teman saya saat mesantren di Tasikmalaya. Namanya Rizka, ia berkuliah di UIN Bandung dan juga sama-sama berorganisasi di PMII, terlebih ia adalah eks Ketua Rayon Dakwah PMII UIN Bandung.
Bukan tanpa sebab menghubungi teman pondok yang juga kader PMII. Saya memang berharap nantinya dikoneksikan ke sahabat-sahabat PMII di UNPAD, biar lebih mudah cari info, pikir saya. Beginilah keuntungannya berorganisasi, dimanapun kita singgah, karena sama-sama anggota PMII, minimal kita bisa numpang tidur di sekretariatnya, maksimal bisa mendapat jejaring sahabat baru. Melalui rizka, saya dikenalkan ke Haris, eks Ketua PMII Komisariat UNPAD. Ia berkuliah di jurusan sejarah. Saya disambut dengan baik saat ngopi-ngopi di kampus UNPAD Jatinangor bersama dan saya cukup banyak mendapat info yang dibutuhkan
Di waktu maghrib, saya janji bertemu dengan Mas Muwafiq, salah satu senior PMII Kota Malang yang sekarang melanjutkan studi di ITB. Wah, dalam prosesnya ada peristiwa yang cukup tidak mengenakkan. Saya tak perlu ceritakan. Yang pasti saya harus memohon maaf sebesar-besarnya sama mas Muwafiq dan istri. Akibat kesalahan saya, njenengan harus bolak balik Cibiru-Jatinangor dua kali. Sekali lagi, nyuwun pangapunten mas.
Besoknya, saya diantar oleh rizka ke makam Mahbub Junaidi, ya, Ketua Umum PB PMII pertama, yang juga dikenal sebagai wartawan, kolomnis, sastrawan dan juga aktivis yang sangat kritis. Anda bisa dapatkan info tentang sepak terjang Mahbub Junaidi melalui mbah gugel. Sukur-sukur bisa baca bukunya, seperti Dari Hari ke Hari, Kolom demi Kolom, Politik Tingkat Tinggi Kampus, Asal Usul, dan lain-lain. Makamnya terletak di gang kecil di Jl. Sukarno-Hatta, Bandung. Tepatnya di TPU Assalaam. Selesai membaca Yaasiin dan Tahlil, saya merenung sejenak dan tiba-tiba teringat salah satu kutipannya.
“Aku akan menulis dan akan terus menulis. Sampai tak mampu lagi menulis.”
اللّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِلْمَاءِ وَالشَّلْجِ وَالْبَرْدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنَ الدَّ نَسِ وَاَبْدِلْهُ دَارً اخَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَاَهْلًا خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَادْخِلْهُ الجَنَّةَ وَاعِذْهُ مِنْ عَدَابِ الْقَبرِ وَفِتْنَتِهِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ
Semoga kita dapat mengambil keteladanan dari seorang Mahbub Djunaidi. Keteladanan dalam kepemimpinan, idealisme, dan perjuangannya. Amin. Semoga dilain waktu, saya bisa kembali berziarah ke makam beliau. Terkhusus untuk H. Mahbub dan seluruh pendiri PMII. Lahumul Faatihah.