To the point saja, dalam suatu acara, Zulkifli Hasan, Ketua umum PAN guyon tentang keengganan pendukung paslon nomor 2 menjawab “Amin” setelah membaca surat al faatihah. Juga saat tasyahud biasanya mengangkat 1 telunjuk, katanya, pendukung Prabowo Gibran, tasyahudnya jadi 2 jari hahahaha. Peristiwa detailnya bisa anda googling sendiri.

Bagaimana saya menanggapi itu? Dan bagaimana seharusnya menanggapi itu? Tentu dalam sudut pandang saya. Apakah termasuk penistaan agama? Atau bisa dianggap guyonan biasa saja? Sebelum menjawab itu, saya tegaskan dulu disini kalau saya bukan pendukung Prabowo-Gibran ya, dan bisa dibilang, probabilitas saya memilih paslon No. 2 adalah yang paling kecil dibanding 2 paslon lainnya. Tentu saya punya alasan, seperti jengkelnya saya dengan tragedi Mahkamah Keluarga.

Bagi saya, statemen Zulhas ini saya pikir bisa dianggap sebagai guyonan biasa saja, bukan penistaan agama, bukan politisasi agama, jadi santai saja. Saya kebetulan adalah warga nahdliyyin yang akrab dengan guyonan-guyonan demikian, tentu tak mudah mengafiliasikan guyonan demikian menjadi persoalan serius. Seperti kata Gus Dur, “Dipesantren , humor itu jadi kegiatan sehari-hari. Dengan lelucon, kita bisa sejenak melupakan kesulitan hidup dan pikiran kita menjadi lebih sehat.”.

Ada beberapa guyon agama yang seolah-olah menista, tapi sebenarnya humor yang menyehatkan, wkwkk. Seperti statemen Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj yang menyatakan bahwa sampai saat ini, malaikat mungkar nakir belum sempat menanyai gusdur, “man robbuka, dst”. Kenapa begitu? Seperti pada riwayat, malaikat akan bertanya kepada seorang mayit dalam kubur saat pengantar mayit terakhir telah 7 langkah meninggalkan lokasi pemakaman. Lha makam gusdur ini peziarah terakhir belum sampai 7 langkah, sudah ada yang ziarah lagi, sehingga sampai sekarang, malaikat munkar nakir belum bisa melaksanakan tugasnya, wkwkwk.

Ada juga kisah abu nawas yang berpesan agar ketika meninggal dipakaikan kain kafan dari kain yang sudah lusuh dan kotor. Kenapa demikian? Abu nawas berkelakar, biar malaikat munkar nakir mengira abu nawas ini penghuni lawas atau senior, kalo yang senior kan ospeknya sudah lewat, hahaha. Luar biasa progresif abu nawas berfikir ia mengelabui munkar nakir. Patut kita tiru. Hahaha.

Selain itu masih banyak lagi guyon-guyon berbau agama yang saya kira tidak perlu digiring dan diopinikan terlalu serius hingga dibawa menjadi penistaan agama. Yuk, kita fokuskan energi kita ini untuk memilih paslon berdasarkan gagasan dan tawaran programnya saja, guyon-guyon ini hanya pemanis saja, santuy.

Jadi, bagi saya kelakar Zulhas tentang tasyahud dua jari dan keengganan jawab amin setelah imam baca fatihah itu ya anggap guyon saja. Jika memang dilapangan ada yang benar-benar sesensitif itu terhadap perbedaan pilihan, misal memang dia tidak menjawab amin setelah fatihah, atau tasyahudnya 2 jari atau tiga jari, itu memang bego aja orangnya. Kalo kalian memang saat sholat di masjid satu shaf dengan orang yang tasyahudnya dua jari saat sholat, tinggal tempeleng aja, paling juga yang nempeleng sholatnya batal dan harus mengulang, hahahaha. Udah gitu aja.