Disrupsi AI dan Kita yang Masih ingin Ngopi

Disrupsi AI dan Kita yang Masih ingin Ngopi

Ada kutipan populer dari Sapiens yang sering diucapkan, “Manusia cenderung takut perubahan karena takut akan ketidakpastian, tapi ternyata, satu hal yang paling konsisten terjadi sepanjang sejarah dunia ini adalah perubahan itu sendiri”. Maka dari itu, perubahan hingga versi ekstrimnya, disrupsi, adalah sahabat karib manusia yang selalu menyertai, apalagi di era teknologi informasi seperti sekarang ini

Beberapa dekade terakhir, hidup kita seperti terus diacak-acak oleh perubahan. Baru saja merasa nyaman dengan satu teknologi, datang lagi yang lain. Baru menguasai satu skillset suatu teknologi, datang lagi teknologi yang baru, yang membuat kita harus belajar kembali skillset baru, padahal skilset sebelumnya belum benar-benar terpakai maksimal. Dunia digital fluidiity nya luar biasa. Apa-apa sangat cepat berubah. Disrupsi tak pernah mau istirahat, padahal sering tak ajak duduk ngopi, duh.

AI, pelaku disrupsi yang awalnya hanya angan-angan di film fiksi ilmiah, kini menjadi terobosan teknologi paling mutakhir yang mendisrupsi berbagai lini kehidupan. Kehadiran ChatGPT waakhwatuha menjadi tonggak dimulainya era kejayaan AI. Kehadirannya mendisrupsi cara kota menulis, membaca, mencari informasi, bahkan cara kita berpikir. Dan seperti disrupsi lainnya, ini kemudian akan dianggap biasa oleh manusia.

Dalam dunia AI, konon ada tiga jenis pengguna. Pertama, everyday user seperti saya dan kebanyakan orang. Kedua, praktisi atau prompter pro, yang memahami cara bertanya ke AI jawaban yang keluar adalah jawaban yang “daging semua.”, bahkan user jenis ini yang akhir-akhir ini banyak mengoptimasi penggunaan Veo 3 yang super keren itu. Ketiga, AI creators, para jenius yang bikin sistemnya dari awal.

Mayoritas dari kita jelas di kelompok pertama. Tapi bukan berarti saya user yang newbie banget ya. Saya sendiri sudah beberapa kali mencoba AI buat bantu bikin kerangka tulisan, ngobrolin ide-ide, sampai cek pemahaman. Bahkan di dunia akademik, Platform seperti SciSpace, Elicit, Paperpal, dan sejenisnya sangat membantu peneliti untuk menyusun paper. Tapi tentu aja hasilnya wajib bagi AI user menverifikasi dan memeriksa ulang has-hasil kerja. AI bukan dosen, bukan kiai. Dia nggak kasih berkah, dia kasih bantuan teknis aja. Jadi tetap kita yang harus pegang kendali.

Selain itu, bukan berarti karena adanya AI, kita menganggap enteng semuanya, kita tetap harus growing, mengembangkan kapasitas dan kompetensi diri. Anggaplah AI itu adalah Tools macam pisau dapur. Ditangan orang yang tidak punya skill, mentok-mentok pisau dapur hanya untuk masak mie rebus yang potongan sayurnya gak presisi. Tapi ditangan koki handal, dapat dihasilkan masakan kelas dunia.

Dan di era saat ini, diskusi pun sekarang tidak hanya bisa dilakukan bersama manusia. Kadang sayapun curhat ide atau gagasan ke AI, kadang ngetes struktur tulisan, kadang cuma iseng ngulik jokes receh. Dan ini semua saya lakukan tanpa berlangganan. Masih gratisan. Gak ada duit, hahaha. Tapi ya tetap berguna. Fitur gratisan pun sudah bisa banyak bantu, tinggal kita mau maksimalkan atau enggak.

Lalu pertanyaannya, apakah AI akan menggantikan teman diskusi manusia? Bisa iya, bisa enggak. Tapi jelas, AI udah mulai ambil peran. Kita belakangan disajikan berita yang menyatakan bahwa insinyur-insinyur AI Microsoft yang di PHK akibat AI ciptaanya sendiri yang dapat mengefisiensi kinerja perusahaan terkait SDM.

Maka, AI mungkin dalam satu kondisi bukan masalah menggantikan kita, tapi mengisi celah yang sebelumnya kita nggak sadar ada. Ngobrol sama AI bikin kita reflektif, lebih tenang, kadang lebih jujur, karena nggak ada yang menghakimi. Tapi ya itu, jangan sampai jadi lupa caranya ngobrol beneran sama manusia.

Perubahan besar sedang berlangsung. AI bukan sekadar alat, tapi bisa jadi lensa baru melihat dunia. Selama kita sadar bahwa alat ini tetap alat—bukan guru, bukan nabi, bukan panutan mutla, maka dia akan tetap di tempatnya. Dan kita pun tetap bisa jadi manusia yang berpikir dengan jernih. Dan saya yakin, kedepan, perkembangan AI akan lebih gila-gilaan, mendisrupsi cara kita hidup. Tidak ada cara lain, pilihan kita adalah bersiap akan perubahan dan disrupsi yang akan terjadi. Kita harus bersiap.

Tulisan saya diatas ini juga saya coba masukkan ke Chat GPT, kemudian saya beri prompt begini, “Sempurnakan tulisan ini dari sisi penyusunan bahasa, tapi jangan ubah-ubah alur dan gaya kepenulisan khas saya. Sebagai referensi, anda dapat mengakses beberapa tulisan saya di fawwazmf.com.”. Kurang dari 5 detik, tulisan hasil chatGPT sudah keluar. Tapi hasilnya saya kurang suka, jadi ini adalah murni tulisan saya. Judulnya lah yang saya ambil dari AI, meski tetep saya edit juga, hehehe. Selain itu, gambar ilustrasi tulisan ini juga dihasilkan dari chatGPT gratisan dengan prompt tertentu. Terus saya lakukan faceswap, hahaha. Lumayan kan?

Apakah kedepan tulisan dari chat GPT benar-benar bisa 80-90% plek ketiplek sesuai dengan preferensi yang saya harapkan? Saya tak mau denial, mungkin saja itu bisa terjadi. Kita tunggu dan bersiap.

Rakit PC Sendiri? Gaskeun Dong!

Rakit PC Sendiri? Gaskeun Dong!

Seringkali saya katakan, bahwa bisnis online shop bukanlah bisnis tanpa modal seperti yang diduga banyak orang. Mereka mengira, kita cukup duduk santai menunggu orderan tiba, kita cukup ngopi sembari membuka toko online kita yang dibuka secara gratis, tak perlu sewa toko seperti halnya jualan klasik. Ini tentu anggapan yang tidak tepat. Disinilah disrupsi terjadi. Kami-kami yang berjualan ini tentu perlu modal. Perangkat Handphone, Koneksi Internet, Laptop/PC, Biaya Admin, Biaya Iklan, yang kira-kira jika dikalkulasi tahunan, angkanya hampir setara dengan sewa toko tahunan pula, setidaknya jika dibandingkan dengan harga pasaran sewa toko di daerah tempat saya tinggal.

Sebagai contoh, koneksi internet untuk live shopping (Tiktok) itu perlu stabil. Jika tak stabil, live akan ngelag dan konsekuensinya, calon konsumen akan dengan mudah scroll up live kami ke live toko lainnya. Maka saya spending uang yang cukup besar untuk biaya langganan internet 100 Mbps di angka 850 ribuan perbulan. Angka itu setara dengan sewa toko bulanan di tempat saya. Ini baru wifi, belum biaya admin marketplace, biaya iklan mingguan, dan lain-lain.

Salah satu modal yang dibutuhkan adalah belanja sarana prasarana. Beberapa minggu yang lalu, CEO perusahaan sekaligus istri saya mengeluh perihal laptop. Ya, laptop yang biasa dia gunakan untuk bekerja di rumah, kini digunakan oleh karyawan untuk proses orderan dan tersimpan di gudang toko. Sedangkan malam-malam selepas menidurkan ummat, sang CEO ingin membuka-buka akun marketplace, tapi laptop seringkali terlupa dan tertinggal di gudang toko. Ini menyebabkan CEO tak bisa produktif untuk mengoptimasi toko online.

Laptop yang digunakan karyawan sebelumnya sudah super lemot dan terpaksa saya jual. Ya karena memang, speknya saja cuma AMD A4 dengan RAM 4GB, meski sudah upgrade RAM ke SSD SATA, tak merubah kecepatannya secara signifikan. Maka, kita berdua berdiskusi untuk menjajaki kans untuk menghadirkan Laptop baru. Setelah menimbang-nimbang, melakukan kalkulasi mendang mending, alih-alih laptop, kita putuskan untuk membeli PC saja. Selain untuk bekerja, PC diharapkan bisa menjadi jangkar semua gadget yang kita punya. Menjadi pusat backup semua data, seperti yang telah disabdakan Jagat Review. Dimana, opsi ugrade storage dan tetek bengeknya dengan mudah dapat diatur sendiri, tak seperti laptop yang punya banyak keterbatasan.

Jika yang menjadi interest adalah “opsi upgrade”, maka PC yang dibeli tentu bukan all in one atau built up, melainkan PC rakitan, karena sekali lagi, kita butuh fleksibilitas upgrade yang futureproof. Masalahnya, meski saya cukup punya antusiasme dengan teknologi, saya tak pernah punya pengalaman rakit PC. Disinilah keyakinan diuji, karena budget pas-pasan, saya putuskan untuk memberanikan diri saja mengambil opsi ini, setidaknya tak perlu bayar biaya merakit jika bisa rakit sendiri, lebih hemat. Mulailah saya melakukan tirakat. Mencari ilmu tentang rakit PC, mencari pengetahuan tentang komponen-komponen PC, mencari tempat untuk yang cocok untuk membeli komponen PC dengan interest utama khas kaum mendang-mending, harus Value for Money, Worth it & Affordable.

Hidup di era teknologi yang berkembang pesat tentulah menjadi keuntungan tersendiri. Singkat cerita, saya akhirnya putuskan untuk membeli komponen PC secara online melalui website EnterKomputer. Alasannya adalah toko ini sudah direkomendasikan banyak orang, dan yang paling menyenangkan adalah fasilitas di websitenya yang membuat kita dapat mensimulasikan komponen yang pas untuk PC rakitan kita sekaligus mengecek kompatibilitasnya. Saya memilih AMD Ryzen 5 7600x sebagai otak PC, Asrock B650M Pro RS sebagai Mobonya, RAM 32GB dan SSD NVME 512GB dari ADATA, dan beberapa komponen lainnya dibawah ini.

Daftar komponen PC pilihan saya

Tak perlu waktu lama, dalam waktu 2 hari yang mendebarkan, akhirnya paket dari EnterKomputer tiba. 2 hari berselang saya memulai merakitnya. Dengan bermodalkan belajar via Youtube, saya rakit mulai dari pemasangan processor, pasang RAM, SSD, cooler, dan yang tersulit adalah memasang kabel-kabel dari PSU ke Mobo. Bagian itu cukup melelahkan, namun akhirnya PC saya bisa hidup dan bisa masuk laman BIOS-nya. Disitu alhamdulillah semua komponen yang terpasang dapat terdeteksi dengan baik. Selanjutnya tentu install Windows 11 Home, bagian ini adalah bagian yang menyenangkan dan bikin saya mesam mesem sendiri. Akhirnya sejak saya punya ketertarikan rakit PC sejak SMA, baru saat ini bisa kesampaian, hehehe.

Setelah 2 hari ini, PC berjalan dengan baik, hidup dengan aman dan nyaman, dan kecepatannya tentu tak diragukan lagi, cukup untuk penggunaan sang CEO sehari-hari, daaan yaah, kedepan pastinya cukup kuat untuk sekedar editing foto dan grafis macam Photoshop dan CorelDraw, bahkan editing video dengan Premiere tipis-tipis, dan yang paling utama sih, bisa menjadi pusat penyimpanan semua data dari semua gadget keluarga saya, tinggal nambahin HDD boskuh.

Begitulah cerita rakit PC perdana saya. Tentu saya tertolong oleh banyaknya konten-konten keren dari banyak kreator yang ada di Youtube, sehingga jika merakit PC zaman dulu adalah momok yang menakutkan bagi saya, saat ini jika saya harus rakit PC lagi, saya tentu akan dengan sombongnya berujar, “Rakit PC sendiri? Gaskeun dong! Hahahaha.”. Yah, semoga PC keluarga saya ini bisa awet dan bertahan lama, dan tentu berfungsi sesuai dengan yang diharapkan saat membelinya, mengakselerasi kinerja dari CEO Perusahaan kami untuk bisa lebih produktif dan maju dalam menghasilkan cuan-cuan merah bergambar Sang Proklamator. Amin amin ya robbal alamin.

Peluang Kontribusi Santri di Bidang Sains dan Teknologi

Peluang Kontribusi Santri di Bidang Sains dan Teknologi

Beberapa dekade lalu, santri diidentikkan sebagai komunitas masyarakat yang tradisional, kaku dan terbelakang. Masyarakat perkotaan notabene seringkali memandang sebelah kaum santri karena dianggap kolot dan anti kemajuan karena dianggap mendahulukan kepercayaan mistis dibanding tradisi pengetahuan modern. Padahal dalam kesehariannya, santri sangat erat kaitannya dengan tradisi akademik yang progresif. 

Tri Dharma ala Santri

Jika dibandingkan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, santri juga melakukan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Hanya saja Tri Dharma santri tak dilaporkan dalam sister BKD seperti dosen, dan terhitung SKS yang formal seperti mahasiswa. Pengajaran dilakukan santri dengan berbagai metode. Kyai atau ustadz bisa melakukannya dengan Bandongan, atau dalam bahasa akademik disebut metode ceramah satu arah. Bisa juga dilakukan dengan sorogan, disimak oleh kyai satu per satu terkait satu pelajaran, bahkan bisa jadi seperti halnya Sidang Komprehensif Skripsi. Teknis sidang kompre santri kira-kira mirip seperti Musabaqoh Qiroatul Kutub. 

Penelitian dilakukan santri melalui studi literatur dan dipublikasi melalui “prosiding” forum bahtsul masail di berbagai tingkatan.  Bahtsul masail adalah kegiatan berkumpulnya para santri dengan bekal buku-buku akademik keislaman (misal:fiqih) dari generasi ke generasi, dari metode satu ke metode lainnya, dari madzhab satu ke madzhab lainnya untuk membahas persoalan-persoalan keislaman kontemporer, kemudian dicari solusi dari persoalan tersebut dan diambil kesepakatan bersama. Kira-kira jika BM level nasional setara dengan jurnal Sinta 1, BM level internal pondok setara dengan Sinta 3-5. Sehingga Bahtsul masail adalah salah satu contoh dari rutinitas santri yang erat kaitannya dengan tradisi akademik bidang Penelitian.

Untuk banyak santri satu dua dekade kebelakang, mungkin Pengabdian Masyarakat adalah kegiatan sehari-hari karena relasi santri dan masyarakat saat itu sangatlah cair dan mutualisme. Santri saat ini dengan sistem dan aturan pesantren yang lebih terstruktur, biasanya pengmas dilakukan selepas santri lulus dari pendidikan pesantren. Meski tak semuanya, beberapa pesantren mewajibkan santri melakukan pengmas wajib selama 1 tahun pasca lulus. Berbeda dengan pendidikan tinggi yang merealisasikan pengmas hanya 1 bulanan.

Peluang Santri terhadap Sains dan Teknologi

Lalu apa hubungan santri dan saintek? Saya membayangkan keunggulan santri dengan metode-metode pembelajarannya, serta fokus yang lebih baik karena konsep boarding schoolnya. Jika dibuat visi, misi, tujuan, rencana induk, rencana strategis, kurikulum dan turunannya yang mengarah pada pembelajaran yang difokuskan pada bidang saintek tertentu, saya yakin jebolannya akan menjadi ahli sains yang handal. Jika di bidang Kesehatan, maka akan menjadi ahli kesehatan yang handal. 

Lantas, bagaimana pembelajaran agamanya? Jangan terlalu dalam, cukup beri pengetahuan praktis dasar saja, misal fiqihnya Safinah mentok-mentok Taqrib, tauhid bisa Tijan atau Jawahirul Kalamiyah, Akhlak cukup Ta’lim Muta’alim, selebihnya fokuskan untuk santri belajar bidang saintek yang ia pilih, konsistenkan proses ini sejak SMP hingga Perguruan Tinggi yang terintegrasi dan tersistem dalam satu naungan Yayasan Pesantren tertentu. Yang farmasi biar farmasi, yang bioteknologi biar bioteknologi, yang nanomaterial biar nanomaterial. Bila masih banyak waktu tersisa, keilmuan multidisplin yang masih beririsan pun bisa dibabad habis.

Dengan konsep yang matang dan implementasi yang terkontrol dengan baik, saya yakin santri jebolan lembaga tersebut akan menjadi terang dalam gelap, jawaban atas pertanyaan, dimana islam dan agama-agama saat dunia saat ini dikuasai oleh orang-orang yang menuhankan sains dan teknologi. Santri harus hadir mencoba menghadapi fenomena dunia yang demikian mengarah kepada penafian kebenaran agama, atau lebih jauhnya menafikan keberadaan Tuhan.

Mengapa saya sebegitu yakin? Karena santri dengan berbagai metode pembelajarannya yang efektif dan sudah eksis sejak dahulu kala, serta model boarding school yang lebih mampu menyingkirkan distraksi, fokus santri terhadap studi bisa lebih dari sekedar siswa dan mahasiswa biasa. Yang lebih mudah teralihkan perhatiaannya dengan hal-hal diluar kepentingan akademisnya.

Maka akan ada yang skeptis, masa santri hanya brlajar kitab-kitab tipis? Nanti ilmu agamanya dangkal dong? Ya jika ingin pembelajaran agama yang lebih mendalam, ada banyak sekali Pesantren “Salaf” yang secara kurikulum mapan di kajian kitab kuning yang bisa dipilih. Pilihlah yang itu. Daripada kita memaksa santri untuk benar-benar “MASAGI”, namun pada akhirnya “Tidak Kemana-mana”, Ilmu Fiqihnya nanggung, Fisikanya ngambang. Sehingga memang perlu satu dua pesantren yang mengadaptasi role model pesantren sains yang lebih mengeksplorasi keilmuan sains. Dan peran pesantren ini nantinya di bidang agama, lebih difokuskan pada pembentukan karakter dari santri itu sendiri.

Mengutip dawuh Romo KH. Anwar Manshur Lirboyo, bahwa Tidak perlu semua santri itu menjadi kyai. Yang penting menjadi santri yang “khoirunnas anfauhum linnas”. Sehingga, poin penting dari santri adalah kemanfaatan. Dimana sayap kemanfaatan santri yang perlu diperlebar lagi adalah dengan berkontribusi lebih dalam pengembangan sains dan teknologi. Yang mana saat ini di sektor tersebut belum banyak terdistribusi santri yang punya kapasitas intelektual terkait.

Hemat saya, peluang untuk santri ini harus kita sambut dengan antusiasme dan kemauan yang tinggi, untuk sedikit keluar dari mainstream, tentu bukan karena ingin gaya-gayaan, tetapi ini dilakukan demi perbaikan ummat, agar kontribusi umat islam terhadap sains dan teknologi lebih berefek dan meluas. Para kyai dan gus gus masa kini saya kira harus merespon peluang ini dengan cermat. Sehingga persepsi masyarakat terhadap santri yang pelan-pelan sudah mulai terbangun baik, akan semakin baik dengan keberanian beliau-beliau untuk mengambil inisiatif merespon peluang ini.