Genap 1 Bulan Kaka Faqih

Genap 1 Bulan Kaka Faqih

Genap sebulan setelah Kaka Faqih dilahirkan. Yes, anak pertama kami sejak lahir sudah dipanggil kaka. Bukan mendahului takdir, tapi memang kami berharap dia memiliki banyak adik, hehe. Hari-hari sejak kehadirannya kami lewati dengan perasaan yg bahagia. Puji syukur kami selalu haturkan kepada-Nya atas kepercayaan-Nya menitipkan kepada kami seorang anak laki-laki yg guanteng polll.

Karena Kaka Faqih adalah putra pertama kami, tentu hati dan fikiran kami tak karuan. Sebagai contoh, sedikit saja dia menangis dan rewel, kami langsung repot berbagi tugas, Bundanya berusaha menenangkannya, saya berusaha mencari tahu dengan senjata andalan, Youtube dan Chrome. Seringkali kami jadi parno jika sudah membaca bagian2 gejala, indikasi dan efek samping dalam artikel kesehatan bayi. Jika ia menyisipkan senyuman di wajahnya, betapa girangnya kami sembari segera membuka hp untuk memotretnya. Dasar ortu milenial!

Dan masih banyak liku liku kehidupan awal menjadi seorang ayah bagiku, dan bunda bagi istriku.
Terkadang kami berfikir, jika kami yg saat ini hidup dengan seabrek kemajuan teknologi, pergaulan yg semakin terbuka, persaingan ekonomi yg semakin kompetitif, dll, dalam dunia seperti apa Kaka Faqih akan hidup saat besar nanti. Yg pasti, smartphone yg digunakan untuk posting sekarang ini sudah tidak akan dianggap ‘smart’ oleh generasinya nanti.

Kekhawatiran-kekhawatiran akan masa depan adalah hal yg manusiawi, tapi sebagai seorang muslim, kami akan selalu menyandarkan diri kami terhadap rahman dan rahim-Nya, sehingga serumit apapun tantangan hidup yang ada, kami akan mencoba untuk tetap tenang, karena kami percaya bahwa Gusti mboten sare.

Selamat 1 bulan anakku, kau telah berhasil melewati awal-awal masa hidupmu, tentunya tak lepas dari pertolongan dari Sang Pemilik Hidup. Teruslah bertumbuh dan berkembang, dan semoga kelak menjadi anak yg sholeh. Amin.

Kebahagiaan yang Tak Ternilai

Kebahagiaan yang Tak Ternilai

Setelah kami menikah 4 Maret silam, kami memang langsung tancap gas. Ya, betul, kami langsung berharap segera diberi momongan. Meski saat menikah, usia saya masih 24 tahun yang tergolong masih muda, tapi tak terbesit sedikitpun untuk menunda-nunda giat reproduksi. Hehe. Dan, Allah pun mengabulkan doa dan harapan kami. Siang hari itu, di suatu klinik di Kadipaten, 8 Januari 2019, lahirlah anak kami yang pertama melalui persalinan normal, seorang Jagoan. Saat bayi mungil itu menangis, air mata ini mengalir begitu derasnya. Tangis haru bahagia ini membuat saya tak mampu berkata-kata. Sampai-sampai dokterlah yang mengingatkan saya untuk segera mengabadikan momen itu. Begitupula dengan yang mengabari keluarga di Malang, Ibu sayalah yang menelepon kesana. Bayi mungil ini kuberi  nama sesuai dengan apa yang saya rencanakan bersama istri sejak lama.

MUHAMMAD FAQIH ZEWAIL ALFAUZI

MUHAMMAD, banyak harap dan doa dalam nama yg kuberikan padanya, Nabi Muhammad adalah panutan kita, nabi akhir zaman, penegak agama yg ramah dan penuh kasih sayang. Semoga kelak ia menjadikan baginda Nabi Muhammad Shollallohu alaihi wasallam sebagai teladan utama dalam bersikap dan bertindak. Menjadi pejuang agama dan bangsanya. Dan tak lupa untuk selalu bersholawat kepadanya.

FAQIH, berarti ahli ilmu fiqih, ilmu syariat Islam. Secara etimologi berarti orang yang memahami secara mendalam. Semoga saat ia tumbuh nanti, ia dapat melihat sama seperti yg lainnya, namun mampu memahami lebih dari apa yg orang lain pahami. Sehingga menghasilkan kebijaksanaan dalam bersikap dan dalam menghadapi persoalan. Faqih juga terinspirasi dari nama seorang ulama besar KH. Abdullah Faqih, salahsatu ulama khos NU asal Langitan Tuban, Guru dari Gusdur. Semoga keulamaan beliau bisa tertular kepadanya

ZEWAIL, nama seorang kimiawan asal Mesir, peraih nobel bidang kimia karena penemuannya terkait cabang baru ilmu kimia, Femtochemistry. Saya mengagumi beliau karena ditengah kejumudan intelektual sains dunia Islam, beliau menunjukkan bahwa sains dan islam tak perlu ada dikotomi yg akhirnya mendegradasi paradigma berfikir seorang muslim.

ALFAUZI, kemenangan, kesuksesan, kejayaan, semoga kau mengilhaminya dalam kehidupanmu di masa depan nanti.

Welcome to the world, my son! Sungguh kebahagiaan yang tak ternilai bagi saya.

Semoga Allah selalu memberkati dan merahmatimu, amiiiin.

ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما. آمين يارب العالمين.

Barisan Yalal Balad dan Pengantin yang Malang

Barisan Yalal Balad dan Pengantin yang Malang

Saat mendengar kabar bahwa sahabat seangkatan ada yang hendak melepas lajang, saya yg sekarang sudah dilucuti status kemahasiswaannya dan menjadi pengangguran merasa terpanggil untuk memenuhi undangannya, terlebih si mempelai wanita nya juga teman seangkatan saat di pesantren dulu. Ini adalah undangan nikah pertama dari teman di pesantren yang bisa kuhadiri. Dalam undangan-undangan pernikahan sebelumnya, tentu saya tidak bisa hadir, jarak dan waktu jadi alasan logisnya. Saya masih dalam proses berjuang menjadi pengangguran bergelar di bumi Ken Arok.

Saat tiba di Garut, sungguh tak ada yg membuat saya keheranan, tidak ada yang berubah daru mereka, sahabat-sahabat saya masih sama seperti dulu, malah mereka terheran-heran kepada saya menanyakan bagaimana bisa saya mengembang sebesar ini? Apa terlalu banyak ragi roti? Hahaha. Ah, sudahlah. Aceng Gehu, Sang pengantin juga tetap tak berubah, tetap dengan kepalanya yg besar, untung besarnya tak bertambah, bukan begitu, Ceng?

Setelah selesai berfoto dg pengantin, kami singgah di rumah salah satu sahabat di daerah wanaraja, ihsan namanya. Ikan dan Nasi Liwet jadi hidangan yang disajikan. Tak lupa sambal menjadi pelengkap kenikmatan hidangan malam itu. Saya pun akhirnya terlelap melepas rasa lelah setelah perjalanan yg cukup jauh.

Esoknya, dengan beberapa upaya lobbying, kami kembali ke lokasi pernikahan, kali ini bukan acara formal resepsi, hanya forum sahabat heureuy ngalor ngidul sambil menginterogasi si Aceng, sang pengantin. Kami menamai gerakan kami “Ya lalbalad”, sebutan yang cukup rahasia untuk bisa saya ceritakan dalam tulisan ini. Ini demi melindungi Sang kreator, Rizka dan Adam dari jeratan hukum, hahaha.

Akibat dari proses mediasi yang berhasil, sore harinya kami mengunjungi Wisata Darajat Pass, pemandian air panas terkenal di seantero jawa barat. Tak lupa kami nyanyikan lagu “Ya lalbalad” (balad= sahabat/koncokentel) sebagai ucapan terimakasih. Kami videokan dan dikirim ke korban pemalakan kami, siapa lagi kalau bukan kedua mempelai teman kami. Berendam di air hangat dalam cuaca dingin itu kenikmatan yg luar biasa. Aslina dak. Maknyuss.

Kami pulang dengan perasaan puas, undangan plus plus, gumamku. Sepulang dari Darajat, saya berpisah dengan sahabat2, mereka masih hendak mengunjungi Annur Malangbong, tempat gus Bahar. Kabarnya, bakakak ayam jadi menu hidangan disana. Luar biasa militan barisan “Yalalbalad” ini, pikirku.

Sampai jumpa lagi komando! Rizka, adam, jajang, hilmi, rendi fatur, ihsan, yayang, dll.

Mem-Bandung Episode 2

Mem-Bandung Episode 2

Saya cenderung tidak punya teman di lingkungan tempat tinggal saya. Karena sejak kecil saya menghabiskan waktu diluar kandang. Sehingga bila bersinggah di suatu Kota yang ditinggali sahabat saya, entah memang itu rumahnya, atau memang karena alasan studi maupun pekerjaan. Saya harus mengesampingkan rasa sungkan dan sejenisnya. Jadi, merepotkan mereka sudah saya anggap sebagai hal yang biasa saja. Saya berpikir positif saya, semoga saja mereka berpikir sama seperti saya. Selepas perpisahan di pesantren, karena jarak dan kesibukan masing-masing, saya dan mereka jarang atau bahkan tidak pernah bertemu sama sekali. Bertahun-tahun. Maka meluangkan waktu untuk sekedar ngopi-ngopi cangkrukan melepas kerinduan sehari dua hari saya pikir tidak akan mengganggu rutinitas mereka. Toh, mereka juga masih Jomblo. Haha.

Kunjungan kedua saya ke Bandung dengan motoran selama 3 jam saya coba manfaatkan untuk menjalin silaturahmi dengan sahabat-sahabat lama. Rute pertama, yang saya singgahi malah seorang betina, Ijul namanya. Ia sahabat sejak mesantren di Haurkuning, Tasikmalaya yang hingga sekarang tetap istiqomah melanjutkan petualangannya di penjara suci dekat UIN. Bedanya, ia sambi aktivitas kuliah dan pesantrennya dengan pekerjaan sebagai tutor salah satu lembaga privat.

“Masih jomblo? Belum move on ti si eta?”, canda saya.

Jawabannya cukup panjang, mungkin ada sekitar 3 paragraf jika dirangkum, hahaha. Saya mengobrol gak terlalu lama, karena memang ketemu bakda maghrib, dan ia memang ada jadwal mengaji bakda isya di pondok. Selanjutnya, motor saya gas lagi dari Cibiru ke Cihanjuang. Lumayan jauh. Disitu saya cuma numpang ngorok di kosan sepupu.

Karena cuaca yang begitu sejuk dan memagerkan, saya baru keluar kosan di sore hari. Saya memberanikan diri menghubungi mas muwafiq, senior PMII Kota Malang yang tempo hari ada insiden dengan saya, hehe. Meski begitu, silaturahmi harus tetap dijaga, toh kami sudah bermaaf-maafan. wkwkwk. Saya bertemu dengan beliau di sebuah warkop di tengah Kota Bandung, saya lupa namanya. Kemudian saya diajak lanjut ngopi di kediamannya di daerah Ciumbuleuit. Sungguh suasana yang memagerkan, hawa sejuk malam menyebabkan penyeruputan kopi dan pembakaran asap sederhana lebih cepat dan intens. Sayangnya, saking asyiknya ngobrol, kami jadi lupa mengabadikan momen ngopi itu. Hilang sudah satu bahan untuk diupload. Tapi yang terpenting, kami berbicara banyak hal, dari mulai organisasi, ideologi sampai kehidupan. Maturnuwun, mas.

Esoknya, saya mengagendakan bertemu dengan sahabat semasa mesantren di Al Hikmah 2 Brebes dulu, ada azwar, desainer dan juga kaligrafer handal yang menurut galih sudah menjadi “budak kapitalis”, hahaha. Nah, galih ini sejak keluar pondok sampai sekarang ini baru ketemu, total 8 tahun hilang tanpa jejak. Yang bikin saya kaget adalah ketika ia membuka helmnya, rambutnya luar biasa. Selain galih, ada samsul. Kalo Samsul ini calon perawat dengan senyum pepsodent mata merem yang istiqomah dia jaga hingga sekarang. hahaha.

Akhiron, terimakasih atas sambutan yang hangat dari semua sahabat yang saya kunjungi. Semoga gak kapok jika saya berkunjung kembali, hehe. Semoga silaturahmi kita tetap terjaga, kata Nabi SAW, Silaturahmi itu menangguhkan kematian dan memperluas rezeki. Saya sangat meyakini hadits tersebut. Bagaimana tidak? karena dengan bersilaturahmi, kita bisa melepas beban dan penat dengan bercanda tawa. Bukankah suasana hati tanpa beban dan perasaan senang mampu meremajakan usia sel tubuh kita? Dan karena dengan Silaturahmi juga, siapa yang tahu kita bisa bekerja sama membangun suatu bisnis. Bukankah semakin banyak kita mrmbangun relasi, makin banyak peluang kita dlam membangun relasi bisnis? Salam.

Mem-Bandung dan Berziarah ke Mahbub Djunaidi

Mem-Bandung dan Berziarah ke Mahbub Djunaidi

Selepas lulus S1 di Malang nanti, memang ibu saya (baca:mamah) sangat menginginkan anak sulungnya ini tak lagi melanjutkan studi di Kota yang terlalu jauh dari rumah. Bagaimana tidak berharap, sejak SD sampe sekarang ini, saya terus-terusan merantau. Maka dari itu, saya mencoba mencari-cari info untuk peluang melanjutkan studi di Universitas Padjadjaran. Satu-satunya cara agar mudah mendapat info, ya langsung berangkat saja ke Kota Kembang. Dan siapa lagi yang saya mintai tolong selain teman saya saat mesantren di Tasikmalaya. Namanya Rizka, ia berkuliah di UIN Bandung dan juga sama-sama berorganisasi di PMII, terlebih ia adalah eks Ketua Rayon Dakwah PMII UIN Bandung.

Gambar: Sahabat PMII UNPAD

Bukan tanpa sebab menghubungi teman pondok yang juga kader PMII. Saya memang berharap nantinya dikoneksikan ke sahabat-sahabat PMII di UNPAD, biar lebih mudah cari info, pikir saya. Beginilah keuntungannya berorganisasi, dimanapun kita singgah, karena sama-sama anggota PMII, minimal kita bisa numpang tidur di sekretariatnya, maksimal bisa mendapat jejaring sahabat baru. Melalui rizka, saya dikenalkan ke Haris, eks Ketua PMII Komisariat UNPAD. Ia berkuliah di jurusan sejarah. Saya disambut dengan baik saat ngopi-ngopi di kampus UNPAD Jatinangor bersama dan saya cukup banyak mendapat info yang dibutuhkan

Di waktu maghrib, saya janji bertemu dengan Mas Muwafiq, salah satu senior PMII Kota Malang yang sekarang melanjutkan studi di ITB. Wah, dalam prosesnya ada peristiwa yang cukup tidak mengenakkan. Saya tak perlu ceritakan. Yang pasti saya harus memohon maaf sebesar-besarnya sama mas Muwafiq dan istri. Akibat kesalahan saya, njenengan harus bolak balik Cibiru-Jatinangor dua kali. Sekali lagi, nyuwun pangapunten mas.

Besoknya, saya diantar oleh rizka ke makam Mahbub Junaidi, ya, Ketua Umum PB PMII pertama, yang juga dikenal sebagai wartawan, kolomnis, sastrawan dan juga aktivis yang sangat kritis. Anda bisa dapatkan info tentang sepak terjang Mahbub Junaidi melalui mbah gugel. Sukur-sukur bisa baca bukunya, seperti Dari Hari ke Hari, Kolom demi Kolom, Politik Tingkat Tinggi Kampus, Asal Usul, dan lain-lain. Makamnya terletak di gang kecil di Jl. Sukarno-Hatta, Bandung. Tepatnya di TPU Assalaam. Selesai membaca Yaasiin dan Tahlil, saya merenung sejenak dan tiba-tiba teringat salah satu kutipannya.

Gambar: Yasin dan Tahlil di Makam Mahbub Djunaidi

“Aku akan menulis dan akan terus menulis. Sampai tak mampu lagi menulis.”

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِلْمَاءِ وَالشَّلْجِ وَالْبَرْدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنَ الدَّ نَسِ وَاَبْدِلْهُ دَارً اخَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَاَهْلًا خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَادْخِلْهُ الجَنَّةَ وَاعِذْهُ مِنْ عَدَابِ الْقَبرِ وَفِتْنَتِهِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ

Semoga kita dapat mengambil keteladanan dari seorang Mahbub Djunaidi. Keteladanan dalam kepemimpinan, idealisme, dan perjuangannya. Amin. Semoga dilain waktu, saya bisa kembali berziarah ke makam beliau. Terkhusus untuk H. Mahbub dan seluruh pendiri PMII. Lahumul Faatihah.