“AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH” : PERSPEKTIF PLURALISME-PEMBEBASAN


Ahlussunnah Wal-Jama’ah sebagai Paham keagamaan
Secara terminologis Ahlussunnah Wal Jama’ah Menurut Syekh Abu al-Fadl ibn Syekh ‘Abdus Syakur al-Senori adalah kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi saw. dan thariqah (jalan) para sahabatnya dalam hal akidah (tauhid), amaliyah fisik (fiqh), dan akhlaq batin (tasawwuf). Syekh ‘Abdul Qodir al-Jailani mendefinisikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan as-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. (meliputi ucapan, prilaku, serta ketetapan beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian jama’ah adalah segala sesuatu yang yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi saw. pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah Allah.”
Secara historis, para imam Aswaja di bidang akidah telah ada sejak zaman para sahabat Nabi saw. sebelum munculnya paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu di antaranya adalah ‘Ali bin Abi Thalib ra., karena jasanya menentang pendapat Khawarij tentang al-Wa‘d wa al-Wa‘îddan pendapat Qadariyah tentang kehendak Allah dan daya manusia. Di masa tabi’in ada beberapa imam, mereka bahkan menulis beberapa kitab untuk mejelaskan tentang paham Aswaja, seperti ‘Umar bin ‘Abd al-Aziz dengan karyanya “Risâlah Bâlighah fî Raddi ‘alâ al-Qadariyah”. Para mujtahid fiqh juga turut menyumbang beberapa karya teologi untuk menentang paham-paham di luar Aswaja, seperti Abu Hanifah dengan kitabnya “Al-Fiqh al-Akbar”, Imam Syafii dengan kitabnya “Fi Tashîh al-Nubuwwah wa al-Radd ‘alâ al-Barâhimah”. Generasi Imam dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan al-Asy’ari (260 H – 324 H), lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mu’tazilah.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa akidah Aswaja secara substantif telah ada sejak masa para sahabat Nabi saw. Artinya paham Aswaja tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam al-Asy’ari, tetapi beliau adalah salah satu di antara imam yang telah berhasil menyusun dan merumuskan ulang doktrin paham akidah Aswaja secara sistematis sehingga menjadi pedoman akidah Aswaja.
Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah. Istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai suatu paham sebenarnya belum dikenal pada masa al-Asy’ary (260-324 H/873-935 M), tokoh yang dianggap sebagai salah seorang pendiri paham ini. Bahkan para pengikut al-Asy’ary sendiri, seperti al-Baqillani (w. 403 H), al-Baghdadi (w. 429 H), al-Juwaini (w. 478 H), al-Ghazali (w. 505 H) juga belum pernahb menyebutkan term tersebut. Pengakuan sewcara eksplisit mengenai adanya paham Aswaja baru dikemukakan oleh az-Zabidi (w. 1205 H) bahwa apabila disebut Ahussunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asy’ari dan Al-Maturidi (w. 333 H/944 M).
Lebih lengkap lagi Imam Ibnu Hajar al-Haytami berkata: Jika Ahlussunnah wal jama’ah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut rumusan yang digagas oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Dalam fiqh adalah mazhab empat, Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dalam tasawuf adalah Imam al-Ghazali, Abu Yazid al-Busthomi, Imam Abul Qasim al-Junaydi, dan ulama-ulama lain yang sepaham. Semuanya menjadi diskursus Islam paham Ahlussunnah wal jama’ah.
Secara teks, ada beberapa dalil Hadits yang dapat dijadikan dalil tentang paham Aswaja, sebagai paham yang menyelamatkan umat dari kesesatan, dan juga dapat dijadikan pedoman secara substantif. Di antara teks-teks Hadits Aswaja adalah:
افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَ سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إلَّا وَاحِدَةً. قَالُوا: مَنْ هم يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي.
Dari Abi Hurairah r.a. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Terpecah umat Yahudi menjadi 71 golongan. Dan terpecah umat Nasrani menjadi 72 golongan. Dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu.” Berkata para sahabat, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?”  Rasulullah saw. Menjawab, “Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.”
Jadi inti paham Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) seperti yang tertera dalam teks Hadits adalah paham keagamaan yang sesuai dengan sunnah Nabi saw. dan petunjuk para sahabatnya.
Beberapa Aspek Di dalam Paham Ahlussunnah Wal-Jama’ah
Karena secara substansi paham Aswaja adalah Islam itu sendiri, maka ruang lingkup Aswaja berarti ruang lingkup Islam itu sendiri, yakni aspek aqidah, Syari’at, dan akhlaq. Seperti disebutkan oleh para ulama Aswaja, bahwa aspek yang paling krusial di antara tiga aspek di atas adalah aspek aqidah
1.     Aqidah
Aspek ini krusial, karena pada saat Mu’tazilah dijadikan paham keagamaan Islam resmi pemerintah oleh penguasa Abbasiyah, terjadilah kasus mihnah (diterangkan dalam Tarîkh al-Thabariy) yang cukup menimbulkan keresahan ummat Islam. Ketika Imam al-Asy’ari tampil berkhotbah menyampaikan pemikiran-pemikiran teologi Islamnya sebagai koreksi atas pemikiran teologi Mu’tazilah dalam beberapa hal yang dianggap bid’ah atau menyimpang, maka dengan serta merta masyarakat Islam menyambutnya dengan positif, dan akhirnya banyak umat Islam menjadi pengikutnya yang kemudian disebut dengan kelompok Asy’ariyah dan terinstitusikan dalam bentuk Madzhab Asy’ari.
Di tempat lain yakni di Samarqand Uzbekistan, juga muncul seorang Imam Abu Manshur al-Maturidi (w. 333 H) yang secara garis besar rumusan pemikiran teologi Islamnya paralel dengan pemikiran teologi Asy’ariyah, sehingga dua imam inilah yang kemudian diakui sebagai imam penyelamat akidah keimanan, karena karya pemikiran dua imam ini tersiar ke seluruh belahan dunia dan diakui sejalan dengan sunnah Nabi saw. serta petunjuk para sahabatnya, meskipun sebenarnya masih ada satu orang ulama lagi yang sepaham, yaitu Imam al-Thahawi (238 H – 321 H) di Mesir. Akan tetapi karya beliau tidak sepopuler dua imam yang pertama. Akhirnya para ulama menjadikan rumusan akidah Imam Asy’ari dan Maturidi sebagai pedoman akidah yang sah dalam Aswaja.
Secara materiil banyak produk pemikiran Mu’tazilah yang, karena metodenya lebih mengutamakan akal daripada nash (Taqdîm al-‘Aql ‘alâ al-Nash), dinilai tidak sejalan dengan sunnah, sehingga sarat dengan bid’ah, maka secara spontanitas para pengikut imam tersebut bersepakat menyebut sebagai kelompok Aswaja, meskipun istilah ini bahkan dengan pahamnya telah ada dan berkembang pada masa-masa sebelumnya, tetapi belum terinstitusikan dalam bentuk mazhab. Karena itu, secara historis term aswaja baru dianggap secara resmi muncul dari periode ini. Setidaknya dari segi paham telah berkembang sejak masa ‘Ali bin Abi Thalib r.a., tetapi dari segi fisik dalam bentuk mazhab baru terbentuk pada masa al-Asy’ari, al-Maturidi, dan al-Thahawi.
2.     Syari’at
Ruang lingkup yang kedua adalah syari’ah atau fiqh, artinya paham keagamaan yang berhubungan dengan ibadah dan mu’amalah. Sama pentingnya dengan ruang lingkup yang pertama, yang menjadi dasar keyakinan dalam Islam, ruang lingkup kedua ini menjadi simbol penting dasar keyakinan. Karena Islam agama yang tidak hanya mengajarkan tentang keyakinan tetapi juga mengajarkan tentang tata cara hidup sebagai seorang yang beriman yang memerlukan komunikasi dengan Allah S.W.T., dan sebagai makhluk sosial juga perlu pedoman untuk mengatur hubungan sesama manusia secara harmonis, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Yang dimaksud dengan ibadah adalah tuntutan formal yang berhubungan dengan tata cara seorang hamba berhadapan dengan Tuhan, seperti shalat, zakat, haji, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan muâmalah adalah bentuk ibadah yang bersifat sosial, menyangkut hubungan manusia dengan sesama manusia secara horisontal, misalnya dalam hal jual beli, pidana-perdata, social-politik, sains dan sebagainya. Yang pertama disebut habl min Allâh (hubungan manusia dengan Allah), dan yang kedua disebut habl min al-nâs (hubungan manusia dengan manusia).
Dalam konteks historis, ruang lingkup yang kedua ini disepakati oleh jumhur ulama bersumber dari empat mazhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali. Secara substantif, ruang lingkup yang kedua ini sebenarnya tidak terbatas pada produk hukum yang dihasilkan dari empat madzhab di atas, produk hukum yang dihasilkan oleh imam-imam mujtahid lainnya, yang mendasarkan penggalian hukumnya melalui al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas, seperti, Hasan Bashri, Awzai, dan lain-lain tercakup dalam lingkup pemikiran Aswaja, karena mereka memegang prinsip utama Taqdîm al-Nash ‘alâ al-‘Aql (mengedepankan daripada akal).
3.     Akhlaq
Ruang lingkup ketiga dari Aswaja adalah akhlak atau tasawuf. Wacana ruang lingkup yang ketiga ini difokuskan pada wacana akhlaq yang dirumuskan oleh Imam al-Ghazali, Abu Yazid al-Busthami, dan al-Junayd al-Baghdadi, serta ulama-ulama sufi yang sepaham.
Ruang lingkup ke-tiga ini dalam diskursus Islam dinilai penting karena mencerminkan faktor ihsan dalam diri seseorang. Iman menggambarkan keyakinan, sedang Islam menggambarkan syari’ah, dan ihsan menggambarkan kesempurnaan iman dan Islam. Iman ibarat akar, Islam ibarat pohon. Artinya manusia sempurna, ialah manusia yang disamping bermanfaat untuk dirinya, karena ia sendiri kuat, juga memberi manfaat kepada orang lain (transformasi kesholehan individuan menuju kesholehan sosial). Ini yang sering disebut dengan insan kamil. Atau dalam istilah lain disebut dengan three principles of human life Kalau manusia memiliki kepercayaan tetapi tidak menjalankan syari’at, ibarat akar tanpa pohon, artinya tidak ada gunanya. Tetapi pohon yang berakar dan rindang namun tidak menghasilkan buah, juga kurang bermanfaat bagi kehidupan. Jadi ruang lingkup ini bersambung dengan ruang lingkup yang kedua, sehingga keberadaannya sama pentingnya dengan keberadaan ruang lingkup yang pertama dan yang kedua, dalam membentuk insan kamil.
Substansi ajaran Nabi dalam Ahlussunnah Wal Jama’ah
Secara esensial ajaran Aswaja adalah ajaran Islam, sebab berdasarkan Hadits di atas bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok yang mengikuti sunnah rasul dan para sahabatnya yakni ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi dan yang dilanjutkan oleh para sahabatnya. Maka untuk memahami Aswaja, sangatlah perlu untuk melihat bagaimana sebenarnya latar belakang Islam itu muncul dan apa saja ajaran yang diberikan oleh Nabi. Hal ini bukanlah semata sebagai sebagai upaya untuk mengindikasikan adanya truth claim, akan tetapi secara arif untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai pemaknaan ajaran Islam itu sendiri dan menjelajahi kembali tentang bagaimana relevensinya terhadap kelompok-kelompok yang sering mengaku dirinya sebagai kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Terlepas dari pemaknaan secara formal, Islam tidak lahir dari sebuah ruang hampa. Ada beberapa latar belakang yang menjadi penyebab mengapa agama samawi tersebut turun. Factor yang paling dominan adalah sosio-kultural tempat di mana ia turun yakni di semenanjung Arabia. Di tempat gersang dengan perilaku masyarakatnya yang jahil inilah diutus seorang agung keturunan Quraisy Muhammad SAW.
Fakta bahwa Islam lebih dari sekedar sebuah agama formal, tetapi juga risalah yang agung bagi transformasi social dan tantangan bagi kepentingan-kepentingan pribadi, dibuktikan oleh penekanannya pada sholat dan zakat. Di mana masing-masing rukun tersebut melambangkan adanya kesetaraan social dan keadilan.
Nabi Muhammad, dengan inspirasi wahyu ilahiyah menurut formulasi teologis, mengajukan sebuah alternatif tatanan social yang adil dan tidak eksploitatif serta menentang penumpukan kekayaan di tangan  segelintir orang. Hal inilah yang menjadi factor utama mengapa Islam pada saat itu tidak dapat diterima oleh beberapa petinggi di Makkah. Harus dicatat, kaum hartawan Makkah bukan tidak mau menerima ajaran-ajaran keagamaan Nabi sebatas ajaran-ajaran tentang penyembahan kepada satu Tuhan (Tauhid). Hal itu bukanlah sesuatu yang merisaukan mereka. Akan tetapi, yang merisaukan mereka justru pada implikasi-implikasi social-ekonomi dari risalah nabi itu. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya ajaran Islam mengedepankan kesetaraan social dan keadilan dalam ekonomi.
 Di Madinah, terlepas dari perdebatan apakah Nabi membentuk sebuah Negara Islam ataupun tidak, semuanya sepakat bahwa Beliau telah memperhatikan konsep masyarakat politik secara serius untuk menciptakan suatu organ yang dapat diterima semua pihak guna menangani semua urusan yang ada di kota tersebut. Pada saat itu Madinah adalah kota yang terdiri dari beberapa suku, ras dan agama. Dapat dikatakan bahwa masyarakat Madinah adalah masyarakat Plural yang tidak jauh beda dengan masyarakat Negara-negara modern saat ini.
Nabi membuat masyarakat politik di Madinah berdasarkan consensus dari kelompok dan dan suku yang dikenal dengan “Piagam Madinah”. Dokumen ini meletakkan dasar bagi komunitas politik di Madinah dengan segala perbedaan yang ada dengan menghormati kebebasan untuk mengamalkan agama dan keyakinan mereka masing-masing. Dapat kita simpulkan bahwa dakwah Nabi lebih ditekankan pada consensus dari beberapa kelompok dan tidak pada paksaan ataupun kekerasan. Hal ini juga merupakan prinsip dasar ajaran Islam, yakni kebebasan.
Kemudian kasus yang sering terjadi, .sebagian Muslim, yang karena memiliki iman tebal tetapi kurang dibarengi dengan pemahaman mendalam atas prinsip dasar Islam acapkali menyimpulkan bahwa, dakwah yang dilakukan bias dengan jalan kekerasan. Kemudian logikanya diteruskan dengan memerangi orang kafir yang sudah dikelirukan sebagai orang di luar Islam. Pemaknaan semacam ini sudah jelas adalah pemahaman yang menyimpang dari fitrah Islam dan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Intinya bahwa Islam bukanlah agama anarkis, Islam adalah agama fitrah. Kang Said mengatakan bahwa ada beberapa prinsip universal yang perlu diperhatikan dalam ajaran Islam yakni; (1) al-nafs (jiwa/nyawa manusia), (2) al-maal (harta kekayaan), (3) al-aql (akal/ kebebasan berpikir), (4) al-nasl (keturunan/jaminan keluarga), (5) al-‘ardl (kehormatan/ jaminan profesi).
Dengan prinsip Islam di atas kita akan lebih bisa memahami bagaimana seharusnya citra diri seorang Muslim dan bagaimana Islam itu didakwahkan. Sehingga kita akan lebih arif dalam memilih dan memilah ajaran Islam yang seperti apakah yang sesuai dengan ajaran Nabi dan lebih singkatnya “yang mana sich yang Ahlussunnah Wal Jama’ah ???”
Tetapi Perlu diingat bahwa Diskursus mengenai Ahlussunnah Wal Jama’ah (ASWAJA) sebagai bagian dari kajian ke-Islaman merupakan upaya untuk mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikannya. Kesemuanya sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.
Ahlussunnah Wal Jama’ah Sebagai Metodologi Berpikir
Sebenarnya Aswaja sebagaiManhajul Fikr secara eksplisit- meskipun sedikit berbeda terminologi- sudah dikenal dalam tubuh Nahdlotoel Oelama. Aswaja yang seperti ini digunakan sebagai metode alternatif  untuk menyelesaikan suatu masalah keagamaan ketika dua metode sebelumnya yakni metode Qauly dan Ilhaqy tidak dapat menyelesaikan problem keagamaan tersebut. Di NU sendiri metode seperti ini terkategorikan sebagai salah satu metode ber-madzhab dan disebut dengan metode Manhajy yang menurut Masyhuri adalah suatu cara menyelesaikan masalah keagamaan yang ditempuh Lajnah Bahtsul Masa’il dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun imam madzhab.
Pada kenyataannya Aswaja tidak hanya dapat dimaknai sebagai ajaran teologis saja, karena problem yang dihadapi oleh umat saat ini tidaklah sesederhana dan se-simpleperiode Islam terdahulu. Lebih luasnya Aswaja dapat ditransformasikan ke dalam aspek ekonomi, politik, dan social. Pemaknaan seperti ini berangkat dari kesadaran akan kompleksitas masalah di masa kini yang tidak hanya membutuhkan solusi bersifat konkret akan tetapi lebih pada solusi yang sifatnya metodologis, sehingga muncul term Aswaja sebagai Manhajul Fikr (metode berpikir).
Sebagai upaya ‘kontektualisasi’ dan aktualisasi aswaja tersebut, rupanya perlu bagi PMII untuk melakukan pemahaman metodologis dalam menyentuh dan mencoba mengambil atau menempatkan Aswaja sebagai ‘sudut pandang/perspektif’ dalam rangka membaca realitas Ketuhanan, realitas manusia dan kemanusiaan serta realitas alam semesta.
Namun tidak hanya berhenti sampai disitu , Aswaja sebagai Manhajul Fikri harus bisa menjadi ’busur’ yang bisa menjawab berbagai macam realitas tersebut sebagai upaya mengkontekstualisasikan  ajaran Islam sehingga benar-benar bisa membawa Islam sebagai rohmatan Lil Alamin, dengan tetap memegang  empat prinsip dasar  Aswaja , yaitu  :
1.      Tawasuth .
Moderat, penengah . Selalu tampil dalam upaya untuk menjawab tantangan umat dan sebagai bentuk semangat ukhuwah sebagai prinsip utama dalam memanivestasikan paham Aswaja. Mengutip Maqolah Imam Ali Ibn Abi Thalib R.A.;
kanan dan kiri itu menyesatkan, sedang jalan tengah adalah jalan yang benar
2.      Tawazun
Penyeimbang. Sebuah prinsip istiqomah dalam membawa nilai-nilai aswaja tanpa intervensi dari kekuatan manapun, dan sebuah pola pikir yang selalu berusaha untuk menuju ke titik pusat ideal (keseimbangan)
3.      Tasamuh
Toleransi, sebuah prinsip yang fleksibelitas dalam menerima perbedaan, dengan membangun sikap keterbukaan dan toleransi. Hal ini lebih diilhami dengan makna
lakum dinukum waliyadin” dan “walana a’maluna walakum a’maluku”,
sehingga metode berfikir ala aswaja adalah membebaskan, dan melepaskan dari sifat egoistik dan sentimentil pribadi ataupun bersama.
4.      Al-I’tidal
Kesetaraan/Keadilan, adalah konsep tentang adanya proporsionalitas yang telah lama menjadi metode berfikir ala aswaja. Dengan demikian segala bentuk sikap amaliah, maqoliah dan haliahharus diilhami dengan visi keadilan
Empat prinsip dasar tersebut adalah solusi metodis  yang diberikan Aswaja. Dengan metode ini problem-problem dari realitas masa kini sangat mungkin untuk menemukan solusi. Dan yang terpenting adalah empat prinsip tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW, dan justru merupakan prinsip-prinsip dasar Universalitas ajaran Islam sebagai rohmatan Lil Alamin.

Sejarah Pasang Surut Hubungan PMII dan HMI

Membicarakan hubungan PMII dengan HMI dalam sejarah gerakan kemahasiswaan di Indonesia perlu kehati-hatian, sebab sampai saat ini masih banyak kita dapatkan penulisan sejarah gerakan kemahasiswaan di Indonesia yang ditulis secara subyektif tanpa dilengkapi data-data yang ada. Keadaan yang demikian ini pada akhirnya akan merugikan perjuangan pemuda dan mahasiswa Islam secara keseluruhan, bahkan perjuangan ummat Islam itu sendiri. Kita berharap dengan mengungkap fakta secara jujur dan obyektif, persoalan yang dulu, bahkan kini masih dianggap salah dan menodai perjuangan ummat Islam sedikit demi sedikit akan kita hapuskan, dan tulisan ini jauh dari niat dan sikap apologis terhadap perjuangan dan langkah yang pernah dilakukan oleh PMII.Seperti kita ketahui bahwa kelahiran PMII dianggap tidak lain sebagai tindakan memecah belah persatuan ummat Islam dari sekelompok mahasiswa yang haus akan kedudukan. Selain itu tuduhan yang cukup menyakitkan adalah bahwa kelahiran PMII dianggap sebagai pengkhianatan terhadap ikrar ummat Islam yang dikenal dengan “Perjanjian Seni Sono”, yang salah satu isinya adalah “Pengakuan terhadap HMI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia”. Selengkapnya penulis akan mengutip secara utuh isi dari perjanjian tersebut, yang dikutip dari buku Sejarah Perjuangan HMI (1947 – 1975) Tulisan Drs. Agus Salim Sitompul :

Untuk meningkatkan persatuan ummat Islam itu, yang menyangkut semua lapangan perjuangan di Gedung Seni Sono (sebelah selatan Gedung Agung) Yogjakarta dari tanggal 20 – 25 Desember 1949, dilangsungkan kongres Muslimin II setelah Indonesia Merdeka. Sebanyak 129 organisasi dari berbagai jenis dan tingkatan, dari segenap penjuru tanah air, sama-sama bersepakat mengambil keputusan antara lain :
  1. Mendirikan badan penghubung, mengkoordinir kerjasama antar organisasi Islam, politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan dengan nama Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) dibawah pimpinan satu sekretariat.
  2. Menyatukan organisasi pelajar Islam, bernama Pelajar Islam Indonesia (PII)
  3. Menyatukan organisasi guru Islam dengan nama Persatuan Guru Islam Indonesia (PGI)
  4. Menggabungkan organisasi-organisasi pemuda dalam satu badan yang bernama Dewan Pemuda Islam Indonesia
  5. Hanya satu organisasi mahasiswa Islam Indonesia, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang bercabang di tiap-tiap kota yang ada sekolah tinggi [1])
Dengan membaca poin terakhir dar isi perjanjian Seni Sono itu, kalangan luar PMII dengan mudahnya menuduh bahwa kelahiran PMII tidak lain dari upaya memecah belah ummat Islam dan usaha dari sekelompok mahasiswa yang menginginkan kedudukan. Pernyataan pertama dapat kita buktikan dengan mengutip tulisan Drs. Agus Salam Sitompul dalam buku Sejarah Perjuangan HMI (1947 – 1975) sebagai berikut :
…….”Walaupun perjanjian Seni Sono tahun 1949 diputuskan oleh wakil-wakil ummat Islam berbagai organisasi, tetapi ternyata perjanjian dan keputusan itu sudah dilanggar, tidak dipenuhi, bahkan tidak dipatuhi dan sudah dilupakan sama sekali terbukti dengan berdirinya organisasi-organisasi Islam sejenis,………….
          Dibidang organisasi mahasiswa (HMI), kini organisasi mahasiswa Islam ada 6 yaitu:
  1. Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMI) – PSII berdiri pada  2 April 1956,
  2. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berdiri pada 17 April 1960,
  3. Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM) berdiri pada 4 April 1964,
  4. Kesatuan Mahasiswa Islam (KMI) berdiri pada 20 Januari 1964,
  5. Himpunan Mahasiswa Al-Jamiatul Wasliyah (HIMMAH) berdiri pada 8 Mei 1961. [2])
Kalau kita telusuri sejarah perjuangan ummat Islam di Indonesia, seperti kita ketahui bahwa sebelum adanya perjanjian Seni Sono sudah ada perjanjian serupa, yang isinya tidak jauh berbeda, yakni kecenderungan ummat Islam akan wadah-wadah tunggal sebagai pengejawantahan dari semangat ukhuwah Islamiyah. Perjanjian tersebut dikenal dengan IKRAR 7 NOPEMBER 1945, dimana hanya mengakui Masyumi sebagai wadah satu-satunya partai politik Islam. Namun karena akhirnya lahir beberapa partai Islam selain Masyumi, seperti PSII, PERTI, dan akhirnya NU, maka sering dilontarkan pernyataan-pernyataan bahwa ummat Islam Indonesia memang tidak bisa bersatu, baik itu dikalangan orang tuanya, lebih-lebih dikalangan pemudanya.
Bagaimanapun juga kelahiran PMII tidak bisa lepas dari eksistensi NU sebagai partai politik, tidak juga dapat dinafikan dengan keberadaan organisasi mahasiswa yang terdahulu yaitu HMI. Apalagi tokoh-tokoh HMI seringkali menyinggung masalah perjanjian seni sono yang salah satunya isinya adalah pengakuan HMI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa, namun ternyata dikemudian hari bermunculan organisasi mahasiswa yang lain. Itulah persoalannya.
Bagi kita jelas bahwa kelahiran PMII punya missi tertentu dan itu dapat kita lihat dari peran PMII dulu dan kini, dan peran itulah yang membedakan PMII dengan HMI secara tegas, baik dilihat dari motivasi lahirnya PMII itu sendiri maupun aktivitas yang senantiasa menjadi ciri dari organisasi ini.
Ada beberapa faktor yang mendorong terbentuknya PMII, yaitu antara lain:
  1. Ikut berpartisipasi membentuk manusia yang memiliki kemampuan intelektual yang disertai dengan kemampuan agamis.
  2. Berusaha secara preventif, memperhatikan kelestarian Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
  3. Meneruskan perjuangan para Syuhada dengan melakukan regenerasi kepemimpinan.
Dari motivasi itulah kita dapat membedakan sosok dan misi yang dibawa oleh PMII dan HMI. Perbedaan tersebut dapat kita baca pada poin yang kedua, yaitu “Berusaha secara preventif memperhatikan kelestarian Islam Aswaja” di Indonesia. [3]) Harus diakui bahwa sampai saat ini belum ada organisasi mahasiswa selain PMII yang secara tegas menyatakan bahwa organisasi itu bertujuan mempertahankan dan menyebar luaskan faham Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah (Aswaja), motivasi inilah yang paling kuat mendorong dilahirkannya PMII.
Perjanjian seni sono secara gamblang menyatakan bahwa peserta kongres ummat Islam yang diwakili 129 organisasi Islam itu berikrar mengakui hanya HMI satu-satunya organisasi mahasiswa Islam. Tetapi sejarah mencatat bahwa kelak dikemudian hari ternyata lahir tidak kurang dari 5 organisasi Islam selain HMI. Apakah kelahiran 5 organisasi Islam itu berarti mengingkari isi perjanjian seni sono tersebut.
Dalam kurun waktu antara tahun 1950 – 1959 berlaku zaman demokrasi liberal dimana tumbuh dengan suburnya organisasi-organisasi politik (baca = sayap partai politik). Salah satu upaya agar partai politik itu dapat berkembang dengan baik adalah dengan merekrut anggota-anggotanya dari seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini tak terkecuali masyarakat dari kalangan mahasiswa. Dapat kita maklumi bahwa semua partai politik akan menganggap mahasiswa sebagai sumber daya potensial untuk memperkuat jajarannya, hal ini seperti yang  dikatakan oleh Onghokham :
…….Tahun pemilihan umum 1955 dimana terjadi perluasan organisasi mahasiswa partai, seperti HMI (disini Onghokham mengkategorikan HMI sebagai organisasi partai), GMNI, CGMI, dan lain-lain. Pelembagaan dalam partai-partai sebagai aktivitas disekitar pemilihan umum, dari gerakan pemuda zaman itu adalah sangat penting dalam memberikan arah dan tujuan ormas-ormas mahasiswa. [4]) Disinilah arti penting organisasi mahasiswa bagi kemajuan organisasi politik. Itulah yang mendorong partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) pada tahun 1956 mendirikan SEMI (serikat mahasiswa Muslimin Indonesia)…..
Kelahiran PMII mempunyai motivasi tidak jauh berbeda dengan organisasi mahasiswa Islam lainnya, yakni merupakan kebutuhan dari mahasiswa Nahdliyin untuk menyalurkan aspirasinya secara lebih leluasa, seperti yang dikatakan oleh sahabat Chotibul Umam :
“Jelas bahwa PMII itu dilahirkan atas dasar tuntutan sejarah perkembangan perkembangan pelajar dan mahasiswa NU. Berdirinya PMII semata-mata karena waktunya  sudah tiba dan kepentingannya sudah sangat mendesak untuk mengurusi mahasiswa nahdliyin khusunya secara tersendiri telah datang untuk  para mahasiswa nahdliyin buat berdiri di atas kaki sendiri, membangun suatu gerakan mahasiswa yang lebih dapat dipercaya untuk menjadi alat revolusi. [5])
Itulah motivasi dan latar belakang kelahiran PMII, dan bagaimana hubungannya dengan isi Perjanjian Seni Sono ?. untuk menjawab pertanyaan ini akan penulis kutip pendapat Mahbub Junaidi :
“Perjanjian seni sono itu memang ada tetapi perlu kita ketahui bahwa maksud dari pengakuan HMI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa Islam, adalah manakala HMI mampu menampung seluruh potensi dan aspirasi mahasiswa Islam yang tergabung di dalamnya. Kenyataannya kelompok mahasiswa Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah tidak tersalurkan aspirasinya dalam HMI.”
“Walaupun kongres ummat Islam itu menyatakan dihadiri 129 organisasi Islam tetapi secara faktual kelompok-kelompok mahasiswa Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah tidak terwakili dalam 129 organisasi ummat Islam itu. Sehingga kita sebenarnya secara moral tidak punya ikatan apapun dengan isi perjanjian seni sono itu. [6])”
Lebih lanjut Mahbub Junaidi mengatakan, dalam Pidato Hari Lahir PMII yang ke 5 :
Macam-macam intimidasi dan pernyataan yang dilemparkan ke muka kita pada saat pergerakan kita ini lahir. Misalnya apa sih perlunya dan maksudnya PMII dilahirkan ?, apakah itu bukan pekerjaan sparatis ?, Apakah itu bukan pekerjaan memecah belah persatuan mahasiswa Islam ?, Apakah itu bukan pekerjaan orang yang dibakar emosi ?, tetapi tidak realistik sama sekali. Buat apa sih mahasiswa itu ikut-ikutan berdiri dibawah bendera partai politik ?, Bukankah mahasiswa Islam itu sebaiknya non partai, bahkan non politik, supaya lebih mantap dia punya kebaktian, supaya lebih obyektif cara memandang persoalan, supaya lebih terjamin mutu ilmunya, bukankah mahasiswa itu cerdik dan bijaksana, ilmu banyak dan akalpun banyak, karena itu sebaiknya menjadi milik ummat Islam saja, dan tidak perlu menjadi milik partai politik, begitulah macam-macam pertanyaan yang timbul disaat PMII lahir, lima tahun yang lalu. [7])”
Itulah reaksi yang timbul ketika PMII lahir seperti apa yang dipaparkan oleh sahabat H. Mahbub Junaidi dalam pidato Panca Warsa PMII. Tentu saja reaksi yang paling keras datang dari HMI. Seperti kita ketahui, basis-basis HMI di perguruan tinggi umum dilumpuhkan oleh CGMI dengan cara mengeliminasi pengaruh HMI pada lembag-lembaga kemahasiswaan, dalam keadaan seperti itu harapan HMI lebih banyak bertumpu pada perguruan tinggi agama atau IAIN, tetapi disinipun HMI justru mendapat saingan keras dari PMII.
Agus Salim Sitompul pernah mengatakan dalam bukunya :
“Karena dominannya HMI di perguruan tinggi sebagai basis kekuatannya, maka HMI harus ditendang dari kegiatan kemahasiswaan dengan jalan menyingkirkan anggota-anggota HMI dari dewan-dewan mahasiswa, Senat mahasiswa, penitia pemilihan, panitia masa perbakti, dengan cara-cara demikian HMI semakin lama semakin kerdil lantas mati dengan sendirinya”………………
“Dihampir semua universitas/pergutuan tinggi negeri/swasta kecuali perguruan tinggi Islam dan IAIN, Anggota HMI dikeluarkan dari Dema/Sema, Panitia masa Perkenalan, serta kegiatan lain yang menyangkut posisi, kecuali kepanitiaan PHBI (panitia hari besar Islam). [8])”
Dalam posisi yang sulit itu jelas HMI sangat mengharapkan tetap bertahannya basis mereka di perguruan tinggi agama/IAIN, Misalnya di UII Yogjakarta dan Universitas Muhammdiyah Jakarta, tetapi kenyataannya kini ada organisasi mahasiswa Islam lain lahir dan organisasi itu begitu cepat berkembang, terutama di IAIN. Hal itu wajar mengingat kultur sebagian besar mahasiswa IAIN berlatar belakang keluarga NU, seperti yang dikatakan oleh Burhan D Magenda.
“Bahwa dari golongan Islam hampir tidak terwakilidalam perguruan tunggi di zaman kolonial, dan hanya sedikit jumlahnya pada zaman demokrasi parlementer. Pada tahun 1960-an kesempatan terbuka lebar bagi mereka yang berorientasi kebudayaan dekat dengan NU banyak yang masuk ke IAIN”. [9])
Dari gambaran di atas jelas bahwa dalam perkembangannya PMII mengalami kemajuan yang luar biasa. Dalam usianya yang baru lima tahun PMII telah memiliki 47 cabang. [10]) Akibatnya ketegangan-ketengangan mulai timbul, terutama di kampus-kampus perguruan tinggi agama/IAIN. Untuk menghindari atau setidaknya mengurangi ketengangan-ketenganggan itu, maka PP PMII yang dipimpin oleh sahabat Mahbub Junaidi datang ke Kantor PB HMI untuk membicarakan persoalan kedua organisasi tersebut. Peristiwa itu pada tanggal 4 Juli 1961. Tapi nampaknya usaha dan uluran tangan PMII itu kurang membawa hasil. Terbukti dengan semakin kerasnya persaingan yang terjadi antara kedua organisasi ini. Ada satu fakta sejarah yang tentu saja pemaparan fakta ini bukan berarti membuka luka lama, tetapi sekedar menegaskan sejarah, apapun bentuk dari lembaran sejarah itu kita harus dapat menarik pejalaran daripadanya.
Ketegangan terjadi antara PMII dengan HMI di Kota Pelajar Yogjakarta, Peristiwanya dimulai tatkala dilangsungkan pidato laporan tahunan Rektor IAIN Sunan Kalijogo Yogjakarta Prof. Sunaryo, SH pada tanggal 10 Oktober 1963. Sidang senat itu akhirnya gagal, sebab ditengah pembacaan laporan itu tiba-tiba seorang pengurus dewan Mahasiswa IAIN Sunan Kalijogo tampil kedepan merebut microphon dan membacakan pernyataan yang antara lain mengecam tindakan menteri agama, yaitu KH. Syaifuddin Zuhri yang dituduh melakukan proyek NU-nisasi didalam tubuh Departemen Agama. Bahkan dalam keributan itu seorang anggota PMII di pukul, sehingga hal ini mengakibatkan munculnya protes dari pengurus cabang PMII Yogjakarta.
Disamping pernyataan-pernyataan dari PC PMII Yogjakarta, juga para anggota dewan mahasiswa mengeluarkan pernyataan dengan nada yang sama dengan PC PMII Yogjakarta. Mereka Djawahir Syamsuri, A. Hidjazi AS, A. Nizar Hasyim, Imam Sukardi dan Asnawi Latif, BA.
PERNYATAAN PC PMII YOGJAKARTA
Bismillahirrahmanirrahiem
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Berhubung dengan terjadinya peristiwa 10 Oktober 1963 di IAIN Yogjakarta maka pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Yogjakarta memandang sangat perlu membuat pernyataan yang berbunyi sebagai berikut :
MENGINGAT        :
  1. Membaca pernyataan dari dewan mahasiswa  IAIN Yogjakarta tanggal 10 Oktober 1963
  2. Pentingnya   keutuhan   mahasiswa      dalam  situasi menghadapi konfrontasi terhadap Malaysia
  3. Terjadinya pemukulan terhadap salah seorang mahasiswa IAIN anggota PMII.
  4. Tindakan-tindakan yang dipelopori oleh dewan mahasiswa IAIN bertentangan dengan Manipol-Usdek, Panca Dharma Bhkati Mahasiswa
  5. Tindakan-tindakan itu mencemarkan nama baik IAIN khususnya pemerintah daerah Yogjakarta dan negara Indonesia pada umumnya.
MENYATAKAN :
  1. Mengutuk  keras  perbuatan  yang  terjadi di IAIN yang bertentangan dengan manipol yang berbunyi “modal pokok bagi tiap-tiap   revolusi nasional menentang imprealisme dan kolonislisme ialah konsentrasi kekuatan nasional dan bukan perpecahan kekuatan nasional (hal 13).
  2. Tindakan itu adalah a-manipol, anti persatuan nasional dan kontra revolusioner yang membahayakan negara.
  3. Bahwa IAIN bukan miliki satu golongan.
MEMUTUSKAN :
  1. Menuntut dibubarkannya dewan mahasiswa IAIN periode 1963 – 1965
  2. Menuntut agar yang berwajib mengambil tindakan tegas terhadap peristiwa pemukulan anggota PMII di IAIN
  3. Menuntut agar diambil tindakan tegas terhadap golongan/ oknum-oknum yang mendalangi peristiwa tersebut
  4. Mendukung sepenuhnya Rektor IAIN dan Menteri agama.
Demikian harap dimakluni
Yogjakarta 10 Oktober 1963
Pimpinan Cabang
Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia
Yogjakarta
H. Ahmadi Anwar, BA
Ketua
Nurshohib Hudan
Sekertaris II
Lampiran:
Sengaja isi pernyataan dari pengurus PMII cabang Yogjakarta ini dimuat secara lengkap agar pembaca dapat melihat dan mengetahui permasalahan yang sebenarnya.
Pada tanggal 17 Oktober 1963 antar pukul 10.00 – 11.00 telah terjadi demonstrasi oleh sejumlah mahasiswa IAIN Ciputat Jakarta, berjumlah sekitar 500 orang mahasiswa. Para demonstran itu menamakan dirinya komite mayoritas mahasiswa IAIN. Mereka menemui Rektor IAIN Prof. Drs Sunardjo – rektor bersedia menemui mahasiswa dengan didampingi Dekan-dekan Fakultas. Para mahasiswa membawa poster-poster yang bertuliskan:
“IAIN adalah asset nasional, bukan milik golongan/partai, NU-nisasi di Departemen agama = kontra revolusi. [11])
Sumber data ini berasal dari Drs. Ridwan Saidi (Mantan Ketua Umum PB HMI). Selanjutnya akan dipaparkan tanggapan dari KH. Syaifuddin Zuhri, dalam menanggapi peristiwa 17 Oktober 1963 di IAIN Ciputat itu sebagai berikut :
Aksi pengganyangan terhadap NU dilancarkan juga di IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat, sekelompok mahasiswa membuat coretan-coretan pada dinding IAIN dan menyebarkan pamflet “Ganyang NU, Ganyang Idham Khalid, Ganyang Syaifuddin Zuhri”, sangat terasa pada saat potensi ummat Islam walau sekecil apapun sedang digalang untuk persatuan dan solidaritas menghadapi usaha Nasakomisasi hampir di semua kegiatan Nasional. Pada saat itu sekelompok mahasiswa IAIN melancarkan kampanye anti NU. Sangat disayangkan sekali, bahwa sebagian besar dari mereka anggota HMI. Dan jika mahasiswa IAIN dari kelompok PMII bangkit membela NU, hal itu bisa dimengerti.
Dalam situasi menghadapi Nasakomisasi dan pentingnya arti persatuan ummat Islam, tiba-tiba sekelompok mahasiswa IAIN melakukan kampanye anti NU dan mengganyang Syaifuddin Zuhri dan Idham Khalid yang keduanya berkedudukan sebagai Menteri. Demontrasi itu dilakukan di dalam Kampus IAIN, sebuah komplek perguruan tinggi Islam miliki Negara. Dengan pertimbangan itulah, maka alat-alat negara menindak beberapa mahasiswa dan dosen IAIN yang dituduh mendalangi. Namun kepada Kapolri Jenderal Polisi Sukarno Saya (maksudnya KH. Syaifuddin Zuhri) yang waktu itu menjabat sebagai Menteri agama, meminta agar mereka dibebaskan. Bagaimanapun mereka adalah anak-anak kita yang dididik dalam lingkungan lembaga yang dikelola oleh menteri agama. Brigjen A. Manan, pembantu utama Menteri agama dan HA. Timur Jailani, MA kepala Biro Perguruan Tinggi departemen agama dapat berbicara banyak tentang ini. Saya minta kepada mereka berdua, agar hukuman skorsing kepada mereka yang terlibat supaya segera diakhiri, agar mereka bisa aktif kembali (kuliah maupun mengajar) sebagaimana biasanya. [12])
Peristiwa di IAIN Ciputat itu tidak ada penyelesaian yang berarti, bahkan menambah panasnya suasana, terbukti dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh PP PMII dalam kongres II di Yogjakarta mengenai peristiwa tersebut.
“Perlu segera diambil kebijaksanaan baru berupa tindakan-tindakan yang konkrit dan mengurangi kompromi-kompromi serta toleransi yang keterlaluan demi keselamatan IAIN dan revolusi nasional ……………………………………………..
Mendesak kepada pemerintah agar lebih tegas lagi bertindak terhadap anasir-anasir kontra revolusioner yang hendak melumpuhkan IAIN dan menjauhkan diri dari kompromi dan toleransi yang berlarut-larut. [13])
Dari dua peristiwa tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketegangan antara PMII dan HMI adalah merupakan suatu upaya mempertahankan eksistensi PMII di Perguruan tinggi yang kelak akan menjadi basisnya (baca = IAIN). Tetapi bagi HMI, ketegangan-ketegangan itu memang disengaja supaya dapat mempertahankan dominasinya, karena itu merupakan benteng terakhir bagi basis kekuatannya, sebab seperti kita ketahui, sejak permulaan tahun 1960 sampai dengan kelahiran Orde Baru basis kekuatan HMI terpukul habis di perguruan tinggi umum, dan kita dapat memaklumi bila sudah menyangkut soal hidup – matinya organisasi maka siapapun aktivis organisasi itu akan mempertahankan organisasi itu walau dengan cara-cara yang irasional sekalipun. Itulah ironisnya, jika fanatisme golongan lebih tinggi nilainya daripada fanatisme terhadap bangsa yang kita cintai ini.
Catatan menarik lainnya seperti yang dikatakan oleh sahabat Zamroni (yang kala itu menjabat sebagai ketua persedium KAMI pusat), sehubungan dengan HMI :
“…….Sementara di daerah lain, para pemimpin PMII, misalnya di Sumatera Utara, Ujungpandang dan Yogjakarta seperti Saiful Mujab – kala itu jadi tukang pidato membakar massa. HMI sendiri selalu sembunyi. 
Masih gencar-gencarnya KAMI melakukan demonstrasi, tiba-tiba HMI menghadap Bung Karno. Bahkan HMI sampai memberi Peci mahasiswa kepada Bung Karno. Mungkin bermaksud mendekat “cari muka” supaya tidak dimusuhi. Ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap komitmen kita sebagai mahasiswa dan pemuda Indonesia yang tergabung dalam KAMI, yang saat itu sedang giat-giatnya berjuang untuk menumbangkan rezim Orde Lama dan membela amanat penderitaan rakyat.
Begitu pagi-pagi saya bangun tidur, seperti biasanya baca koran. Dalam koran itu diantaranya memuat tentang HMI. “HMI menyerahkan atau meberikan Peci kepada Bung Karno”. Spontan saya marah besar. “Apa-apaan ini. Kita habis melakukan demonstrasi ke Bogor, kok malah HMI begitu”. Kemarahan itu saya tunjukkan kepada Mar’ie Muhammad (Mantan Menteri Keuangan Kabinet VII Orde Baru) dan Sulastomo (Kini Ketua Umum Persaudaraan Haji Indonesia) yang kala itu menjadi wakil HMI di KAMI. Lalu kedua orang ini menjawab: “Tidak tahu, karena tidak ikut ke Istana Bogor. Tapi yang jelas, PB HMI menghadap Bung karno ke Bogor”. Alhasil, membuat saya marah besar. [14])
Masalah hubungan PMII dengan HMI diawal tahun 60-an, memang penuh dengan gejolak perselisihan, tetapi nampaknya ada saat-saat tertentu justru PMII ikut membela mati-matian terhadap eksistensi HMI pada saat kritis. Ada catatan-catatan yang mengungkapkan bahwa pada saat tertentu dapat bekerjasama dengan baik.
Kita ketahui bahwa kondisi ummat Islam pada masa Orde Lama, terutama bagi mereka yang mendapat kontra predikat revolusioner, nasibnya benar-benar berada diujung tanduk. Untuk merapatkan barisan dikalangan organisasi mahasiswa dan pelajar Islam, sebagai implementasi dari semangat ukhuwah Islamiyah, maka pada tanggal 19 – 26 Desember 1964 di Jakarta (atas prakarsa GP. Ansor yang didukung sepenuhnya oleh PMII) diadakan musyawarah generasi muda Islam untuk membentuk suatu wadah yang kelak dikemudian hari dikenal dengan nama GEMUIS. Didalam wadah inilah segenap potensi organisasi pemuda, pelajar dan mahasiswa Islam bergabung, (Menurut Drs. Ridwan Saidi pada waktu itu – tahun 1964 – di Indonesia ada sekitar 36 organisasi pemuda, pemudi, pelajar dan mahasiswa Islam tingkat pusat. Lihat buku : Pemuda Islam dalam dinamika politik Bangsa 1925 – 1984, tulisan Drs. Ridwan Saidi, halaman 46). Dengan wadah GEMUIS inilah generasi muda Islam berjuang “membela dan menyelamatkan HMI” dari gempuran CGMI. Dibawah ini kami kemukakan satu ilustrasi bahwa GEMUIS benar-benar membela HMI pada saat-saat yang kritis dan membutuhkan pertolongan :
“Persedium Majlis Nasional Generasi Muda Islam (GEMUIS) atas nama 25 organisasi anggota dengan 10 juta massa anggotanya dengan kawatnya yang ditandatangani oleh Drs. Lukman Harun selaku ketua persedium telah disampaikan kepada Presiden. Dengan menyampaikan rasa syukur atas kebijaksanaan Presiden mengenai HMI. Dan GEMUIS merasa berkewajiban mengamankan kebijaksanaan tersebut demi terpeliharanya kesatuan dan persatuan Nasional.[15])
Sementara berlangsung penganugrahan bintang Maha Putra di Istana Merdeka untuk DDN. Aidit, pada saat yang sama tidak jauh dari Istana, pada tanggal 13 September 1965 Generasi muda Islam (GEMUIS) Jakarta Raya dengan ribuan massa pemuda mengadakan demonstrasi tertib di Krotar dan PB Front Nasional. Maksudnya untuk menyatakan rasa solidaritas terhadap hidup HMI. Diantara sekian banyak spanduk dan Poster, ada satu diantaranya yang sangat mengharukan, yaitu yang dibawa rekan-rekan HMI sendiri yang berbunyi : Langkahi dulu mayatku sebelum ganyang HMI. [16])
Adapun isi pernyataan GEMUIS Jakarta Raya tersebut selengkapnya sebagai berikut :
Dengan tegas dan tandas menyatakan akan tetap membela HMI sampai titik darah penghabisan dari rongrongan kaum agama phobi. HMI merupakan alat perjuangan ummat Islam dan Bangsa Indonesia, serta memohon kepada Presiden agar HMI diberi kebebasan bergerak disegala bidang. [17])
Kita ketahui, bahwa HMI dituduh kontra revolusioner oleh pemerintahan Orde Lama, dan HMI diberi kesempatan waktu selama 6 bulan untuk memperbaiki dirinya. Pada saat itulah PB HMI datang kepada sahabat Mahbub Junaidi (yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Umum PP PMII). Secara singkat sahabat Mahbub menceritakan :
Suatu hari datang kepada saya dua tokoh HMI, yaitu Mar’ie Muhammad dan Dahlan Ranuwihardjo, kedatangan kedua tokoh HMI itu bertujuan agar saya dapat mengusahakan satu permohonan langsung kepada Presiden Soekarnoe supaya HMI tidak jadi dibubarkan. [18])
Apakah upaya permohonan yang dilakukan oleh sahabat Mahbub Junaidi itu berhasil atau tidak, lebih lanjut sahabat Mahbub pernah menulis sebagai berikut :
PERTEMUAN DI ISTANA BOGOR
Kami duduk di paviliun, di Bangku rotan, belum lagi sampai pada pokok pembicaraan hujan sudah turun, berikut angin. Karena ruang depan teramat sederhana, kami terpercikkan air, “mari kita pindah kedalam ! kata Bung Karno. “Beginilah nasib Presiden Indonesia, hujan saja mesti ngungsi”, kata Bung Karno. Mulailah kubicarakan perihal HMI, “apanya sih yang salah pada diri HMI itu. Saya orang pernah dari sana, jadi sedikit banyak tahu isi perutnya. HMI itu pada dasarnya “independen” tidak menjadi bawahan partai manapun, tidak juga Masyumi. Coba saja lihat anggota-anggotanya mulai dari tingkat atas sampai tingkat cabang, campur aduk seperti es teler. Perkara belakangan muncul organisasi mahasiswa lain yang juga berpredikat Islam, itu sama sekali tidak merubah warna asal. Coba saja lihat pada waktu pemilu 1955, tiap anggota HMI diberi diberi formulir mau ikut bantu parpol yang mana, ternyata disitu menghadapi saat-saat yang gawat menjelang pecahnya pemberontakan PRRI, langkah apa yang ditempuh Ketua Umum HMI Ismail Hasan Metarium cukup jelas. Banyak jalan menuju roma, seperti banyak jalan dari pada main bubar, dan sebagainya..
Karena seorang Presidenpun perlu makan, maka makan nasi pecellah kami dengan daging dan tempe goreng. Apakah pembicaraan itu punya arti bagi HMI, saya tidak tahu, mungkin ada, mungkin tidak sama sekali. Sekedar tambahan kecil sebelum lupa, baik juga saya catat disini, Menteri agama Syaefuddin Zuhri berdiri persis dibelakang layar pertemuan itu. [19])
Dengan nada merendah Mahbub Junaidi seperti tersebut di atas berkata : “Apakah pembicaraan itu punya arti bagi HMI saya tidak tahu, mungkin ada, mungkin tidak sama sekali”. Sekedar tambahan penulis kemukakan disini, jelas pembicaraan itu punya banyak arti bagi “Keselamatan HMI” , sebab buat apa PB HMI datang meminta tolong pada sahabat Mahbub Junaidi supaya ikut membantu “menyelamatkan HMI, jika beliau tidak dipandang sebagai tokoh yang dekat dengan Presiden ?. Sebagai ilustrasi betapa dekatnya hubungan sahabat Mahbub Junaidi dengan Bung Karno, ada satu pengalaman yang mengharukan antara Bung karno dengan Mahbub Junaidi :
Bagaimanapun hati sepi adalah hati sepi. Pikiran Bung Karno menerobos ke masa depan, tetapi sebagai orang yang puluhan tahun bersama-sama massa, kesendirian adalah suatu beban yang tak tertahankan, Singa Gurun berpisah dengan kelompoknya, bagaimana bisa bercengkrama dengan teman-teman ?, bagaimana bisa berseloroh ?, bagaiamana bisa memuntahkan isi hati yang coraknya senantiasa mondial itu. “Aku ingin ngobrol sambil makan siang dengan Kiyai-Kiyai NU”, dimana mereka itu sekarang, bagaimana caranya Kau bisa atur ? dengarkan baik-baik, cuma makan siang, tidak lebih tidak kurang !.
Di Rumah siapa ? tanyaku.
Siapa saja, Idham boleh, Jamaludin Malik boleh. Mana saja yang sudi mengundangku makan siang. Maka berputar-putarah saya menawarkan keinginan yang teramat sederhana itu……… H. Moh. Hasan, bekas Menteri pendapatan, pengeluaran dan penelitian, dan saat itu menjadi Menteri negara entah apa urusannya.
Baiklah, katanya, maka makan siangpun terjadi di Rumahnya di Jl. Senopati Kebayoran Baru. Hanya makan siang, sesudah itu bubar. Almarhum Kiyai Wahab dan Kiyai Bisri (juga sudah almarhum) pun ikut menemani. Jika tidak seluruhnya, sebagaian tentu ada juga rasa kesepian terobati. [20])
Dalam perjalanan sejarahnya “pertarungan” antara PMII dan HMI. ketika itu memang terasa semakin mengental, entah apa yang menjadi alasan bagi mereka, yang jelas Kafrawi Ridwan dkk di Yogjakarta mendemo Mentri Agama Prof. KH. Saifudin Zuhri. Padahal pada saat-saat yang bersamaan, disamping Sahabat Mahbub Junaidi, para tokoh PB NU sedang sibuk mondar-mandir menghadap Bung Karno agar HMI tidak dibubarkan. Ketua Umum PB NU KH. DR. Idham Chalid dan Mentri Agama Saifudin Zuhri, justru berusaha meyakinkan Bung Karno agar tidak membubarkan HMI. Langkah-langkah yang dilakukan oleh sahabat Mahbub Junaidi dan para Tokoh NU ini diketahui persis oleh sebagian pimpinan PB. HMI, tetapi bagi sebagian yang lain dianggap sebagai angin lalu, dan bahkan dianggap sesuatu yang mustahil dan tidak pernah ada.
Mahbub Junaidi mau melakukan pembelaan itu semata-mata karena ukhuwah islamiyah, dan merasa HMI adalah saudara seperjuangan sesama mahasiswa Islam. Ketika itu sahabat Mahbub Junaidi merupakan tokoh mahasiswa – satu-satunya – yang mempunyai akses langsung kepada Presiden Sukarno.[21]
Pengungkapan fakta ini bukan maksud Penulis ingin agar jasa-jasa PMII (kalaupun apa yang diperbuat PMII itu dianggap punya arti bagi HMI) untuk selalu dikenang dan berarti HMI punya hutang budi pada PMII. Kita hanya ingin agar hubungan yang tidak baik antara kedua organisasi itu dapat diakhiri sehingga tidak lagi terdengar berita-berita yang saling menjatuhkan juga saling memojokkan. Karena banyak sekali kasus-kasus yang menimpa warga PMII akibat diskriminasi pihak-pihak tertentu, seperti adanya ancaman Rektor salah satu perguruan tinggi Islam yang terbesar dan tertua di Yogjakarta, menggugat mahasiswanya lantaran sebagian dari mereka berhasil mendirikan Komisariat PMII yang ternyata berkembang dengan pesat. Atau kasus-kasus lain yang terjadi di berbagai perguruan tinggi, padahal rata-rata mereka memiliki prestasi studi yang dapat dibanggakan. Atau bahkan kasus tindakan diskriminasi dimana kader HMI menjadi salah satu korbannya.  Ironis sekali jika kasus-kasus itu sampai hari ini masih terjadi hanya lantaran rasa dendam kesumat yang tak kunjung berakhir,  pada akhirnya akan merugikan kedua belah pihak dan menghambat proses Pergerakan  Mahasiswa.
Sumber: Buku “PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan”, Fauzan Alfas dan TulisanKarebet
Sumber Referensi

[1]  Drs. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI (1947 – 1975), PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1976, Halaman 36
[2]  Ibid, Halaman 39
[3]  Fauzan Alfas, Ke-PMII-an, Materi ke-PMII-an pada Mapaba PMII Cabang Malang tahun 1989, Halaman 2
[4]  Onghokham, Angkatan Muda Dalam Sejarah dan Politik, Prisma No. 12 Desember 1977, halaman 21
[5]  Drs. Chotibul Umam,  Sewindu PMII, PC PMII Ciputat, Jakarta, 1967, Halaman 3
[6]  Wawancara dengan H. Mahbub Junaidi di Arena Muktamar NU ke 27 di Situbondo, Jawa Timur. Tanggal 8 – 12 Desember 1984
[7]  Mahbub Junaidi,  Pidato Panca Warsa PMII, Tanggal 17 April 1965
[8]  Agus Salim Sitompul,  Loc-Cit, Halaman 49
[9]  Burhan D Magenda,  Gerakan Mahasiswa dan Hubungannya dengan Politik: Suatu Tinjauan, Prisma No. 12 Desember 1977, Halaman 8
[10]  Mahbub Junaidi, Loc-Cit, Halaman 3
[11]  Drs. Ridwan Saidi, Antara Dongeng dan Sejarah, dalam PPP, NU dan MI, Gejolak Politik Islam, Integrita Press, Jakarta, 1984, Halaman 57
[12]) Suaefuddin Zuhri, Mengalihkan masalah NU-MI menjadi issu Orde  lama Orde Baru, Dalam PP, NU dan MI, Gejolak Politik Islam, Integrita Press, Jakarta, 1984, Halaman 42
[13]  Drs. Ridwan Saidi, Loc-Cit, Halaman 58
[14]  Drs. HM. Zamroni, PMII dan Proses Orde Baru, dalam Pemikiran PMII dalam berbagai Visi dan Persepsi, Effendy Choiri dan Choirul Anam, Aula, Surabaya, 1991, Halaman 95 – 96
[15]  Agus Salim Sitompul, Loc-Cit, Halamat 64
[16]  Agus Salim Sitompul, Loc-Cit, Halaman 64
[17]  Ibid, Halaman …
[18]  Wawancara dengan Sahabat Mahbub Junaidi, di arena Muktamar NU ke 27 di Situbondo Jawa Timur, 1o Desember 1984
[19]  H. Mahbub Junaidi, Fakta harus dijunjung tinggi seperti Mertua, catatan untuk seperempat abad Syaefuddin dan Bung Ridwan, dalam PP, NU dan MI, Gejolak Politik Islam , Integrita Press, Jakarta, 1984, Halaman 33
[20]  Mahbub Junaidi, Sukarnoisme, Suatu ujian sejarah dalam 80 Tahun bung karno, Sinar Harapan, Jakarta, 1982, Halaman 258
[21] )  HA. Baidhowi Adnan, M. Zamroni: Pejuang Yang Konsisten, dalam    Pendahuluan Kilas Balik Perjuangan Zamroni, Penerbit PB. PMII, 2005, Halaman 4.

Kompetisi Penelitian (KOENTIL) tingkat Mahasiswa KIMIA se-Bapewil IV IKAHIMKI Terbuka


Silahkan download brosurnya disini

MEMPEREBUTKAN
 TOTAL HADIAH
Rp. 3.000.000,-

 The Big three of Masterpiece akan dipamerkan pada
Seminar Nasional IKAHIMKI di MATARAM

 
PETUNJUK PELAKSANA DAN TEKNIS
KOMPETISI PENELITIAN (KOENTIL) 2013
Deskripsi Kegiatan
Kompetisi Penelitian (KOENTIL) Mahasiswa kimia Se-Jawa Timur, Bali dan NTB Terbuka  merupakan salah satu kegiatan Ikatan Mahasiswa kimia Indonesia  (IKAHIMKI) Bapewil 4 yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMASKA) “Helium” Fakultas Sains dan Teknologi UIN MALIKI Malang.
Tema Kegiatan
“Pemanfaatan Sumber Daya Alam Untuk Indonesia
Syarat Peserta:
·       Peserta Kompetisi Penelitian (KOENTIL) adalah Mahasiswa kimia Se-Jawa Timur, Bali dan NTB Terbuka 
·        Setiap tim terdiri maksimal 3 (tiga) orang Mahasiswa yang masih aktif di instansi pendidikan.
Silahkan download JUKLAK JUKNIS selengkapnya disini
Silahkan download Formulir disini

Olimpiade Kimia (OKI) VII

Silahkan Download disini

MEMPEREBUTKAN
 
Total Hadiah sebesar  
 
Rp.14.250.000,-

Juara I        : Rp. 5.000.000,- +Piagam Penghargaan+Trophy
Juara II       : Rp. 4.000.000,-+Piagam Penghargaan+Trophy
Juara III     : Rp. 3.000.000,-+Piagam Penghargaan+Trophy
Harapan I   : Rp. 1.500.000,-+Piagam Penghargaan+Trophy
Harapan II  : Rp.   750.000,-+Piagam Penghargaan+Trophy

PETUNJUK PELAKSANAAN

OLIMPIADE KIMIA (OKI) VII TINGKAT SMA SEDERAJAT SE-JAWA-BALI-NTB TERBUKA
HIMPUNAN MAHASISWA KIMIA (HIMASKA) “HELIUM”
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM 

Tema Olimpiade          : Be Gold Generation For Chemistry
 
 
Waktu Pelaksanaan
 

1. Babak Penyisihan
Hari                 : Minggu
Tanggal            : 06Oktober 2013
Tempat            :Masing-masing distrik
a)      Distrik 1                     : Jabodetabek
Tempat Seleksi            : Bekasi
b)     Distrik 2                     : Jawa Barat
Tempat Seleksi            : Bandung
c)      Distrik 3                     : Jawa Tengah
Tempat Seleksi            : Temanggung
d)     Distrik 4                     : Yogyakarta
Tempat Seleksi            : Yogyakarta
e)      Distrik 5                     : Pacitan
Tempat Seleksi            : Pacitan
f)       Distrik 6                     :Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo
Tempat Seleksi            : Madiun
g)      Distrik 7                     : Blitar
      Tempat Seleksi            : Blitar
h)     Distrik 8                     :Kediri, Nganjuk, Tulungagung, Trenggalek
      Tempat Seleksi            : Kediri
i)        Distrik 9                     : Mojokerto
Tempat Seleksi            : Mojokerto
j)       Distrik 10                   :Jombang
Tempat Seleksi            : Jombang
k)     Distrik 11                   : Lamongan
      Tempat Seleksi            : lamongan
l)        Distrik 12                   : Tuban
Tempat Seleksi            : Tuban
m)   Distrik 13                   : Bojonegoro
      Tempat Seleksi            : Bojonegoro
n)     Distrik 14                   : Gresik
Tempat Seleksi            : Gresik
o)      Distrik 15                   : Sidoarjo
Tempat Seleksi            : Sidoarjo
p)     Distrik 16                   : Surabaya, Bangkalan
Tempat Seleksi            : Surabaya
q)     Distrik 17                   : Sampang, Pamekasan
Tempat Seleksi            : Pamekasan
r)      Distrik 18                   : Sumenep
Tempat Seleksi            : Sumenep
s)       Distrik 19                   : Pasuruan
Tempat Seleksi            : Pasuruan
t)       Distrik 20                   : Malang, Batu
Tempat Seleksi            : Malang
     r)    Distrik 21                   : Probolinggo, Lumajang
            Tempat Seleksi            : Probolinggo
     s)    Distrik 22                    : Bondowoso, Situbondo
            Tempat Seleksi            : Situbondo
t)     Distrik 23                   : Jember
       Tempat Seleksi            : Jember
u)    Distrik 24                    : Banyuwangi
       Tempat Seleksi            : Banyuwangi
v)    Distrik 25                    :Bali
       Tempat Seleksi            : Jembrana
w)    Distrik 26                   : Nusa Tenggar Barat (NTB)
Tempat Seleksi            : Lombok
2. Babak Semifinal
Hari                    : Sabtu
Tanggal               : 19 Oktober 2013
Tempat               : Auditorium lantai 4 Fakultas Saintek Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Peserta                : Sebanyak 10 % dari jumlah peserta babak penyisihan dari masing-masingdistrik.
3. Babak Final
Hari                    : Sabtu
Tanggal               : 19 Oktober 2013
Tempat               : Auditorium lantai 4 Fakultas Saintek Universitas Islam Negeri (UIN)
                             Maulana Malik Ibrahim Malang
Peserta                : Sebanyak 25 peserta dari peserta semifinal
Silahkan download FORMULIR PENDAFTARAN disini

Silahkan download soal OKI VI disini

Benang Merah Indonesia Sebagai Pusat Peradaban Atlantis Dan Negeri Saba’

Waah, saya jadi tertarik lagi untuk posting ini buat sahabat-sahabat semua. Karena artikel ini merupakan sebuah penemuan yang mengaitkan tentang peradaban atlantis yang banyak dibicarakan orang dengan sejarah Kerajaan Nabi Sulaiman, Alaihissalam seperti yang diterangkan dalam Al-Qur’an.

Huft,,, langsung aja deh, masih dari blog yang sama. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Apabila semua ini benar, berarti bangsa indonesia merupakan bangsa pewaris peradaban yang mulia. Kita sebagai Insan Islam Indonesia juga patut berbangga, dan pastinya harus mampu untuk mempertanggugjawabkan identitasnya sebagai pewaris peradaban Kerajaan Nabiyulloh ini. Cekodot…!!!

Bismillahirrohmanirrohim,,,,,
__________________________________________
Benang Merah Indonesia Sebagai Pusat Peradaban Atlantis Dan Negeri Saba’

Posted by Ahmad Yanuana Samantho on September 5, 2012 in Atlantis Sunda Land

Ini Hipotesis dari KH Fahmi Basya dan para Muridnya, mengenai kebenarannya tentu masih harus diteliti lebih lanjut secara komprehensif dan detail. (Red. Ahmad Yanuana Samantho)

Kajian Sejarah: Menarik Benang Merah Indonesia Sebagai Pusat Peradaban Atlantis Dan Negeri Saba’

Indonesia selain dikenal sebagai pewaris Peradaban Benua Atlantis yang hilang, dikenal juga sebagai Pusat Peradaban Negeri Saba’

Ada pembahasan yang cukup menarik dan sekaligus sangat menggelitik pikiranku, yaitu seperti yang pernah saya baca mengenai sebuah kajian tentang “INDONESIA NEGERI SABA” yang disampaikan oleh KH. Fahmi Basya, Beliau menggambarkan begitu detil sekali berawal dari pembahasaan Al-Qur’an Surat Saba’ ayat 18 sebagai berikut:

وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْقُرَى الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا قُرًى ظَاهِرَةً وَقَدَّرْنَا فِيهَا السَّيْرَ سِيرُوا فِيهَا لَيَالِيَ وَأَيَّامًا آمِنِينَ

“Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah padanya beberapa malam dan siang dengan aman.”
[QS. Saba’/34: 18]

Ya sebelum membahas Negeri Saba’, silahkan baca terlebih dahulu: Fakta Ilmiah: Benua Atlantis Yang Hilang Itu Ternyata Indonesia, karena nanti kita akan menemukan benang merahnya.!

Indonesia Negeri Saba’
Ternyata berdasarkan hasil riset Lembaga Studi Islam dan Kepurbakalaan yang dipimpin oleh KH. Fahmi Basya, dosen Matematika Islam UIN Syarif Hidayatullah, bahwa sebenarnya “CANDI BOROBUDUR” adalah bangunan yang dibangun oleh “TENTARA NABI SULAIMAN” termasuk didalamnya dari kalangan bangsa Jin dan Setan yang disebut dalam Alqur’an sebagai “ARSY RATU SABA”, sejatinya PRINCES OF SABA atau “RATU BALQIS” adalah “RATU BOKO” yang sangat terkenal dikalangan masyarakat Jawa, sementara patung-patung di Candi Borobudur yang selama ini dikenal sebagai patung Budha, sejatinya adalah patung model bidadara dalam sorga yang menjadikan Nabi Sulaiman sebagai model dan berambut keriting. Dalam literatur Bani Israel dan Barat, bangsa Yahudi dikenal sebagai bangsa tukang dan berambut keriting, tetapi faktanya justru Suku Jawa yang menjadi bangsa tukang dan berambut keriting ( perhatikan patung Nabi Sulaiman di Candi Borobudur ).

Hasil riset tersebut juga menyimpulkan bahwa “SUKU JAWA” disebut juga sebagai “BANI LUKMAN” karena menurut karakternya suku tersebut sesuai dengan ajaran-ajaran LUKMANUL HAKIM sebagaimana tertera dalam Alqur’an. Perlu diketahui bahwa satu-satunya nabi yang termaktub dalam Alqur’an, yang menggunakan nama depan SU hanya Nabi Sulaiman As dan negeri yang beliau wariskan ternyata secara kebetulan diperintah oleh keturunannya yang juga bernama depan SU yaitu Sukarno, Suharto, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta meninggalkan negeri bernama SLEMAN di Yogyakarta – Jawa Tengah. Nabi Sulaiman As mewarisi kerajaan dari Nabi Daud As yang dikatakan didalam Alqur’an dijadikan Khalifah di Bumi ( menjadi Penguasa Dunia dengan Benua Atlantis sebagai Pusat Peradabannya), Nabi Daud juga dikatakan raja yang mampu menaklukkan besi (membuat senjata dan gamelan dengan tangan, beliau juga bersuara merdu) dan juga menaklukkan gunung hingga dikenal sebagai Raja Gunung. Di Nusantara ini yang dikenal sebagai Raja Gunung adalah “SYAILENDRA” , menurut Dr. Daoed Yoesoef nama Syailendra berasal dari kata saila dan indra, saila = gunung dan indra = raja.

Jadi sebenarnya Bani Israel yang sekarang menjajah Palestina bukan keturunan Israel asli yang hanya terdiri 12 suku, tapi mereka menamakan diri suku ke 13 yaitu Suku Khazar (yang asalnya dari Asia Tengah) hasil perkawinan campur Bani Israel yang mengalami diaspora dengan penduduk lokal, posisi suku Khazar ini mayoritas di seluruh dunia. Sedang Yahudi asli Telah menghilang yang dikenal sebagai suku-suku yang hilang “The Lost Tribes” yang mana mereka pergi ke timur dan banyak yang menuju ke “THE PROMISED LAND” yaitu Indonesia.

Dan kalau kita merunut lagi kembali seperti apa yang telah disampaikan oleh KH. Fahmi Basya tentang Candi Borobudur, maka akan semakin tampak jelas bahwa ketika beliau menjelaskan tentang Negeri Saba’ disitu dikatakan bahwa sebuah pemerintahan yang sangat kuat karena dipimpin oleh Nabi Sulaiman As dan Ratu Balqis dari hasil riset dengan di dukung oleh data-data yang ada, maka terbukti bahwa NEGERI SABA’ itu adalah INDONESIA dengan pusat pemerintahan di Jawa dan ARSY SABA’ yang dipindahkan atas perintah Nabi Sulaiman As adalah Candi Borobudur yang dipindahkan dari Istana Ratu BOKO, dan NEGERI SABA’ inilah yang kemudian dikatakan oleh KH Fahmi Basya ada kemiripan antara Cerita dengan BENUA ATLANTIS yang hilang itu. Dan sungguh luar biasa kalau fakta itu benar, berarti Negeri ini telah mewarisi peradaban besar bangsa-bangsa.

Kembali ke pembahasan tentang NEGERI SABA’ ada 15 (lima belas) point penting yang menjadi bukti berdasarkan Al-Qur’an bahwa SABA’ itu ada di pulau Jawa (Indonesia) dan bukan di YAMAN!

1. Di buku-buku Ilmu Sejarah kita disebutkan bahwa Candi Borobudur didirikan pada abad ke-7 Masehi, tetapi menurut Teori paruh waktu , bahwa penelitian terhadap batu candi tersebut tidak bisa dihitung umurnya dengan Isotop C (Carbon). Sehingga bisa ditarik Hipotesa, bahwa Candi Borobudur tidak dibuat pada abad ke-7 Masehi.

Candi Borobudur

2. Adanya phenomena angka 19 di Candi Borobudur. Adapun mengenai phenomena angka 19 itu terdapat di dalam Alqur’an berasal dari kalimat Bismillaahirrahmaanirrahiim yang terdiri dari 19 huruf. Kalimat Bismillaahirrahmaanirrahiim ini yang memperkenalkannya kepada kita adalah nabi Sulaiman As. ketika beliau berkirim surat kepada Ratu Saba’

Kop Surat dari Surat nabi Sulaiman As itu adalah kalimat Bismillaahirrahmaanirrahiim .

Isi suratnya adalah: ” Alla ta’luu ‘alaiyya, wa’tuunni muslimiin ” ( Jangan menyombong kepadaku dan datanglah kepadaku dengan berserah diri ). Dan perlu diketahui surat itu sampai sekarang masih ada yaitu di Musium Nasional berupa lempengan emas bertuliskan Bismillah, surat itu awalnya ditemukan dikolam dekat Candi borobudur.

Lempengan emas bertuliskan kalimat ‘Bismillah”

Jadi, dapat dikatakan bahwa phenomena 19 itu sudah diketahui oleh Nabi Sulaiman As. Oleh sebab itu di Candi borobudur ada phenomena 19.

Phenomena angka 19

3. Adanya phenomena posisi tiga buah candi terletak segaris lurus, yaitu: Candi Borobudur, Pawon dan Mendut.

Karena yang membuat Candi Borobudur itu bukan manusia saja, tetapi juga Jin, maka segaris lurusnya tiga candi, yaitu Borobudur, Pawon dan Mendut, bukanlah hal kebetulan. karena Jin bisa melihatnya dari atas.

Untuk apa mereka membuat ketiga candi itu segaris lurus?

Untuk membuat gambar Gerhana. Dengan demikian mereka memberitakan bahwa Borobudur itu gambar Matahari, Pawon itu gambar Bulan dan Mendut adalah gambar Bumi. Itu sebab Mendut mewakili Manusia. Disana ada sebuah patung Manusia sebagai wakil penduduk bumi adalah manusia.

Mengapa Borobudur itu gambar Matahari.? Karena Ya..si Ratu Saba’ itu dulunya kan penyembah Matahari, jadi ‘Arsy dia itu ada nuansa mataharinya.

4. Diceritakan pula di dalam Al-qur’an istananya berbentuk piring-piring dan patung-patung, sementara itu candi borobudur berbentuk piring dan banyak patung-patungnya, disinyalir patung Nabi Sulaiman As.

5. Candi Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman As. dan Indonesia adalah negeri SABA yg diceritakan Al-qur’an dalam surat As-Saba (34). karenanya ada nama daerah Sleman di DI. Yogyakarta – Jawa Tengah yang diambil dari nama Nabi Sulaiman As.

Peta Sleman DI Yogyakarta

6. Sementara itu masih di kota Jogjakarta, tepatnya di daerah Prambanan ada candi ratu Boko yang di ambil dari nama Ratu Bulqo/Bilkis.

Candi ratu Boko

Kolam Pemandian di Candi ratu Boko

7. Di dalam Qur’an Surat As-Saba tanda-tanda daerahnya ada buah pahit, sementara disekitar candi borobudur ada buah: Mojo Pahit. bahkan sebuah kerajaan besar yang pernah jaya di pulau jawa dulu rela menamakan kerajaannya dengan nama Kerajaan Majapahit.

Peta Kesultanan Islam Majapahit

8. Lalu diceritakan di dalam Al-qur’an lagi: bahwa daerah Saba’ dikelilingi dua hutan, sementara itu Borobudur disana ada daerah Wanagiri dan WanaSABA, dimana dalam kamus bahasa jawa kawi; wana = hutan, saba = pertemuan.

9. Dimana seperti dalam Alqur’an Nabi Sulaiman menggunakan dua lembar kain dan kain yang luar adalah sutra seperti patung di candi yang terdapat lipatan sutra.

10. Diceritakan lagi di Nabi Sulaiman sering beristirahat dan berlibur di pantai sebelah timur negeri Saba, sementara di sebelah timur Indonesia deket papua ada pulau Solomon, yang di ambil dari nama Nabi Sulaiman As.

11. Relief-relief di candi mengambarkan cerita tentang Nabi Sulaiman diantaranya gambar burung yang mengantar surat kepada ratu Bilkis.

Sedangkan relief yang bergambar burung berkepala manusia, memberikan penjelasan bahwa burung hud-hud tersebut bisa berbicara dengan Nabi Sulaiman.

12. Di dalam Al-Qur’an surat As-Saba’ diceritakan negeri SABA telah di azab Allah karena penduduknya kufur dan tidak beriman, yaitu berupa dengan mengirim banjir besar yang menghancurkan negeri Saba’ menjadi berkeping-keping. Karenanya hanya Indonesia-lah satu-satunya negara di Dunia yang mempunyai 17.000 pulau lebih.

13. Indonesia adalah negeri SABA yang hilang, yang oleh Plato dan para ilmuwan barat diistilahkan benua Atlantis yang hilang.

14. Diantara Ribuan jumlah para Nabi, hanya Nabi Sulaiman As yang mempunyai nama Jawa yang berawalan “SU”, sebagaimana Suparmin, Suharto, Sukarno, Supratman, Sulistyono dll.

Nama jawa (Misal: SUlistiyono)

15. Adanya angin muson di Indonesia semakin menguatkan bukti bahwa Indonesia adalah negeri Saba’.

Dan masih banyak lagi fakta-faktanya yang lain.!

Nah kalau hasil penelitian ini benar adanya, bahwa yanag dimaksud dengan Negeri Saba’ adalah Indonesia hasil peninggalan Nabi Sulaiman As dan Ratu Bulqis. Sungguh luar biasa bangsa ini, kita telah mewarisi peradaban yang mulia tersebut. Wallahu ‘alam bissawaab.

sumber:
http://ssq-dla.com
http://id.wikipedia.org
http://rudycoolarema.blogspot.com
http://indonesianspaceresearch.blogspot.com