“Nak, kalau kamu jadi guru, dosen, atau kyai harus tetep usaha. Harus punya usaha sampingan, biar hati kamu gak selalu mengharap pemberian ataupun bayaran dari orang lain. Karena usaha dengan keringatmu sendiri itu barokah.”, Almaghfurlah KH. Maimun Zubair.
Tipikal manusia didunia ini bermacam-macam, ada yang dalam hidupnya ia nyaman ketika sibuk bekerja, ada juga yang nyaman ketika sibuk menganggur, mencintai kegabutan dan mager. Tapi kedua tipikal manusia ini bersepakat, bahwa tjuan adalah koentji, hahaha. Ya, karena selepas quarter life, kebutuhan akan cuan itu keniscayaan. Memang cuan bukan segalanya, tapi segalanya butuh cuan, begitu kira-kira ungkapan masyhur di negeri Wakanda.
Kalo saya dimasukkan kedalam 2 kategori itu, saya ambil tengah-tengahnya. Terlepas dari aspek tuntutan mencari nafkah, saya benci ketika terlalu sibuk, saya juga jengah ketika gabut tanpa pekerjaan, hahaha. Jadi memang yang tengah-tengah ini justru menjadi assawadul a’dzom, kelompok mayoritas di wakanda ini, termasuk saya.
Kesibukan saya berjualan daring, membantu orang tua jualan luring itu sudah cukup padat. Ditambah sekarang menjadi mandornya mandor di proyek pembangunan rumah sendiri, ya lumayan lah. Sejak bangun pagi hingga terlelap lagi, kesibukan selalu ada, tentu termasuk dengan waktu yang terdistraksi akibat scrolling medsos dan nonton film di layanan streaming, itu juga saya masukkan hitungan.
Sejak dahulu, berjualan ini “bukan passion saya”, tapi karena tuntutan ekonomi, ya tentu saya jalani dengan penuh khidmat, karena seperti ungkapan diatas, tjuan adalah koentji. Namun, tentu passion saya harus tetap dipenuhi dan dikejar demi kepuasan. Karena ada bagian dari diri saya yang menginginkannya. Ya, saya sejak dahulu sedikit banyaknya ingin terlibat dalam dunia pendidikan.
Saya kadang-kadang melirik info cpns, pppk dosen, lowongan dosen tetap PTN , dll, tapi memang seperti kata Fiersa Besari dalam satu kesempatan, “Kita tidak perlu melihat superhero jauh-jauh ke luar negeri, karena superhero itu bisa dilihat dari seorang laki-laki yang rela mimpi-mimpinya diinjak didepan mata demi kepentingan keluarga.”. Idealisme saya tentang menjadi dosen di salah satu PTN bergengsi itu saya kubur dulu di halaman belakang rumah. Saya ambil opsi-opsi yang lebih realistis dengan jalan kehidupan saat ini sembari sedikit berharap ada saatnya nanti saya bisa gali kembali.
Beberapa bulan yang lalu, bagian dari diri saya ini akhirnya bisa menancapkan diri di dunia pendidikan, dengan menjadi guru di sekolah milik pesantren. Sekolah ini adalah satuan pendidikan baru dengan nama Pendidikan Diniyah Formal (disingkat PDF) yang berada dibawah naungan Kemenag. Porsi pelajarannya 75% kitab kuning dan 25% umum. Tentu saya tidak mengambil porsi yang 75%, karena disamping banyak pengajar alumnus Lirboyo yang hebat-hebat, pengetahuan kitab kuning saya sudah “volatil”, sehingga saya mengambil porsi pelajaran umum.
Setelah menjadi Guru, tentu itu masih saya rasa bagian kecil dari mimpi yang tercapai, karena saya memang lebih ingin mengajar di level mahasiswa, karena saya kira belajar bersama mahasiswa ini akan lebih fleksibel, cair dan komunikatif. Konon di level mahasiswa, mereka ini sedang dalam fase pencarian jati diri, hematnya saya ingin berperan sebagai pengantar bagi mereka untuk menemukan jati dirinya, wuih, saha aing? Hahaha. Engga lah, intinya sih karena saya sudah sekolah sampe S2, kalaulah keilmuan yang saya dapatkan ini tidak disalurkan, saya khawatir “volatilitas” keilmuan saya terulang lagi. Salah satu jalan untuk menjaga ilmu adalah dengan mengamalkannya. Dan mengajarkannya adalah salah satunya.
Selanjutnya, Alhamdulillah saya diterima untuk mengajar di perguruan tinggi kesehatan swasta di Cirebon, dan milik pesantren juga. Bisa dibilang, saat ini saya harus banyak bersyukur. Selain memang dari segi bisnis tetap berjalan, passion saya sedikit banyaknya tetap bisa saya kejar. Sudah sekitar 2 pertemuan mengajar di level mahasiswa, rasanya menyenangkan bertemu dengan calon generasi penerus bangsa, wehehehe. Tapi mengajar di PDF juga tak kalah menyenangkan, karena banyak pelajaran yang sudah banyak saya lupakan saat SMP dan SMA dulu, saya bisa mempelajarinya kembali.
Agaknya, kondisi sekarang ini bagi saya paling tidak bisa dianggap sebagai kondisi ideal bagi saya untuk menjalani hidup. Berperan dalam pendidikan sudah saya dapatkan, bisnis sudah berjalan, tinggal bagaimana saya dan istri terus melebarkan sayap untuk ekspansi bisnis untuk lebih mandiri secara ekonomi agar saya bisa jadi Kaya secara finansial. Bukan berarti saya hubbuddunya, tapi jika kita miskin juga kan gak bisa sedekah, hahaha. Seperti dawuh Buya Said Aqil Siroj, kita orang Islam harus kaya, harus ada orang Rajagaluh yang jadi orang paling kaya se Indonesia. Toh, pada dasarnya, ketika kita mengejar sesuatu yang sifatnya duniawi tapi dibarengi dengan niat yang baik, maka akan terkonversi menjadi sesuatu yang bernilai ukhrowi, begitupun sebaliknya.
Sebetulnya dalam kehidupan ini, tidak terlalu penting kita jadi apa dan siapa, yang penting apa yang kita lakukan ini bermanfaat bagi sesama. Tapi jika menjadi apa dan siapa itu adalah wasilah menuju kemanfaatan, tentu harus kita kejar. Karena intinya adalah ketika kita menjadi apa dan siapa itu kita harus menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Yang penting, jangan terlalu sibuk, jangan juga terlalu mager, yang sedang-sedang saja, hahaha.
Ditengah merosotnya prestasi tim-tim italia di kancah sepakbola eropa beberapa dekade ini, kenapa saya masih saja menjadi fans La Vechia Signora? Apalagi saat ini, liga-liga eropa lainnya seperti Premier League menawarkan kompetisi yang lebih dinamis dan berisi nama-nama pelatih dan pemain mentereng macam Pep Guardiola, Juergenn Klopp, Erik Ten Hag, Haaland, de Bruyne, Gabsus, de el el.
Ya begitu sulitnya menerjemahkan kecintaan terhadap klub bola, bisa jadi seseorang menilainya dari popularitas, prestasi, uang, kehebatan satu pemain, histori klub ataupun yang lainnya. Paling tidak seseorang memiliki narasi yang menjadi “Pandangan Pertama” kecintaannya yang bisa ia ceritakan. Uniknya, setelah seseorang tersebut menjatuhkan pilihan pada satu klub, sulit baginya untuk berpaling hati, meskipun klub yang ia sukai itu sedang menjalani tirakat nirgelar. Senelangsa apapu nasib klub kesayangannya itu, tetap ia bela, bahkan rela masuk goa ketika tim kesayangannya kalah oleh rival, hahaha.
Beberapa hari lalu saat berjumpa dengan teman lama, ia bertanya kepada saya, “Biasanya pecinta klub italia itu generasi 70-80an kan? Generasi kita ini jika dipersentasi akan lebih memilih tim-tim kesayangan dari Premier League atau La Liga, kenapa anda berbeda, maszeh? Juve?”, tanyanya sembari menyiratkan senyuman ejekan kekalahan Juve atas Benfica di Liga Champions, wkwkwk.
“Wes pokok e sekali Juve tetep Juve,”, jawabku singkat. Ia semakin ketawa ngece. Asu batinku. Menjawab pertanyaannya ditempat itu sepertinya bukan hal yang tepat. Maka saya akan jawab melalui tulisan ini saja, hehehe.
Jadi, semuanya bermula saat saya masih mondok di salah satu Pesantren di Jateng. Kebetulan di Pesantren itu selalu langganan Koran yang biasanya oleh pengurus pondok dipasang di Mading khusus Koran. Nah, meskipun kami hanya sesekali saja menonton TV sebagai sumber informasi pada saat itu, kami tetep update informasi terkini melalui koran mading yang berganti setiap harinya.
Rubrik sepakbola adalah minat utama saya, dan berita sepakbola yang heboh pada saat itu adalah skandal calciopoli (pengaturan skor) yang melanda Liga Italia. Klub-klub yang terbukti melakukan pengaturan skor mendapatkan pengurangan poin dan yang paling berat adalah Juventus, yang mendapatkan sanksi berupa degradasi ke Serie B dan pencopotan gelar juara serie A 2004/2005 dan 2005/2006. Hasilnya? Pemain-pemain bintang Juventus hengkang. Ibra dan Vieira ke Inter Milan, Cannavaro, Emerson dan Pelatih Fabio Capello ke Real Madrid, sedangkan Zambrotta dan Thuram ke Barcelona.
Tapi kerennya, ada beberapa pemain bintang yang setia menjadi Bianconero, ia adalah Buffon, Del piero, Nedved, Trezeguet dan Camoranesi. Saya ingat 5 foto bintang Juventus itu berjejer ditampilkan di koran yang saya baca di hari itu. Ditambah dengan kutipan meleleh dari Del piero yang berkata, “Seorang Pria Sejati pantang meninggalkan Wanitanya.”. Melting maszeh. Disinilah titik dimana saya mulai menjatuhkan pilihan untuk menjadi fans Juventus. Hari demi hari, koran terus berganti, yang selalu saya cari adalah perkembangan klub asal kota Turin itu pasca terdegradasi. Dan disuatu hari, terdapat foto dan artikel saat Juventus menjuarai serie B dan bisa kembali ke Serie A di musim selanjutnya. Di tengah artikel terdapat foto Didier Deschamps sang pelatih yang juga eks pemain Juventus dengan kacamata hitamnya yang menurut saya keren itu.
Meski sempat terseok-seok setelah promosi ke Serie A, namun Juve kembali menjadi Jawara Italia dari musim 2011/12 hingga 2019/2020, atau 9 kali secara beruntun, yeeeee. Iya saya tahu, Juve saat ini sedang tidak baik-baik saja dan sedang mencoba membangun kembali tim. Dan saya juga termasuk fans yang mendukung #AllegriOut, hahaha. Saya juga menulis ini sambil menonton Juve vs Milan dengan permainan backpass yang membosankan. Hasilnya? Kalah cok, kalah! 2-0! Semoga Gol yang dicetak Tomori & Diaz ini jadi momentum pergantian pelatih dinosaurus itu ke pelatih yang punya konsep baru yang teruji, hahaha.
Meski begitu, saya tetap cinta Juventus. Nilai kesetiaan yang ditunjukkan oleh Del Piero, dkk inilah yang membuat saya menjadi fans Juve. Karena bagaimanapun, kesetiaan itu berharga. Dan bagi saya, seseorang bisa bersikap setia terhadap sesuatu itu karena memang sesuatu tersebut memiliki sebuah nilai yang layak diperjuangkan, baik berupa rasionalisasi maupun dorongan hati. Fino Alla Fine, Berjuang Sampai Akhir. Ayo Bangkit Lagi, Juventus!
Sejak dimulai pada tanggal 13 Agustus lalu, alhamdulillah sudah sampai tahap ini, tahap yang bisa anda lihat pada gambar diatas. Ada perasaan bahagia bercampur haru. Tapi, perjalanan masih panjang. Karena katanya, perbandingan durasi antara membangun & finishing itu 50:50. Sedangkan, tahap sekarang ini masih terbilang baru 20-25 %.Jadi yah, dinikmati saja prosesnya. Sampe duit abis, hahaha.
Membangun rumah dengan segala seluk beluk rintangannya memang melelahkan. Kadangkala, terasa sangat lama, karena mau bagaimanapun, kerja tukang itu harus diawasi. Anda tahulah kekhawatiran anda terkait dengan tukang, banyak orang yang maklum dengan itu. Nah, kerja pengawasan ini terasa sangat lama. Namun saat scrolling di galeri sendiri, foto saat peletakan batu pertama memang belum lama, baru 15 hari. Terlebih, banyak ilmu baru didapatkan, dan ilmu tentang pertukangan ini sangat menarik untuk dipelajari dan didalami. Meski tidak secara langsung turun ke lapangan, tapi secara konsep dan tahapannya, semua saya coba pelajari. Minimal, untuk membangun kedepannya, saya tak buta-buta amat tentang pertukangan, maksimalnya, saya tak perlu lagi menggunakan jasa mandor, karena bisa saya mandorin sendiri, hehehe.
Dan, saya bersyukur, dibalik sulitnya kondisi ekonomi seperti ini, saya & keluarga berani untuk bertarung habis-habisan demi rumah impian. Bahkan seringkali banyak yang berujar, “Keadaan lagi kayak gini, berani juga ya?”. Saya hanya menjawab dalam pikiran saja, “Tidak ada jaminan di masa depan, kondisi perekonomian semakin membaik, malah mungkin lebih buruk. Dan, saya hanya sedang menjalani taqdir Allah saat ini, sembari berjalan kepada taqdir Allah yg lainnya. Soal bagaimana ke depannya, disamping berusaha sekuat tenaga, saya yakin bahwa Allah selalu memberi “makhroja” dan memberi rezeki yang “min haitsu laa yahtasib”, kuat dilakoni, nek ra kuat ngopi sek, trus lanjut maneh.”, cukup itu menjadi keyakinan.
Oh iya, ditulisan sebelumnya, saya menjelaskan jika rumahnya ini akan dibangun oleh kontraktor Maswindo Bumi Mas Cabang Sumedang. PT. Maswindo Bumi Mas ini adalah perusahaan kontraktor & developer pimpinan Mas Aswin Yanuar yang belakangan cukup viral di media sosial. Selengkapnya anda bisa baca disini. Tadinya memang saya mau pake jasa beliau. Namun karena satu dan dua alasan, saya mengurungkan niat menggunakan jasa Maswindo. Yang pasti, bukan karena hasil pekerjaannya Maswindo jelek, engga kok, sejujurnya saya sangat suka dengan desain-desain rumah buatan Maswindo. Tapi pengurungan ini didasari hal lain ya.
Akhiron, bagi sahabat-sahabat seusia, usia dimana mungkin sebagian besar ada ditahap yang kurang lebih sama dengan saya. Saya ucapkan Semangat untuk kawula muda. Jalan masih panjang, kencangkan ikat pinggang, singsingkan lengan baju, ayo kita arungi luasnya kehidupan.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk promosi. Tapi lebih sekedar share pengalaman. Meskipun mungkin satu atau dua bagian bisa dianggap sebagai kalimat-kalimat promosi, silahkan anda simpulkan sendiri lah, apakah tulisan ini mengandung unsur marketing atau tidak, hehehe.
Belakangan ini, tren penggunaan skincare meningkat pesat. Khususnya saat pandemi COVID-19 melanda dunia, terlebih di indonesia. Saat mobilitas manusia dibatasi, tren penggunaan kosmetik untuk make up jadi berkurang, dan uniknya skincare datang menjadi tren baru “menggantikan” kosmetik. Karena ingin kulitnya tetap glowing terawat tanpa make up, banyak wanita menggunakan aneka produk skincare untuk perawatan kulit wajahnya. Semakin banyak permintaan pasar atas skincare ini, disamping brand-brand lama seperti Wardah, Vaseline, L’oreal, dll akhirnya banyak bermunculan brand-brand skincare baru beberapa tahun belakangan ini, seperti MS Glow, Scarlett, WhiteLab, Azarine, dll yang diantaranya merupakan brand lokal Indonesia.
Tren skincare ini juga tidak lepas dari pengaruh budaya Korea yang menginvasi masyarakat Indonesia belakangan ini, dimana skincare sudah membudaya di Korea Selatan dan tren ini diikuti oleh para wanita di Indonesia. Meskipun, sebelum ada pengaruh dari budaya skincare Korea, sudah banyak wanita Indonesia yang menggunakan skincare. Tapi tertunya, pengaruh K-Pop adalah salah satu faktor terbesar yang berkontribusi pada meningkatnya penggunaan skincare di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, mereka yang menggunakan skincare tidak melulu yang ikut-ikutan tren Korea, tapi memang mereka yang sadar akan pentingnya merawat kulit.
Manfaat skincare ini sangat banyak, sederhananya bisa kita bandingkan dua wanita seumuran, si A rutin menggunakan skincare dan si B tidak rutin menggunakan skincare. Saya sudah melihat perbedaannya dari orang terdekat saya sendiri. Artinya, anda juga bisa bandingkan sepeda motor atau mobil yang rutin dirawat dan tidak dirawat. Tentu berbeda kan? Motor yang rutin di rawat, rajin di cuci, rutin servis, ganti oli dan tune up akan lebih nyaman di lihat dan nikmat ketika dikendarai. Udah, anda jangan analogikan ke hal yang menjorok, hahaha. Intinya, penggunaan skincare ini bukan hanya berdampak kepada aspek estetik atau tampilan saja, tapi juga bermanfaat dari aspek kesehatan.
Dan pertanyaan selanjutnya, sepenting itu jugakah skincare untuk pria? Anda pasti sering mendengar atau bahkan mungkin saja anda salah satu yang mengucapkan. “Cowok kok pake skincare”, “lebay”, “kaya cewe”, “gak macho”, dan ejekan-ejekan sejenisnya. Sehingga akhirnya, anda gak mau menggunakan skincare, takut diejek, dll. Awalnya saya juga begitu. Namun, sejak istri saya mulai berjualan skincare MS Glow dimana terdapat lini produk skincare khusus pria, MS Glow for Men yang juga dijual istri saya, saya ikut memperhatikan tren ini. Uniknya, skincare pria ini cukup laris juga. Meskipun laju penjualannya tetap lebih unggul lini skincare wanita, tapi performa penjualan skincare pria juga cukup baik.
Dari fakta ini, kita bisa melihat mungkin stereotip “cowok pake skincare = lebay” itu sudah mulai terkikis. Ya buktinya penjualannya juga lumayan kencang. Agaknya, kampanye MS Glow for Men yang berbunyi #RealMenTakeCareofTheirSkin itu cukup berhasil. Saya pun akhirnya ikut-ikutan mempromosikan skincare MS Glow for Men di status WA saya, lalu saya coba membuka akun instagram yang alhamdulillah sudah terverifikasi Instagram Shopping yang memungkinkan anda bisa berbelanja produknya via Instagram, mantap!
Ya karena yang berjualan adalah istri sendiri, saya yang sedari lahir menggabungkan sabun badan dengan sabun muka ini mulai mencoba menggunakan Energizer Facial Wash dari MS Glow for Men, dan rasanya nyaman-nyaman saja digunakan. Kebetulan juga wajah saya jarang banget jerawatan, jadi gak rewel lah untuk urusan sabun muka ini. Seterusnya, saya mulai coba cream dan serum MS Glow for Men nya dan cocok-cocok aja. Lalu saya coba juga Body Lotion for Men nya, ya cocok juga, gak ada masalah. Hasilnya? Kata istri sih saya makin ganteng, hahahaha. Engga lah, katanya sih lebih bersih dan cerah. Kalo saya pribadi merasakan sih, kulit jadi lebih lembut dan gak kasar.
Jadi, sejak 2 bulan lalu saya menggunakan skincare dari MS Glow for Men. Review nya positif lah. Dan rangkaiannya juga gak beribet, pagi cuci muka dan cream, lalu malam cuci muka dan serum. Kalo kata anak-anak sekarang, sesimpel itu lho gaes.
Dan apakah penting buat pria menggunakan skincare? Bagi saya, itu tergantung dari kebutuhan anda. Kalo anda punya anggaran untuk beli skincare nya, silahkan anda beli. Tidak ada salahnya anda merawat diri. Toh, anda juga biasanya punya anggaran untuk perawatan kendaraan anda. Namun jika anda gak punya anggaran untuk membeli skincare, dahulukan saja kebutuhan primer, untuk makan, uang sekolah anak, dan lain-lain.
Jika anda berminat untuk menggunakan skincare, khususnya dari lini produk MS Glow for Men, saat ini saya juga berjualan bersama istri sebagai member resmi, anda bisa hubungi WA di 089 660 890 300 atau bisa juga melalui Instagram, Website dan Marketplace seperti Shopee, Lazada dan Tokopedia. Harganya cukup terjangkau, untuk paket basic MS Glow for Men, dengan harga 250K, kamu bisa dapat 3 item, Energizer Facial Wash, Energy Bright Cream dan Energy Serum. Lebih murah dari paket MS Glow Beauty (untuk wanita) yang ada di harga 300K. Pengiriman tersedia ke seluruh Indonesia bahkan hingga ke alam baka, hahaha. Siapa tau yang di kuburan masih mau skincare an.
Kebetulan atau memang sebetulnya udah pasti sih, pasca idul fitri lalu, banyak tanggal merahnya, ada Waisak, Kenaikan Isa Almasih, dan yang akan datang diawal bulan Juni, harlah Pancasila. Jika dilihat beranda sosial media, kita disuguhi aneka foto dan video rakyat sebangsa dan setanah air sedang melakukan aktivitas yang sekarang ini populer disebut “healing”. Iya, kemungkinan besar anda pernah dengar suara dubbing “Woy, kerja mulu, healing kita healing”, disertai hasil jepretan di spot foto yang “instagramable”, tempat wisata, pantai, gunung, beserta tempat populer dan eksotis lainnya.
“Healing matamu soek.”, gumamku.
Bukan saya benci orang yang senang jalan-jalan, healing atau apalah istilahnya. Tapi saya sebagai hamba Allah yang amatiran ini pengen juga coook, tapi yo gak isok, aku libur yo tetep kerjo maszeh! Healing healing matamu a!
Engga kok engga, saya gak iri dengan healing yang orang lain lakukan. Karena saya udah pernah mencoba metode healing +62 itu. Datang ke tempat eksotik atau keren, trus saya berfoto disana, dengan anak dan istri. Hasil fotonya ternyata beda dengan yang sering saya temukan di instagram. Hasil foto saya gak sebagus mereka. Apa harus saya edit dulu di photoshop? Masalahnya skill photoshop saya cuma sekedar seleksi background foto. Apesnya skill itu sudah dipecundangi dengan teknologi AI, asu dahlah.
Yang lebih memusingkan lagi dari healing metode +62 itu, pulang dari tempat healing, isi saku bersih cling! Hahaha. Belum saat ditempat healing, anak2 rewel dan sebagainya, masalahnya, saat anak-anak rewel, bojo juga ikutan rewel, hahaha. Bukan healing yang didapat, malah lelah lahir batin bro, makanya, “Healing matamu soek!”.
Sejak saat itu, saya malas healing healing dengan metode +62 itu. Healing saya cukup R.E.B.A.H.A.N. Ditemani netflix atau pees dengan segelas kopi. Sesekali makan-makan di luar, itu lebih jelas, lidah senang dan perut kenyang. Dan tentunya, sebelum makan, gak wajib foto menu hidangan, langsung gasak mawon, yes.
Menjelang harpitnas di hari rabu nanti Selamat berhealing ria, dengan metode masing-masing. Kalo saya sendiri sih hari rabu nanti bisa kerja bisa engga. Ya karena bisnis sendiri, bisa fleksibel. Kapan aja saya mau, saya bisa rebahan, saya bisa kerja juga, asal pekerjaan beres aja, dan urusan healing dan tidaknya keluarga kami di hari rabu nanti, tentu diputuskan oleh Kapolda tercinta, hehe.
Salam sayang dari saya dan Saitama, anggota asosiasi kaum rebahan.
Hai, Saya Fawwaz Muhammad Fauzi, suatu produk hasil persilangan genetik Garut-Majalengka. Menjadi Dosen Kimia adalah profesi utama saya saat ini. Selain itu, ya membahagiakan istri, anak dan orang tua. Melalui blog ini, saya ingin menuliskan kisah-kisah keseharian saya yang pasti receh. Mungkin sedikit esai-esai yang sok serius tapi gak mutu. Jadi, tolong jangan berharap ada naskah akademik atau tulisan ilmiah disini ya, hehe.
Kalau ada yang mau kontak, silahkan email ke [email protected]. Udah itu aja.