Bicara perbaksoan, saya bisa mengklaim kalo saya ini pecinta kuliner berbentuk bulat itu. Bukan karena saya juga memiliki perawakan membulat, haha, tapi memang saya menyukai bakso. Bahkan, keluarga saya sering berujar, “Untuk seorang Fawwaz, gak ada bakso yang gak enak di dunia ini.”, ungkapan yang bisa dibilang, noted! Haha.
Sekali-kali, di blog ini saya tulis hal-hal yang ringan, biar kesannya gak serius terus. Karena sesuai keinginan saya di tulisan saya yang ini, saya memang ingin membawa blog ini lebih banyak menulis hal-hal receh. Dan salah satunya adalah urusan kuliner. Meskipun sebenarnya, kuliner bukan hal receh, karena yakin, manusia ingin mengisi perutnya dengan sesuatu yang bercita rasa nikmat, tidak hanya membuat ia kenyang, tapi juga bisa menggoyang lidah saat menyantapnya.
Bicara soal bakso di tempat tinggal saya di Rajagaluh, Majalengka, saya jelas memilih Bakso Kliwon yang ada di Jl. Pangeran Muhammad sebagai Bakso terenak nomor 1, paduan daging, tepung dan bumbunya terasa pas, juga kuahnya yang maknyusss. Anda bisa membeli bakso ini dengan biaya kurang lebih 18 ribuan/porsi, saya lupa persisnya. Ketika saya pengen makan bakso dan gak mau jauh-jauh, bakso kliwon ini pilihan pertama.
Selanjutnya, menuju arah Majalengka, saya memilih bakso barokah mas kinoy yang berada di perempatan Cigasong. Saya lebih sering memakan bakso ini dengan metode “keringan”, alias pesan bakso tanpa kuah, dengan kecap dan sambel 3 sendok. Bukan karena kuahnya gak enak, tapi karena biasanya saya memakannya sambil nyetir mobil sepulang urusan pekerjaan. Tolong jangan ditiru, karena hanya supir expert yang bisa nyetir sambil makan bakso. Jangan dibayangkan, hahaha.
Selanjutnya masih banyak lagi, ada bakso puskesmas yang murah meriah, bakso mang jafra dengan bakso Iga andalannya, bakso mekarsari di heuleut, leuwimunding yang juga mantap, dan ada juga bakso mang panjul di Kadipaten yang direkomendasikan oleh youtuber Farida Nurhan. Itulah ensiklopedia bakso yang berada di sekitar Rajagaluh. Nah, berhubung sehari yang lalu saya mudik ke kampung halaman istri di Malang, saya juga punya list khusus untuk menilai bakso-bakso yang menurut saya layak untuk anda cari saat berkunjung ke Malang.
Saya berani merekomendasikan Warung-warung bakso ini bukan hanya dari satu kali kunjungan, saya berkuliah selama 5 tahun di Malang. Jadi anda tidak perlu meragukan penilaian saya mengenai perbaksoan di Kota Malang, hehe. Oke, langsung saja, saya nomeri saja.
5. Bakso Solo Tandon, di Tlogomas
Saat mahasiswa dulu, saya cukup sering mencicipi bakso ini. Disamping karena saya orang sunda yang lebih akrab dengan varian bakso solo yang tanpa goreng dan tahu-tahuan, bakso ini rasanya enak banget lah. Khas bakso-bakso solo yang memang udah enak dari sananya. Untuk anda yang baru saja menginjakkan kaki di kota Malang dan kurang suka dengan varian bakso Malang yang terlalu banyak isi, anda bisa pilih Warung Bakso ini.
Terbaru saya browsing-browsing, di warung bakso ini sudah tersedia aneka siomay dan tahu isi juga, plus terdapat bakso bakar. Saya jadi penasaran lagi nih.
4. Bakso Prima Cak Herman, di Jl. Soekarno Hatta
Jika anda ingin bakso dengan varian yang sangat banyak, disini tempat yang cocok. Karena selain bakso, tahu, siomay, dan aneka jeroan seperti kikil, usus, paru, babat dan lain-lain yang bisa kamu pilih suka-suka. Rasa baksonya tentu menggoyang lidah. Saya beberapa kali mengunjungi warung bakso ini saat ingin mencicipi bakso dengan isi mangkok yang komplik bersama kikil dan babat yang tentu memanjakan lidah anda, jangan lupa sambelnya biar makin mantap!
3. Bakso Cak Toha, di Jl. Semeru
Nah, bakso ini jelas Ngalam polll, karena menunya tidak aneh-aneh. Bakso khas Malang dengan isi pentol urat kasar, pentol halus, goreng, siomay dan tahu yang semuanya enak. Ya, tidak semua warung bakso di Malang menyajikan adonan siomay dan tahu isi nya sama dengan adonan pentolnya. Tapi di bakso Cak Toha ini, adonannya sama enak dengan pentolnya. Anda pecinta bakso Malang pasti paham maksud saya. Kalo rasa pentolnya, jelas uuueeenakk, pokoknya yang masuk 5 besar ini pasti enak lah, hahaha.
2. Bakso & Cuimi de Stadion, di Kota Batu
Saat bakso beranak sedang hits-hits nya dulu, bakso stadion ini juaranya bakso beranak. Beberapa kali saya makan bakso di tempat ini, antriannya selalu bejubel. Antrinya sampe keluar-keluar, belum juga antrian duduknya. Kalo sudah antri-antri begitu, gak usah saya jelaskan lagi lah rasa baksonya. Isiannya macam-macam dan bisa kita pilih seindiri dengan model prasmanan. Di kesempatan mudik ini, kalo memang ada waktunya, saya ingin coba menyantap lagi warung bakso ini, sambil jalan-jalan menikmati keindahan kota Batu tentunya, bersama anak dan istri, hehe.
1. Bakso Kraton, di Jl. Pakis Kembar
Wah, kalo yang ini jelas “one and only one”. Dipuncak teratas saya pilih Warung Bakso ini. Kenapa? Rasa baksonya sudah sulit dijelaskan dengan kata-kata, ueeeeeenaaaak puuuooooollll. Sejak mahasiswa sampai punya 2 anak, setiap kali berkunjung ke Malang, saya tidak sudi kalo Bakso ini terlewat untuk saya cicipi, hahaha. Beneran lho ini. Saya bahkan sempat pesen pentol pedesnya 2 loyang untuk saya bawa pulang ke Majalengka, wkwkwk. Sedihnya, 4 bulan lalu saya mudik ke Malang, saya ditakdirkan untuk melewatkan bakso ini karena lagi sakit gigi dan sulit mangap, hahaha. Dan, akhirnya hutang itu lunas terbayar kemarin. Saat keluar dari exit tol Pakis, sambil lewat menuju rumah mertua, saya memesan bakso ini dan menyantapnya selepas taraweh, Alhamdulillah sam, muantaaaap, hahaha. Keunggulannya? Anda cicipi saja langsung, biar lidah anda yang menilainya, hahaha.
Demikian adalah 5 bakso terenak se Malang Raya versi saya pribadi. Kenapa bukan bakso Presiden? Bakso Cak Man? Atau Warung bakso lainnya? Bukan berarti bakso selain 5 bakso diatas gak enak, bakso presiden dan bakso cak man juga enak kok, juga layak sekali anda coba, tapi ini adalah buah dari subjektivitas lidah saya. Penilaian lidah anda terhadap bakso kemungkinan berbeda dengan lidah saya, tergantung selera anda, ya lagi-lagi karena manusia dan lidahnya memang subjektif, bisa jadi menurut anda gak enak, menurut saya enak, ataupun sebaliknya. Jadi, tolong perbedaan pendapat ini dihargai ya, wkwkwkwk. Dan satu lagi, kembali kepada statemen penting dari keluarga saya, “Tidak ada bakso yang tidak enak di lidah seorang Fawwaz, semua enak!”, hahahaha.
Sekian, lebaran sebentar lagi, selamat mudik dan selamat menyambut Idul Fitri 1443 H. Mohon maaf lahir dan batin.
Setiap kali ada momentum harlah PMII, yang saya ingat adalah romantika perjalanan saya menjadi aktivis PMII saat berkuliah S1 dulu, ya, saat berkuliah dulu, saya bergabung di PMII. Yang paling saya ingat ya jelas sahabat-sahabat saya saat itu, beserta kenangan-kenangan manis dan pahit saat berorganisasi dan berproses, asek. Yah, semoga mereka, sahabat-sahabat seperjuangan saya dulu itu diberi kesehatan, kebahagian dan diberi kekuatan untuk meraih impiannya masing-masing, amin.
Beberapa tahun yang lalu, saya juga pernah menulis catatan harlah PMII. Catatan itu ditulis untuk mengikuti sebuah sayembara menulis untuk semacam buku antologi “Kado Ultah PMII”. Kebetulan juga saat pengumuman, tulisan saya termasuk dari 20 tulisan yang terpilih. Sayangnya, hingga saat ini pencetakan buku antologi itu urung dilakukan, atau mungkin gak jadi dicetak. Anda bisa baca dengan klik disini. Tulisannya hanya seputar cerita bagaimana saya mulai masuk ke PMII dan bla bla bla. Jadi bisa anda lewatkan tulisan “lebay” itu.
Sebuah organisasi dimanapun itu berada, apalagi yang berasaskan ideologi tertentu akan menawarkan suatu nilai yang diperjuangkan. Nilai ini yang kemudian diharapkan dapat diterjemahkan kedalam konsep gerakan dan praksisnya. Disinilah para intelektual di organisasi berjibaku menyusun konsep, rolemodel dan atau grand-design. Merumuskan konsepsi atau turunan praktis dari suatu nilai memang cukup pelik. Persisnya adalah ketika dihadapkan pada realitas yang rumit.
Menghadapkan keilmuan dan realitas memang seringkali timpang disatu sisi. Meskipun pada dasarnya, keilmuan lahir dari kajian atas realitas. Hanya saja, variabel yang tak terhingga pada realitas memaksa keilmuan membatasi ruang lingkupnya agar “lebih cepat” dalam menciptakan konsep/aturan.
Begitulah yang menurut saya pun terjadi pada PMII. Nilai-nilai luhur dan cita-cita perjuangan yang diusung jelas 100% adalah nilai kebaikan. Namun pengejawantahan dari nilai ke PMII an dan hubungannya terhadap realitas seringkali tidak bisa memuaskan banyak pihak. Selain memang realitas ini barang sulit, tidak sedikit juga bagian dari PMII (mis: alumni) lupa terhadap konsepsi dari nilai-nilai keorganisasian. Atau mungkin juga terdistraksi dengan persoalan lain yang lebih rumit.
Tulisan reflektif sahabat saya di link ini adalah salah satu nya. Ia mempertanyakan posisi atau bahkan keputusan strategis PMII sebagai organisasi dalam menyikapi persoalan-persoalan bangsa ini. Misalnya ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum, pelanggaran HAM, represivitas aparat, dll. Dimana posisi PMII dalam menyikapi masalah tersebut? Apakah pro? Kontra? Mendukung? Menentang? Dan jika sikap sudah dipilih dan ditunjukkan, lalu apa yang akan dilakukan PMII sebagai sebuah organisasi pergerakan?
Lebih lanjut, sahabat saya ini menyampaikan kritik atas peran mereka yang ia sebut intelektualis PMII. Ia menyampaikan bahwa mereka itu inkonsisten, eksklusif dan tidak substantif. Sehingga dalam kerja-kerja organisasi, dan dalam menghasilkan putusan-putusan organisasi tidak pernah benar-benar strategis. Padahal jika dilihat dari aspek nilai yang diperjuangkan, PMII adalah sebuah wadah yang mengusung nilai paripurna, minimal ini anggapan saya, hehe.
Agaknya, memang begitulah kebanyakan organisasi saat ini. Dengan harapan kolektivitasnya, alih alih menghasilkan putusan atau gerakan yang dapat menjawab tantangan zaman, ia malah terjebak stagnansi akibat dari ketidakmampuan mereka untuk bertindak kolektif. Penyebabnya macam-macam, yang paling kentara bisa saja karena sulitnya membaca dan menganalisis realitas sosial yang harus dihadapi. Atau lebih parahnya, boro-boro membaca, ia terdisktraksi dengan konflik internalnya sendiri dan berputar disitu situ saja.
Apakah kemudian organisasi semacam PMII ini kemudian tidak lagi relevan dengan zaman? Atau tidak lagi mampu menjawab problematika sosial yang dihadapinya? Saya tidak tahu jawaban anda, tapi bagi saya, dengan berbagai syarat-syarat yang harus dipenuhi, PMII atau organisasi sejenisnya masih relevan. Secara nilai, PMII sudah paripurna dan non-debatable, namun subjek dari organisasi itu sendiri yang harus terus berbenah. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.”, perkataan Pram ini menurut saya dapat menjadi pijakan ideal untuk mulai proses berbenah.
Nilai-nilai yang diusung PMII akan terasa tidak ada harganya saat tidak memiliki turunan konsep atau tawaran yang jelas dalam implementasinya. Apa transformasi gerakan yang diusung PMII? Konsep apa yang ditawarkan PMII untuk bangsa ini? Sebagai kader atau alumni misalnya, sulit menjawab pertanyaan ini. Karena dalam tataran konsep dan praksis tak semudah seperti kita menjelaskan nilai-nilai luhur itu, terlebih dengan realitas sosial yang rumit, siapa kawan, siapa lawan, siapa benar, siapa salah, siapa yang objektif, siapa yang subjektif, dan saat terdapat isu-isu tertentu, PMII punya sikap yang ajeg dan teteg dimana ia berdiri dalam isu tersebut.
Mungkin saya harus cukupkan tulisan ambigu saya yang bukan siapa-siapa ini. Intinya, di harlah PMII ke 62 ini, semoga PMII terus dewasa, menjadi organisasi yang matang secara konsep gerakan, sehingga nilai-nilai yang diperjuangkan PMII bukan hanya sebatas bahan pidato atau orasi agar mulut kita berbusa, tetapi memiliki sederet konsep ciamik untuk memperjuangkannya terhadap realitas sosial yang mudah berubah seperti saat ini.
Dirgahayu Pergerakanku! Selamat Harlah PMII ke 62, Long Live Movement !!!
Seperti yang kita tahu, lini massa di media sosial ramai dengan postingan-postingan tentang demo mahasiswa 11 April 2022, isi tuntutannya saya juga kurang tahu, mungkin seputar Tolak Jokowi 3 Periode, harga segala kebutuhan masyarakat yang merangkak naik dan isu-isu lainnya. Bagi mantan mahasiswa aktivis abal-abal kayak saya ini, isu-isu begini sudah tak lagi jadi garapan primer, yang primer jelas nyari duit buat keluarga. Tapi masalahnya, nyari duit sekarang susah, asli, harga serba naik, daya beli orang menurun, ekonomi jelas stagnan kan? Dan gobloknya lagi, saya ini termasuk golongan menengah kebawah secara ekonomi, bagian dari mayoritas masyarakat endonesa ini, yang sedikit-sedikit pengennya healing tapi duit pas-pasan, jelas menderita!
Sebagai mantan aktivis PMII kacangan, jelas saya tetap peduli dengan isu kerakyatan. Selain memang jadi bagian dari masyarakat yang terhimpit juga, saya melihat pemerintah saat ini agak ugal-ugalan dalam pengambilan kebijakan, ataupun dalam menanggapi kritikan. Saya sangat mendukung penuh tuntutan mahasiswa yang menolak penundaan pemilu ataupun usulan 3 periode. Tentu karena godaan kekuasaan itu sangat berat, semakin lama seseorang berkuasa, maka semakin besar potensi penyalahgunaan kekuasaan, dan disitulah akan muncul bibit-bibit otoritarianisme.
Dengan dibatasi 2 periode saja, cengkraman oligarki saat ini terasa begitu kuat. Negara serasa hanya diatur oleh segelintir orang saja. Haduh, anda bisa berselancar ria di gugel tentang mereka yang diduga kuat merupakan segelintir orang yang memegang kendali kekuasaan. Atau bisa anda lihat abuse of power yang dipraktekkan partai berkuasa saat periode kedua Presiden SBY, dimana orang-orang didalam lingkarannya banyak terlibat kasus korupsi megaproyek Hambalang. Begitulah kekuasaan memainkan kartunya, sehingga kita harus tegas MENOLAK wacana penambahan durasi kekuasaan, karena lebih besar madlorotnya daripada maslahatnya.
Harga kebutuhan pokok yang naik. Minyak goreng naik, bensin naik, besi naik dan pajak yang naik, terlepas dari apapun alasannya, tentu itu sangat tidak tepat dilakukan pada saat ini. Asli pak pak, kita ini baru saja bisa bernapas lega, lalu anda langsung cekik kami lagi. Mbok ya tahan dulu. Apalagi pemindahan ibu kota baru yang terlalu buru-buru. Kan bisa ditunda satu dua tahun lagi pak, uangnya sekarang dipake untuk membantu rakyatnya dulu pak. Sebagai pemimpin, harusnua bisa memahami sense of crisis kan pak. Apa kalo ditunda Bapaknya udah gak menjabat lagi, jadi nanti legacy-nya engga atas nama Bapak, eh, pinggir jurang.
Saya seringkali lega ketika mahasiswa mau turun kejalan untuk meneriakkan yang menjadi aspirasi rakyat, mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang ugal-ugalan itu. Meskipun saya agak jijik ngelihat poster-poster demonstran yang terkesan hanya didesain agar masuk fyp tiktok. Asal unik, tapi tidak menyentuh esensi demonstrasi, yang penting viral, duh. Apalagi poster yang dibawa sama mbak-mbak, “LEBIH BAIK BERCINTA 3 RONDE DARIPADA HARUS 3 PERIODE”, Asu tenan.
Dulu pas mahasiswa, saya juga senang saat melihat sahabat-sahabat saya turun ke jalan, menyuarakan aspirasi. Chaos itu resiko, karena memang manajemen aksi itu ilmu yang sederhana dalam teori, tapi njelimet dalam praktek. Asli bos, jika massa sangat banyak, sangat sulit untuk menjaga barisan massa untuk tertib dan sangat sulit menjaga untuk tidak disusupi diluar massa aksi. Seperti halnya kejadian kemarin dimana ada chaos yang tidak diduga-duga, yes! Pengeroyokan Ade Armando.
Saya yakin, pengeroyokan Ade Armando bukanlah esensi dari demonstrasi mahasiswa kemarin. Ya inilah salahsatu dari chaos yang terjadi, dimana ada oknum massa yang memanfaatkan momentum demo. Sudah jadi barang maklum lah, bahwa sejak 2014 lalu, secara membabi buta kita disuguhi praktik politik identitas, menggunakan jubah agama untuk mewujudkan tujuan politik tertentu. Propaganda, caci maki dan lain-lain digunakan dalam pertarungan 2014, berlanjut di 2019. Kelompok mana? Ini sudah 2022, jadi sudah 8 tahun sejak politik identitas menggelora. Semua sudah tau siapa pemainnya. Kengerian politik identitas ini bisa anda baca di media sosial, baik twitter, facebook, youtube, dll yang penuh dengan kebencian. Takbir! Sweeping, Takbir! Ngebom, Takbir! Ngeroyok. Bagi saya, ini adalah hal nyata dalam penistaan terhadap nilai-nilai agama.
Saya juga banyak tidak suka dengan pendapat Ade Armando yang nyeleneh dan memicu kontroversi. Bahkan dalam status Prof. Mun’im Sirry disebut kekerasan verbal. Diluar dari ketidaksetujuan saya itu, pengeroyokan ini sama sekali tidak bisa dibenarkan. Yang menyedihkannya lagi, media sosial diramaikan dengan ucapan “Alhamdulillah” atas apa yang menimpa Ade Armando. Ada juga ada yang merasa terwakili dengan para penganiaya. Juga menghubung-hubungkan bahwa tragedi itu adalah azab dari Allah untuk Ade Armando. Lagi-lagi agama dijadikan pembenaran untuk menganiaya orang. Miris lah melihat komentar netizen yang dalam komentarnya seolah-olah mengesampingkan kemanusiaan. Semoga saja yang kita lihat di medsos itu adalah komentar akun-akun palsu yang diatur oleh bot, bukan orang beneran, karena komentarnya udah gak kayak orang.
Saya ini nahdliyin tapi juga mengkritik pemerintahan? Pikiran anda sempit jika memandang saya akan selalu pro kepada pemerintah karena saya NU, yang dituduh sebagai ormas penjilat pemerintah. Engga bos! Secara pribadi, saya punya sikap, saya punya otak dan saya punya hati untuk mengolah apa yang saya lihat, dengar dan rasakan dari pemerintah. Maka sikap saya tidak harus sama dengan organisasi manapun. Dan, mengenai NU, mungkin anda juga salah memahami, bahwa benar sebagian besar warga NU berperan dalam pemenangan Jokowi-KH. Ma’ruf Amin, tapi NU bukan partai politik, sehingg secara kelembagaan/keorganisasian, NU tidak ikut campur dalam urusan politik praktis, tapi NU akan terdepan jika urusannya adalah politik kebangsaan, seperti menghadang mereka yang menggunakan Politik Identitas, menjadikan agama sebagai alat kepentingan politik, atau golongan sempalan-sempalan radikal yang berani menghina para Kyai NU dan merongrong NKRI. Kikis Habis!
Semoga Indonesia aman dan damai. Sehingga kita tetap bisa beribadah dengan tenang, berpuasa dengan santuy, dan ngabuburit dengan tawa, jangan sambil sweeping apalagi ngeroyok orang. Selamat Ngabuburit.
TOLAK 3 PERIODE! TURUNKAN HARGA-HARGA! KATAKAN TIDAK UNTUK POLITIK IDENTITAS!
Jagat maya saat ini, khususnya media sosial memang sedang gencar-gencarnya mempertontonkan perang pengaruh, saling merebut klaim kemayoritasan, klaim paling agamis, tuding menuding, dan sejenisnya. Propaganda sekejam apapun dihalalkan. Goreng menggoreng terus dipraktekkan dalam kehidupan bermedsos sehari-hari. Banyak dugaan bermunculan apakah sebetulnya kegaduhan yang terjadi di dunia medsos kita hari ini adalah bagian dari operasi intelejen dari negara adidaya untuk menancapkan pengaruhnya di negara lain? atau bahkan menghancurkan eksistensi sebuah negara seperti yang terjadi di timur tengah? Barangkali ini bisa jadi diskursus yang menarik untuk dibahas sambil ngopi.
Salah satu organisasi yang saat ini terus menerus menjadi target serangan adalah Nahdlatul Ulama. Sebagai organisasi keagamaan islam terbesar di Indonesia, bahkan dunia, NU jelas telah menjadi sasaran empuk propaganda dan fitnah. Tujuannya jelas untuk melemahkan posisi NU sebagai salah satu pondasi penting yang berperan besar dalam memperjuangkan, mengisi dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terlebih, catatan-catatan sejarah hari ini mulai membuka kiprah besar Nahdlatul Ulama yang sebelumnya banyak tertutupi, khususnya akibat dari tekanan pemerintah orde baru yang mengerdilkan peran NU dan kader-kadernya, salah satunya? Resolusi Jihad.
Media sosial menjadi medan fitnah yang luar biasa terhadap NU dan bagian-bagian yang terkait dengannya, salah satu yang paling kencang mendapatkan serangan adalah Gerakan Pemuda Ansor dan Bansernya. Anda bisa kroscek sendiri bagaimana narasi-narasi negatif terus dilontarkan, baik di facebook, twitter, instagram, youtube, tiktok dan tak ketinggalan, grup-grup whatsapp. Propaganda yang masif itu mau tidak mau harus diakui memiliki pengaruh dalam mendistorsi persepsi terhadap NU, Ansor, Banser dan yang lainnya disebagian kalangan, meskipun saya yakini tidak banyak. Bahkan kalangan santri pun ada yang ikut nyinyir dan “membenci Ansor dan Banser”.
Saya memang belum terlalu lama berkecimpung di Nahdlatul Ulama. Saat mahasiswa, tergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Kemudian saat kembali ke kampung halaman, tiba-tiba saya langsung ditunjuk menjadi Sekretaris MWC NU Kec. Rajagaluh (saya merasa sangat tidak layak), disusul dengan diberi mandat sebagai Wakil Ketua di PAC GP Ansor Kec. Rajagaluh. Dan beberapa hari ini, saya aktif mempublikasikan keterlibatan saya dalam acara DIKLATSAR BANSER yang merupakan gerbang awal bagi masyarakat yang ingin bergabung dengan Satuan Banser. Komentar yang masuk ke saya cukup beragam. Ada yang mempertanyakan, ada yang mengernyitkan dahi, terheran-heran, kenapa orang seperti saya, yang mungkin menurut mereka seperti “orang lurus” masuk ke dalam organisasi “nyeleneh” macam GP Ansor dan NU. Lagian, anda juga “nyeleneh” juga menuduh saya orang lurus, hahaha.
Lalu bagaimana posisi saya menanggapi banyaknya ujaran negatif terhadap NU? Mengenai ini, saya punya keyakinan. Bahwa NU adalah rumah besar para Ulama, khususnya beliau-beliau yang telah membimbing saya saat di Pesantren dulu. Tidak ada satupun kyai dari Pondok Pesantren almamater saya yang tidak memiliki keterlibatan dan keterkaitan dengan Nahdlatul Ulama. Jadi, jelaslah bahwa keterlibatan saya di NU adalah merupakan suatu upaya ta’dziman, takriman, taqlidan kepada Guru-guru saya di Pesantren dulu. Saya meyakini bahwa guru-guru saya di Pesantren ini tidak akan salah pilih organisasi dan tidak akan asal-asal dalam menentukan wasilah berdakwah, dari mulai di Ciamis, Pati, Brebes, Tasikmalaya dan Malang semua sama, NU!
Kenyelenehan yang mungkin terlihat dari para kyai atau tokoh NU yang seringkali menjadi bahan ‘gorengan haneut’ itu saya yakin memiliki argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak hanya asal ingin beda atau ingin menciptakan sensasi. Keyakinan begini tidak berarti menumpulkan daya kritis saya kepada satu dua persoalan ya, karena pasti saya memiliki persepsi dan pendapat terhadap persoalan itu. Setuju dan tidak. Suka dan tidak. Nyaman dan tidak. Tapi persepsi saya itu tidak akan bisa mendorong saya untuk menjauhi NU. Karena sederhana saja, secara hakikat, saya sudah meyakini bahwa garis perjuangan NU dan para Kyai didalamnya merupakan suatu kebenaran yang patut saya perjuangkan. Jadi, apapun serangan cacian fitnahan yang diarahkan kepada NU, saya akan tetap mengkhidmahkan diri saya untuk ikut berpartisipasi dalam ngurip-nguripi NU, minimal di daerah tempat saya tinggal, termasuk Ansor dan Banser yang juga bagian dari keluarga besar NU, semampu saya tentunya.
Beberapa hari yang lalu saat skroling asik feed instagram, saya mendapati postingan mas Aswin Yanuar yang menampilkan semacam teaser tayangan Talkshow KickAndy di Metro TV yang akan menampilkan duo pasangan “Crazy Rich” Jawa Timur. Pertama Juragan 99-Shandy Purnamasari, pemilik J99 Corp. yang menjadi induk dari unit usaha MS GLOW, J99 Trans, dan yang lainnya. Kedua adalah Mas Aswin Yanuar dan Claudya Harida, pasangan kontraktor dan developer muda dengan PT. Maswindo Bumi Mas-nya yang sudah punya lebih dari 500 kantor cabang se-Indonesia dengan 10.000 lebih proyek yang sedang berjalan saat ini.
Sebetulnya saya ini jarang-jarang lah nonton kisah-kisah inspiratif. Bukan karena gak butuh inspirasi, tapi memang kadang-kadang secangkir kopi sudah cukup untuk mendapatkan inspirasi-inspirasi kehidupan, hehe. Selain itu sih waktu, mau nonton kisah inspiratif secara full gitu ya susah karena memang durasinya rata-rata panjang. Sedangkan saya, baru 10 menit duduk, Panggilan dari “Kapolda” akan tiba, hahaha. Terus kenapa sekarang saya cukup terpanggil untuk menonton kedua pasangan “gila” ini? Karena kedua pasangan ini punya urusan sama saya. Eh, kebalik, saya punya urusan sama kedua pasangan ini, eh, sama aja ya. Pertama, dengan Juragan 99 dan istrinya, istri saya sudah satu bulan bergabung menjadi reseller MSGLOW. Memang karena usaha core saya lagi agak terjun, jadi saya dan istri mencoba putar otak mencari alternatif usaha lain yang kira-kira cocok, dan terpilihlah skincare MSGLOW. Yuk temen-temen yang pengen glowing, pake MSGLOW aja, dan belinya via istri saya, banyak giftnya lho, wkwkwk. Kliksini aja deh.
Kedua, dengan Mas Aswin, sebagai pasangan muda yang masih numpang dengan orang tua, saya dan istri punya impian untuk memiliki rumah yang cakep. Sejak awal viral sampe sekarang, mantengin desain-desain Mas Aswin and the friends ini kami berdua jadi sering ngeces. Kami menjadi penonton setia desain rumah mas aswin ini jauh sebelum Maswindo punya cabang-cabang. Perlahan tapi pasti, benih-benih kepercayaan saya dan istri terhadap Maswindo “tumbuh” hingga saat Maswindo mulai membuka cabang-cabang, saya mencoba menghubungi Cabang terdekat. Dan hingga sekarang ini, calon rumah idaman saya ini alhamdulillah desainnya udah jadi, sedang proses revisi RAB. Calon rumahku ini rencananya akan dibangun oleh PT. Maswindo Bumi Mas Cabang Sumedang. Mohon doanya aja biar segera bisa MoU, dan yang terpenting, mohon doanya biar duitnya segera terkumpul, karena jiwa misqueenku sudah meronta-ronta, hahaha.
Ada banyak pelajaran yang saya ambil dari Juragan 99 dan Maswindo ini, khususnya dalam membangun pondasi bisnisnya hingga sebesar ini. Dari mas Gilang yang sepeda motor pas kuliahnya sama dengan saya itu (Jupiter MX, ckckck), beliau selalu menulis dengan detail satu persatu impiannya, lalu membuat planing terarah untuk menggapai impiannya itu. Dicatat sedetail mungkin. Dari mbak Shandy lebih mengena lagi, beliau menekankan bahwa bisnis yang dijalani itu harus benar-benar sesuai dengan passion. Karena jika sudah by passion, peluang untuk kita benar-benar mau dan serius menekuninya lebih besar. Dan ketekunan itu membuahkan hasil. Selain itu, beliau juga berkata bahwa kita harus pandai membaca peluang. Bisnis kita kalaupun ia bukan yang pertama, setidaknya harus menjadi pembeda, sehingga akan banyak orang yang mudah “notice”.
Sedangkan dari mas Aswin, saya mendapat “pukulan” motivasi yang lebih mantap lagi, bahwa kita gak boleh gengsian dalam belajar atau menekuni sesuatu, kalo gak paham tentang suatu hal ya tanya aja, cari tau sama mereka yang tau, minta pemahaman dari mereka yang udah paham. Gengsi ini kadang-kadang dianggap remeh, tapi bagi saya pun, ia adalah penyakit mental yang paling mudah menjangkiti siapapun. Tidak pandang latar belakang, suku, agama, budaya, bahkan status, mau jomblo mau yang udah laku, saya yakin banyak yang sudah pernah positif terjangkit virus gengsi ini.
Yang digarisbawahi oleh Andy F. Noya dari kedua pasang pengusaha ini adalah kedermawanannya. Sebagai orang yang sudah sukses di usia muda, mereka tak sungkan untuk berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan. Juragan99 dengan J99 Foundation nya dan Maswindo dengan give away dan renovasi gratisnya, memberi pesan kepada kita semua untuk mau berbagi kepada sesama. Berbagi rezeki tidak harus menunggu kita kaya dulu, kita punya rezeki berapa, kita sisihkan sebagian untuk bershodaqoh. Agaknya, mereka inilah yang berhasil mengamini salah satu hadits Nabi Muhammad bahwa “maa naqoshot shodaqotun min maal”, artinya shodaqoh itu tidak akan mengurangi hartamu, malahan ia ternyata bertambah berkali-kali lipat. Bahkan shodaqoh ini juga bisa menjadi amal jariyah yang terus mengalir meskipun kita sudah meninggal dunia.
Sebagian orang ada yang menghujat bahwa apa yang dilakukan pada influencer, pengusaha yang bikin sedekah-sedekah, give away dan sejenisnya ini cuma gimmick belaka untuk meraih simpati publik dengan stategi marketing level dewa. Yah, gak ada yang tau isi hati manusia, tapi saya ber-husnudzon saja, bahwa apa yang beliau-beliau lakukan ini benar-benar tulus untuk membantu sesama. Btw, saya juga lagi butuh bantuan nih kak, duit buat bangun rumahnya masih kurang, hahahaha.
Semoga apa yang disampaikan oleh para suhu bisnis ini bisa menjadi pelecut untuk saya pribadi lebih maju lagi, lebih giat lagi, lebih keras lagi untuk mencapai kesuksesan-kesuksesan dalam dunia bisnis. Lha kok santri kedunyan sih. Lha emangnya santri gak oleh sugih ta? Yo oleh to. Alesannya? Kapan-kapan saya narasikan di tulisan lain aja lah.
Semoga semua sehat dan sejahtera, salam hangat seruput kopi, siang ini mendung cak, srupuuuuut.
Hai, Saya Fawwaz Muhammad Fauzi, suatu produk hasil persilangan genetik Garut-Majalengka. Menjadi Dosen Kimia adalah profesi utama saya saat ini. Selain itu, ya membahagiakan istri, anak dan orang tua. Melalui blog ini, saya ingin menuliskan kisah-kisah keseharian saya yang pasti receh. Mungkin sedikit esai-esai yang sok serius tapi gak mutu. Jadi, tolong jangan berharap ada naskah akademik atau tulisan ilmiah disini ya, hehe.
Kalau ada yang mau kontak, silahkan email ke [email protected]. Udah itu aja.