Muqoddimah : 12 Fan Ilmu

Pada Muqoddimah pembahasan Basmallah pernah disinggung tentang Fan Ilmu yang 12. Kali ini saya akan mencoba menguraikan tentang apa saja komponen dari 12 fan ilmu tersebut beserta penjelasannya. Penjelasan ini didapatkan dari Blog tetangga yang saya kira penjelasannya bagus dan selaras dengan apa yang pernah saya dengar. Sebenarnya dulu saya pernah nulis tentang 12 fan ilmu ini, tapi catatannya hilang (lupa nyimpen.Hehehe…). Semoga artikel ini setidaknya mampu memberi gambaran tentang 12 fan ilmu yang masyhur di dunia Pesantren Salaf (ga tau sih kalo pesantren lain, untuk pesantren saya sangat masyhur meski yang dipelajari hanya sebagian kecil dar i 12 fan ilmu yang ada).

12 fan ilmu dirangkum dalam sebuah nadzom (namun kurang tau referensinya, hehe… yg tau mohon bantu). Berikut adalah Nadzomnya :

صرف بيان معانى نحو قفية   *   شعر عروض إشتقاق خط إنشاء

مناظرة والثانى عشرها لغة   *         تلك العلوم لها أداب الأسماء

1.    Shorof

Ilmu ini membahas tentang morfologi suatu kalimah (kata) dalam bahasa arab. Perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain untuk menghasilkan ma’na yang dimaksud. Contoh dari Fi’il (kata kerja) Madli ke bentuk Fi’il Mudlori’, Mashdar (kata benda), Isim Fa’il (pelaku), Isim Maf’ul (kata benda objek), dan lainnya. Kitab Kuning yang  biasanya digunakan untuk mempelajari ilmu ini adalah Al Amtsilatut tashrifiyyah, Kailany, Fathul Khobirul Latif, Nadhm Maqshud, Zanjani, dan lain-lain.

2.    Bayan

Lebih sukar dari ilmu Shorof, ilmu ini membahas tentang majas dan perumpaman dalam bahasa arab. Seperti halnya ilmu Shorof, ilmu ini juga hanya membahas satu kalimah (kata) tanpa melihat hubungannya dengan kalimah yang lain. Misalnya dalam penggunaan lafadh Ashobi’ahum dalam ayatYaj’aluun Ashobi’ahum fi adzaanihim dalam surat Al Baqoroh. Kata ashobi’ahum tersebut tidak dima’nai sebagai “jari-jari mereka”, tapi dima’nai sebagai “ujung jari-jari mereka”. Karena gak mungkin kan memasukkan jari ke telinga, yang mungkin memasukkan ujungnya saja. Dalam ayat tersebut, ilmu Bayan menamainya dengan nama Majas, sering disebut termasuk bab min ithlaaqil kul wairodatil juz , yang disebutkan adalah bentuk keseluruhan (jari-jari), tapi yang dimaksud adalah sebagian (ujung jari-jari).

3.    Ma’ani

Mirip dengan ilmu Bayan, ilmu ini juga terasa lebih sukar. Pembahasan ilmu ini lebih ke penambahan ma’na yang timbul karena terjadi perubahan susunan kalimah bahasa arab. Jadi, ilmu ini tidak hanya membahas satu kalimah saja, tapi melihat hubungannya dengan kalimah yang lain. Misalnya pembuangan Mubtada dari struktur Mubatada Khobar dalam bahasa arab. Salah satu ma’na yang timbul adalah untuk Memuliakan objek yang ditunjuk oleh Mubtada tersebut.
 
4.    Nahwu

Ilmu ini mungkin yang lebih sering terdengar berpasangan dengan ilmu Shorof. Biasanya orang bilang ilmu Nahwu Shorof. Memang fenomena itu sudah dari dulu diungkapkan oleh ulama dahulu. Para ulama bahkan menyebutkan bahwa As Shorfu Ummul ‘Ulum wa Nahwu Abuha. Ilmu Shorof adalah ibunya segala ilmu dan Ilmu Nahwu adalah bapaknya. Ilmu ini membahas gramatikal bahasa arab seperti bagaimana status jabatan kalimah (kata) dalam suatu kalam (kalimat). Apakah dia menjadi Fa’il (pelaku/subjek), Maf’ul (objek), Na’at (sifat), dan lainnya. Seperti halnya ilmu Ma’ani, ilmu ini otomatis membahas keterkaitan suatu kalimah dengan kalimah yang lainnya. Contohnya lafadh Ar Rohman pada bacaan basmalah adalah Na’at dari lafadh Jalalah (Allah). Kitab yang biasa digunakan untuk mengkaji ilmu Nahwu adalah Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah, Kifaayatul Ashab, dan lain-lain.

5.    Qofiyah

Fan (ilmu) ini mengatur bagaiman ujung satar awal harus sama dengan ujung satar tsani dalam suatu bait. Satar adalah potongan setengah bait dari suaatu nadhm. Misalnya kita punya suatu Nadhm

Al Hamdulillahil ladzi qod waffaqo # Lil ‘ilmi khoiro kholqihi wa lit tuqo

Dari bait di atas, satu satar adalah dari Al Hamdulillah sampai waffaqo. Yang saya contohkan adalah Bahar Rojaz dimana satar awal harus sama rimanya dengan satar Tsani. Tapi, di bahar yang lain ketentuan itu berbeda.

6.    Syi’ir

Ilmu ini membahas tentang bagaimana cara membuat suatu Syi’iran tentunya dalam bahasa arab.

7.    ‘Arudl

Nah, tadi kita sedikit menyinggung masalah bahar. Dalam ilmu inilah istilah Bahar itu dipelajari. Bagaimana suatu nadhm bisa disusun dengan menggunakan enam belas bahar yang sudah ada. Salah satu kitab yang saya tahu adalah Mukhtashor Syafi.

8.    Isytiqoq

Pencetakan suatu lafadh dari lafadh yang lain adalah objek kajian ilmu ini. Jika kita ingin tahu, sebenarnya lafadh Allah-pun dicetak dari lafadh Ilahun setelah melalui perubahan-perubahan. Demikian pula dengan lafadh-lafadh yang lain. Dalam pembahasan di bab-bab artikel saya kedepan nanti, ilmu ini juga akan di dapatkan dalam praktiknya.

9.    Khot

Tulisan bahasa arab pun ada tata cara penulisannya. Nah, tata cara penulisan tersebut menjadi kajian ilmu ini. Dalam bahasa arab ada standar tujuh jenis tulisan, yaitu Naskhi, Kufi, Tsulusi, Riq’ah, Diwani, Diwani Jali, dan Farisi.

10.    Insya’

Ilmu ini membahas bagaiman membuat suatu kalam (kalimat) yang benar dalam bahasa arab. Biasanya latihan ilmu ini adalah dengan menyusun kalam dari runtutan kalimah yang sembarang.

11.    Munadzoroh

Kadang kala kita perlu ber-Munadhoroh (argumen) dengan pendapat orang lain. Nah, supaya argumen yang diungkapkan sesuai dengan aturan, dibuatlah ilmu ini.

12.    Lughoh

Ilmu ini membahas tentang mufrodat (kosa kata) dalam bahasa Arab. Semisal vocabulary dalam bahasa Inggris.

Itulah sedikit penjelasan mengenai 12 fan ilmu yang saya tahu (dari blog orang lain. Hehe…) Jika ada yang pernah mendengar versi yang lain, silakan ditulis di sini dengan memberi komentar.

Sejatinya, tidak hanya ilmu itu saja yang harus kita pelajari, masih banyak dan tidak akan bisa hitung jumlah ilmu yang harus kita pelajari, baik itu ilmu agama maupun sains.  Semoga Allah meng-Istiqomah-kan kita agar tetap setia menjadi Thoolibul ‘Ilmi. Karena keutamaan yang Allah tawarkan sangatlah besar bagi orang pencari ilmu.


وكن مستفيدا كل يوم زيادة   *    من العلم واسبح في بحور الفوائد



Bab Kalam : Bagian 1 (قوله: الكَلامُ هُوَ اللـَّفظ…….إلخ)

Sebelum kita membahas lebih lanjut. Perlu diketahui bahwa Pembahasan Ilmu Nahwu kali ini secara sistematik akan mengikuti sistematika klasifikasi berdasarkan kitab Jurumiyyah, baik dalam segi klasifikasi bab maupun permasalahannya. Namun, penjelasannya akan diperluas mecakup kitab-kitab lain, meliputi kitab Imrithi, Alfiyah, Nadzmul Maqshud, Qowaa’idul I’rob, bahkan jauharul maknun. Selamat berselancar di samudra ilmu nahwu….!!!

الكلام



Mengapai pembahasan tentang Kalam di dahulukan daripada yang lain? لِأنَّ الكَلامَ هُوَ مَقصُوْدٌ بعِلمِ النـَّحْوِ , artinya, karena kalam sendiri adalah maksud utama dari ilmu nahwu

(قوله: الكَلامُ هُوَ اللـَّفظ…….إلخ)

Dalam bahasa arab, pembacaan tulisan كلام  yang mengandung ma’na ada 3 :

1.    الكِلامْ : الجراحات  artinya luka (jama)
2.    الكُلامْ: الأرْضُ الصـُّعْبَة ُ , artinya tanah yang tandus
3.    الكَلامْ: القول , artinya ucapan


Selain dalam ilmu Nahwu, istilah kalam juga digunakan dalam disiplin ilmu lainnya. Berikut adalah pengertian kalam menurut berbagai macam disiplin ilmu :


1.    Kalam perspektif Lughoh

كُلُّ مَا أفادَ مِنْ كِتابَةٍ أوْ إشَارَةٍ أوْ عُقـَدٍ أوْ نـُصَبٍ أوْ لِسَانٍ حَالٍ

“Segala sesuatu yang berfaidah, baik yang berasal dari tulisan, isyarat, tanda dengan benda mati, maupun ucapan.”

Melambaikan tangan merupakan salah satu contoh isyarat untuk memanggil atau mengisyaratkan sampai jumpa. Menurut Lughoh, hal tersebut disebut Kalam.

2.    Kalam Perspektif Fiqh

كُلُّ مَا أبْطلَ الصَّلاة َمِنْ حَرْفٍ مُفهِمٍ كقِ مِنَ الوِقايَةِ وَعِ مِنَ الوِعَايَةِ أوْ حَرْفيْنِ وَإنْ لمْ يُفهَمَا

“Segala sesuatu yang membatalkan shalat yang berupa ucapan dari satu huruf yang difahami seperti  قِ dari lafadz وقاية dan ع dari lafadz وعاية atau dua huruf meskipun tidak dapat difahami.”

3.    Kalam Perspektif Ushul

اللـَّفظ ُالمُنزَّلُ عَلى مُحَمَّدٍ صَلـَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلـَّمَ المُعْجِزُ وَلوْ بأقصَرِ سُوْرَةٍ المُتعَبَّدُ بتِلاوَتِهِ

“Lafadz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berupa mu’jizat meskipun merupakan surat terpendek dari seluruh surat, dan bernilai ibadah dalam membacanya.”

4.    Kalam Perspektif Mutakallim/tauhid

صِفة ٌقدِيْمَة ٌقائِمَة ٌبذاتِهِ تعَالى ليْسَ بحَرْفٍ وَلاصَوْةٍ

“Sifat Maha terdahulu yang berlaku pada Allah SWT dengan tanpa huruf dan suara.”
5.    Kalam Perspektif Nahwu

مَا اجْتمَعَ فِيْهِ قيُوْدُ الأرْبَعَةِ الـَّتِيْ هِيَ اللـَّفظ ُالمُرَكَّبُ المُفِيْدُ بالوَضْعِ

“Sesuatu yang padanya terkumpul Qoyyid yang empat, yaitu Lafadz, Murokkab, Mufid, dan Wadho.”
Syekh Al-Imrithi dalam Kitabnya,


                 كـَلامُهـُمْ لـَفظ ٌ مُفِـيْدٌ مُسْنـَدُ   *    وَالكِلمَة ُاللفظ ُالمُفِيْدُ المُفرَدُ   

 
Syair,


إنَّ الكَلاَمَ لَفِى الفُؤَادِ وَاِنَّمَا       *    جُعِلَ الِّلسَانُ عَلَى الفُؤَادِ دَلِيْلاَ


Kalam perspektif Nahwu terdapat 4 qoyyid, yaitu :


1.    Lafadz


Etimologi : الطـُّرْحُ وَالرَّمْيُ , artinya melempar. Contoh : لـَفظتُ الحَجَرَ , artinya Saya melempar Batu.


Terminologi :

 الصَّوْتُ المُشْتَمِلُ عَلى بَعْضِ حُرُوْفِ الهجَائِيَّةِ ,

Suara yang mencakup terhadap huruf hijaiyyah.” Contoh : زَيْدٌ

Apabila ada suara yang mencakup terhadap huruf hijaiyyah yang berasal dari suara hewan atau benda mati disebut Isim Shout (إسم صوت).

Alfiyyah,


وَمَا بهِ خُوْطِبَ مَا لا يَعْقِلُ                 *       مِنْ مُشْبهِ اسْمِ الفِعْلِ صَوْتا يُجْعَلُ
كذا الـَّذِيْ أجْدَى حِكايَة ًكقـــَبْ            *        وَالزَمْ بـِنا النـَّوْعَيْنِ فـَهْوَ قدْ وَجَبْ


Lafadz terbagi 2 :


a.    Musta’mal : مَا يُسْتَعْمَلُ فِي كلامِ العَرَبيَةِ , artinya Lafadz yang biasa digunakan dalam Kalam araby. 

Contoh : زَيْدٌ

b.    Muhmal : مَا لايُسْتَعْمَلُ فِي كلامِ العَرَبيَةِ , artinya Lafadz yang tidak biasa digunakan dalam Kalam araby. Contoh : Asep, Tejo, Sukiyem, dll.


2.    Murokkab

Etimologi : وَضْعُ شَيْئٍ عَلى شَيْئٍ آخَرَ , artinya menempatkan sesuatu terhadap sesuatu yang lain.
 

Terminologi :  مَا ترَكَّبَ مِنْ كَلِمَتيْنِ فأكْثرَ, artinya “Sesuatu yang tersusun dari 2 kalimat atau lebih.”
Contoh : زَيْدٌ قائِمٌ

Murokkab terbagi menjadi 3 :
 
a.    Murokkab Isnady :

إسْنادُ شَيْئٍ عَلى شَيْئٍ آخَرَ لِأجْلِ الحُكْمِ

Artinya, “Menghubungkan kalimat terhadap kalimat lain dengan tujuan untuk menghasilkan sebuah hukum.”
 
Contoh :  زَيْدٌ قائِمٌ, ungkapan ini mengandung ma’na hukum, yaitu  إثبات القيام على زيد, artinya Menetapkan hukum berdiri kepada zaid.

Rukun Murokkab Isnady ada 2 :

–    مسند : ” مَا حَكَمْتَ بهِ عَلَى شيْئٍ “
–    مسند اليه : ” مَا حَكَمْتَ عَلَيْهِ بِشَيْئٍ “
 
b.    Murokkab Idhofy :

ضَمُّ اسْمٍ إلى اسْمٍ بقصْدِ تَخْصِيْصِهِ أوْ تَعْرِيْفِهِ

Artinya, “Mengumpulkan Isim terhadap Isim yang lain dengan tujuan takhsis dan Ta’rif.”.
Murokkab Idhofy disebut juga Tarkib Idhofah, yang penjelasanya telah dijelaskan pada pembahasan Basmalah. Klik disini untuk penjelasannya.

c.    Murokkab Mazji :

جَعْلُ اسْمَيْنِ بمَنزَلـَةِ اسْمٍ وَاحِدٍ

Artinya, “Menjadikan dua isim bertempat pada status satu isim” (Dua Isim menjadi Satu).
Contoh : بَعْلٌ بَكٌ، جدي بَعْلبَكَ

Rukum Murokkab Mazji ada 2 :
 
–    صَدَرْ, merupakan isim pertama
–    عَزجَ, merupakan isim kedua
 

Dari pembagian tersebut, Murokkab terklarifikasi lagi menjadi 2, yaitu :
 

1.    تام (sempurna), yaitu Murokkab Isnady
2.    ناقص (Tidak sempurna), yaitu Murokkab Idhofy dan Mazji


Yang menghasilkan kalam adalah Murokkab yang Tam (Isnady) karena murokkabnya menghasilkan sebuah hukum. Sedangkan Murokkab yang Naqis (Idhofy, Mazji) tidak menghasilkan sebuah hukum.
 

Murokkab Isnady terbagi 2, yaitu :
 

1.    Lafdzi, ada 3, yaitu
 

–    Jumlah Ismiyyah
–    Jumlah Fi’liyyah
–    Jumlah Syartiyyah

2.    Ma’nawi, ada 4, yaitu
 
–    فعل مضارع مفرد مذكر مخاطب
–    فعل مضارع متكلم وحده
–    فعل مضارع متكلم مع الغير
–    فعل امر مفرد مذكر مخاطب

3.    Mufid
 
Etimologi : مَا اسْتُفِيْدَ مِنْ عِلمٍ أوْ مِنْ مَالٍ, artinya sesuatu yang diambil faidahnya, baik berupa ilmu maupun harta.
 

Terminologi :

مَا أفادَ فـَائِدَة ً تـَامَّة ً بحَيْثُ يَحْسُنُ السُّكُوْتُ مِنَ المُتـَكَلـِّمِ وَالسَّامِعِ عَليْهَا

Artinya, “Sesuatu yang berfaidah sempurna ditandai dengan baiknya respon diantara pembicara dan lawan bicara.”

Deskripsi dari Mufid :
 
–    Fiil lazim mempunyai fail. Contoh : فرح زيد
–    Fiil muta’addi mempunyai maf’ul bih. Contoh : ضرب زيد
–    Mubtada mempunyai Khobar. Contoh : زيد فارح
–    Syarat mempunyai Jawab. Contoh : إن قام زيد قام عمر

4.    Wadho
 
Etimologi : مُطلـَقُ الوِلادَةِ, artinya Melahirkan. Contoh : وَضَعَتِ المَرْأة ُ, artinya Perempuan itu telah melahirkan.
 

Terminologi : جَعْلُ اللـَّفظِ دَلِيْلا عَلى المَعْنـَى, Artinya, “Menjadikan lafadz menunjukkan sebuah ma’na.”


_____________________________
Demikian Bab Kalam : Bagian 1, tunggu Bab Kalam : Bagian 2 di artikel selanjutnya,,,,

sumber  : Mas’alah Jurumiyyah Pondok Pesantren Baitulhikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya 46192 Jawa Barat 

Muqoddimah : Lanjutan Mabahits Basmalah (Tarkibnya lafadz الرَّحْمَنِ dan الرَّحِيْمِ)

Tarkib Lafadz  الرَّحْمَنِ dan الرَّحِيْمِ adalah sifat/na’at dari lafadz Allah. الرَّحْمَنِ merupakan sifat yang pertama, الرَّحِيْمِ merupakan sifat yang kedua. 

Hukum pada sifat ada 2 :

1.    Wajib itba’(Mengikuti), maksudnya :


–    Apabila mausuf rofa, maka sifat juga harus rofa
–    Apabila mausuf nashob, maka sifat juga harus nashob
–    Apabila mausuf jer, maka sifat juga harus jer


Tempat wajib itba adalah ketika mausuf ( yang disifati) butuh untuk disifati.

Lafadz  الرَّحْمَنِ dan الرَّحِيْمِ tidak wajib itba’ terhadap lafadz Allah, karena Allah pada hakikatnya tidak butuh untuk disifati. Namun, kitalah yang menyifatinya sebagai rasa penghambaan kita kepada-Nya.

Syekh Ibnu Malik bernadzom,


وإنْ نُعُوْتٌ كثُرَتْ وَقَدْ تَلَتْ    *     مُفْتَقِرًا لِذِكْرِهِنَّ أُتْبِعَتْ


2.    Boleh itba’ (Mengikuti), boleh Qotho’ (Putus)


Tempatnya adalah ketika mausuf butuh untuk disifati

Syekh Ibnu Malik dalam Nadzomnya,


وَاقْطَعْ أوْ أتْبِعْ إنْ يَكُنْ مُعَيّنَا   *    بِدُوْنِهَا أوْ بَعْضَهَا اقْطَعْ مُعْلِنَا


Dikarenakan lafadz Allah tidak butuh untuk disifati, maka lafadz  الرَّحْمَنِ dan الرَّحِيْمِ boleh itba dan boleh qotho’.

I’rob untuk Qotho ada 2 :

1.    Rofa’, dibaca بسم الله الرّحمنُ الرّحيمُ, tarkibnya  الرَّحْمَنِ dan الرَّحِيْمِ adalah menjadi khobar dari mubtada yang dibuang, taqdirnya بسم الله هو الرحمنُ هو الحيمُ

Dalam Alfiyyah dinadzomkan,


وَحَذْفُ مَا يُعْلَم ُجَائِزٌ كَمَا     *    تَقُوْلُ زُيْدٌ بَعْدَ مَنْ عِنْدَ كُماَ


“Boleh hukumnya untuk membuang mubtada, contohnya kalimat زُيْدٌ setelah ditanyakan مَنْ عِنْدَ كُماَ.

2.    Nashob, dibaca بسم الله الرّحمنَ الرحيمَ , tarkibnya  الرَّحْمَنِ dan الرَّحِيْمِ adalah menjadi maf’ul bih dari fiil dan fail yang dibuang, taqdirnya بسم الله أمدح الرّحمنَ أمدح الرحيمَ

Alfiyyah menjelaskan,

وَيُحْذَفُ النـَّاصِبُهَا إنْ عُلِمَا      *      وَقَدْ يَكُوْنُ حَذْفُهُ مُلْتَزَمَا

“Terkadang diperbolehkan bagi kita untuk membuang fiil dan fail dari sebuah maf’ul bih.”



Nadzom Alfiyyah tentang pembagian i’rob qotho’,


    وَارْفَعْ أوِ انْصِبْ إنْ قَطَعْتَ مُضْمِرَا    *     مُبْتَدَأ أوْ نَاصِبًا لَنْ يَظْهَرَا


“Rofakanlah atau Nashobkanlah apabila dalam keaadaan qotho dengan mentaqdirkan mubtada dan Fiil fail,”




Qotho terbagi 2 :


1.    Qoth’ul Jam’i, menghasilkan 4 bentuk pembacaan


2.    Qoth’ul Ba’di, menghasilkan 4 bentuk pembacaan

Jadi, cara pembacaan – secara keseluruhan klasifikasi terdapat 9 bentuk, yaitu :

1.    Qoth’ul Jam’i (4 bentuk)  :

بسم الله الرّحمنُ الرّحيمُ

بسم الله الرّحمنُ الرّحيمَ

بسم الله الرّحمنَ الرحيمَ

بسم الله الرّحمنَ الرحيمُ

 

2.    Qoth’ul Ba’di (4 bentuk)  :

بسم الله الرّحمنِ الرّحيمُ

بسم الله الرّحمنِ الرّحيمَ


بسم الله الرّحمنَ الرّحيمِ


بسم الله الرّحمنُ الرّحيمِ

3.    Wajib Ithba’ (1 bentuk), yaitu  بسم الله الرّحمنِ الرّحيمِ

Namun, ada dua bentuk pembacaan yang tidak perbolehkan. Tempatnya adalah Ketika ithba’ setelah Qotho’, yaitu :


بسم الله الرّحمنَ الرّحيمِ


بسم الله الرّحمنُ الرّحيمِ


Hal ini disebabkan sebuah qowaid menyatakan,


لا يجوز الفصل بين العامل ومعموله بأجنبيّ


Amil dan ma’mul todak boleh terpisah oleh bentuk-bentuk ajnabi ( jumlah, dkk)


Nadzom,


إن يُنْصَبِ الرّحْمنُ أوْ يُرْتَفعَ      *    فَالجَرّ فِى الرّحيم ِقطعاً مُنِعاَ
        
 وَإنْ يُجَرّ فَأجِزْ فِى الثـَّانِى        *     ثَلاَثةَ الأوْجُهِ خُذ بَيَانِى 
وَجْهاَنِ مِنها فادْرِ هذا واستمع    *     فهذه تضمّنت تسعاً مُنِعْ




_________________________________________

Demikian penjelasan mengenai Lafadz بسم الله الرحمن الرحيم , semoga bermanfaat,,,, ^_^

Selanjutnya akan dibahas mengenai الكلام , tetap semagat dan tunggu posting selanjutnya,,,,


sumber  : Mas’alah Jurumiyyah Pondok Pesantren Baitulhikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya 46192 Jawa Barat

Muqoddimah : Lanjutan Mabahits Basmalah (Idofahnya lafadz اسْمِ terhadap lafadz الله )

Sebelum kita membahas tentang Idofahnya lafadz اسْمِ terhadap lafadz الله , terlebih dahulu kita harus mengerti seputar pengetahuan tentang idhofah, meliputi : Pengertian Idhofah, Tujuan Idhofah, Syarat-syarat komponen idhofah, dan Klasifikasi Idhofah.

1. Pengertian Idhofah

Idhofah yaitu,

نِسْبَةٌ تَقْيِيْدِيَّةٌ بَيْنَ الشـّيْئَيْنِ تُوْجِبُ لِثَانِيْهِمَا الْجَرَّ أَبَدًا 

“Hubungan taqyidiyyah (bukan hukmiyyah) diantara dua isim yang mewajibkan terhadap ism yang kedua untuk jer selamanya”

Atau,

ضَمُّ اسْمٍ اِلَى اسْمٍ بِقَصْدِ تَخْصِيْصِهِ اَوْ تَعْرِيْفِهِ 

“Mengumpulkan isim terhadap isim yang lainnya dengan maksud untuk takhsis atau ta’rif”

Contoh : غلام زيدٍ . lafadz غلام merupakan isim yang pertama, dan زيدٍ merupakan isim yang kedua.

Isim yang pertama disebut Mudhof, dan Isim yang kedua disebut Mudhof Ileh.

2. Tujuan Idhofah

a). Takhsisإذَا كَانَ المُضَافُ إِلَيْهِ مُنَكرًا , yaitu ketika mudhof ilehnya berupa isim nakiroh.
   
      contoh : غلام رجلٍ

b). Ta’rif  : إذَا كَانَ الْمُضَافُ إِلَيْهِ مُعَرَّفاً , yaitu ketika mudhof ilehnya berupa isim ma’rifat

     contoh : غلام زيدٍ 

3. Syarat-syarat komponen Idhofah (Mudhof dan Mudhof Ileh)

a).  Syarat Mudhof : شَرْطُ المُضَافِ أنْ يَكُوْنَ خَالِيًا مِنَ التَّعْرِيْفِ وَالتَنْوِيْنِ

     “Syarat Mudhof yaitu tidak boleh dimasuki Alif lam maupun Tanwin (berikut nun talil i’rob)”

Mudhof harus kosong dari  tanwin karena,

 لأِنَّ الإضَافة تُفِيْدُ التَّعْرِيْفَ أوِ التَّخْصِيْصَ، وَالتَّنْوِيْنُ يُفِيْدُ التَّنْكِيْرَ. التَّعْرِيْفُ وَالتَّنْكِيْرُ ضِدَّانِ، وَالضِّدَّانِ لايَجْتَمِعَانِ. 

“Idhofah berfaidah untuk mema’rifatkan dan mentakhsiskan, dan tanwin berfaidah untuk menakirohkan. sedangkan ma’rifat dan nakiroh itu berlawanan, sedangkan yang berlawanan tidak akan pernah bersatu”

Mudhof harus kosong dari alif lam, karena alif lam merupakan alat untuk mema’rifatkan, dan idhofah juga merupakan alat untuk mema’rifatkan. Apabila keduanya bergabung menjadi rancu dan berlebihan, maka cukup sekiranya apabila sudah ada idhofah, tidak perlu digunakan alif lam yang fungsinya sama.

b). Syarat Mudhof Ileh : شَرْط ُالمُضَافِ إلَيْهِ أنْ يَكُوْنَ مُخَيَّرًا بَيْنَ التَّعْرِيْفِ وَالتَّنْوِيْنِ

     “Syarat Mudhof ileh yaitu harus memilih antara alif lam dan tanwin”
  
     Contoh : Tanwin > غلام رجلٍ, Alif lam > غلام الرجل

Syekh Ibnu Malim dalam Nadzomnya

شَرْطُ المُضَافِ أنْ يَكُوْنَ خَالِيًا    *    مِنْ ألْ وَالتَّنْوِيْنِ تَكُوْنُ سَاوِيًا
مُخَيَّرًا بَيْنَ التَّعْرِيْفِ وَالتَّنْوِيْنِ   *    وَالمُضَافُ إلَيْهِ شَرْطُ مَا قُرِنْ


4. Pembagian (Klasifikasi) Idhofah

a). Idhofah Mahdoh (Ma’nawi). contoh :

b). Idofah Ghoir Mahdoh (Lafdzi). contoh :

Dalam Alfiyyah dijelaskan :

وَذِي الإضَافَة ُاسْمُهَا لَفْظِيَّة ْ    *    وَتِلْكَ مَحْضَة ٌوَمَعْنَوِيَّة ْ

A. Idhofah Mahdoh (Ma’nawi)
    
Ciri-ciri Idhofah mahdoh ada 3, yaitu :

–  Mengandung ma’na مِنَ  yaitu,  إذا كَانَ المُضَافُ جُزْءً مِنَ المُضَافِ إليْهِ
  
   Contoh :  ثَوْبُ خَاجٍ. artinya baju dari sutra

– Mengandung ma’na في yaitu, إذا كَانَ المُضَافُ مَظْرُوْفاً بالمُضَافِ إليْهِ

  Contoh : نَوْمُ اللَّيْلِ. artinya tidur di malam hari

– Mengandung ma’na  لام yaitu إذا كَانَ المُضَافُ مَمْلُوْكًا بالمُضَافِ إليْهِ

  Contoh : ثوب زيدٍ. artinya baju milik zaid.

Nadzom Alfiyyah,

وَالثانِيَ اجْرُرْ وَانوِ مِنْ أوْ فِيْ إذا     *    لَمْ يَصْلُحْ إلاَّ ذاكَ وَاللاَّمَ خُذا 

Dan jerkanlah mudhof ileh dengan meniati salahsatu dari ma’na min, fi, dan lam.

Idhofah Mahdoh ada 3 :

– Idhofah yang mentaqdirkan salah satu ma’na yang dijelaskan diatas.

– Idhofahnya masdar terhadap ma’mulnya. contoh : عَجِبْتُ مِنْ ضَرْبِ زَيْدٍ عَمْرًا

– Idhofahnya isim fail terhadap maf’ulnya yang tidak beramal. contoh : ضارب زيد امس

Tujuan Idhofah mahdoh adalah Takhsis dan ta’rif.

B. Idhofah Ghoir Mahdoh (Lafdzi)

Tujuan Idhofah ghoir mahdoh adalah Takhfif, yaitu agar mudah dalam pembacaannya.

Ciri-ciri Idhofah ghoir mahdhoh ada 2, yaitu :

– Ketika mudhofnya berupa isim sifat dan mudhof ilehnya berupa ma’mul dari isim sifat

– Ketika mudhof ilehnya satu ma’na dengan mudhof.

Nadzom Alfiyyah,

وَإنْ يُشَابِهِ المُضَافُ يَفعَلُ * وَصْفاً فعَنْ تَنْكِيْرِهِ لاَ يُعْزَلُ

كَرُبَّ رَجِيْنَا عَظِيْمِ  الأمَلِ * مُرَوَّعِ  القلبِ  قَلِيْلِ  الحِيَلِ

* * *

Idofahnya lafadz اسْمِ terhadap lafadz الله  termasuk idhofah mahdoh yang tujuannya adalah ta’rif. Disisi lain, alif lam juga berfaidah ta’rif. Maka, dalam ma’na antara alif lam dan idhofah juga sama. Alif lam mempunyai 4 ma’na, begitu pula Idofahnya lafadz اسْمِ terhadap lafadz الله mempunyai 4 ma’na, yaitu :

1. للبيان , taqdirnya بسم الله أي بسم هو الله

2. للجنس, taqdirnya بسم الله أي بجنس اسماء الله

3. استغراق لجميع الافراد  , taqdirnya أي بكل اسم من اسماء الله

4. استغراق لبعض الافراد , taqdirnya أي ببعض اسم من اسماء الله

Selanjutnya adalah pembahasan mengenai Tarkibnya lafadz  الرَّحْمَنِ dan الرَّحِيْمِ. 

Tunggu artikel selanjutnya,,, 

sumber  : Mas’alah Jurumiyyah Pondok Pesantren Baitulhikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya 46192 Jawa Barat  

Muqoddimah : Lanjutan Mabahits Basmalah ( ب dari lafadz بسْمِ. )

Hal yang pertama dibahas adalah mengenai huruf ب dari lafadz بسْمِ.

Pembahasan yang pertama ini terbagi menjadi 3 bahasan, yaitu :
1. Harakatnya ب
2. Ma’nanya ب
3. Muta’allaqnya (ketergantungannya) ب

1. Harakat ب

ب merupakan bagian dari harf, ب diharakati karena ب sendiri terdapat diawal kalam لانـَّهُ وَقَعَ فِى ابْتِدَاءِ الكَلاَمِ . Asal dari ب sendiri adalah berupa huruf, asal hukum dari huruf adalah mabni, sedangkan asal dari mabni adalah sukun. Hal ini selaras dengan opini Syekh Ibnu Malik dalam Kitab Alfiyyahnya :

وَكُلُّ حَرْفٍ مُسْتَحِقٌّ لِلْبِنَاء     *    وَالأصْلُ فِى المَبْنِيِّ انْ يُسَكَّنَ    

Setiap huruf adalah mabni, sedangkan asal dari mabni adalah sukun

Namun ب disni diharakati, dan harakatnya berupa kasroh. Mengapa hal tersebut terjadi? sesuai alasan diatas bahwa ب ini terdapat di awal kalam. Apabila kita tidak memberinya harakat, maka bagaimana kita membacanya?

Kemudian mengapa diharakati kasroh? Karena mencocokkan dengan amalnya, مُنَاسَبَة لِعَمَلِهِ. Seperti kita ketahui bahwa ب ini merupakan huruf jer yang berguna untuk menjerkan isim yang menjadi majrur-nya. Maka agar sesuai dengan amalnya, digunakanlah harakat kasroh untuk mengharakati huruf ب

Selain opini diatas, qowaid lain mengatakan bahwa ketika ada huruf sukun, apabila huruf tersebut hendak diharakati, maka harus diharakati dengan harakat kasroh, لأنَّ حَرْفَ السَّاكِنِ إذا تُحُرِّكَ حُرِّكَ بالكَسْرِ 

Namun, qowaid-qowaid diatas yang berkaitan dengan harakat kasroh tidak selalu muttorid (sesuai) dengan fakta yang ada. Tapi ini adalah termasuk qowaid ghoer muttorid (tidak sesuai) dengan fakta yang ada, dalam artian terkadang berlaku terkadang tidak berlaku.

2. Ma’na  ب 

 
 Dalam kitab Alfiyyah ibnu Malik, Ma’na – ada 10, yaitu :

a). Ma’na Badaliyyah (Pengganti). Contoh : مَا يَسُرُّنِيْ بهَا حُمْرُ النـَّعَم.  Taqdirnya : بَدَلهَا   

Artinya : Hewan ternak yang merah (baik kondisinya)pun tidak akan membahagiakan kami sebagai pengganti kebahagiaan akhirat.

Syekh Ibnu Malik dalam Kitabnya :

               لِلإنتِهَا حَتـَى وَلامٌ وَإلى       *        وَمِنْ وَبَاءٌ يُفهِمَانِ بَدَلا

Intiha (mengakhiri) adalah ma’na untuk hattaa, lam, dan ilaa, dan dapat difahami bahwa huruf min dan ba mempunyai ma’na Badaliyah (Pengganti).

b). Ma’na Sababiyyah (Sebab). Contoh : 

  —  فبظـُلمٍ مِنَ الـَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنا عَليْهِمْ طيِّبَاتٍ. –النساء : 160   Taqdirnya, فبـِسَبَبِ ظـُلمٍ.

Artinya : Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik

c). Ma’na Dzorfiyyah (Wadah). Contoh :

 — وَإنـَّكُمْ لتـَمُرُّوْنَ عَليْهِمْ مُصْبـِحِيْنَ وَباللـَّيْلِ. —  الصفاتٍ : 137-138 . Taqdirnya, فِي اللـَّيْلِ

Artinya : . dan Sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi, dan di waktu malam

Syekh Ibnu Malik bernadzom :

 وَزِيْدَ وَالظـَّرْفِيَّة َاسْتبـِنْ ببَا       *        وَفِيْ وَقـَدْ يُبَيِّنانِ السَّبَبَا

Zaidah dan Dzorfiyah termasuk dari ma’na بَ , dan terkadang بَ menjelaskan ma’na sababiyyah.

d). Mana Isti’anah (Meminta tolong). Ciri-ciri ma’na istianah adalah بَ yang selalu masuk pada alat dari sebuah pekejaan. Contoh : كَتبْتُ بالقـَلمِ  . Artinya : Saya menulis dengan menggunakan Pulpen

 e). Ma’na Ta’diyyah (Menghadirkan Objek). Cirinya adalah بَ selalu masuk pada fiil lazim ( fiil yang tidak membutuhkan maf’ul bih/objek). Contoh :

 — ذهَبَ اللهُ بنـُوْرِهِمْ   — البفرة : 17  . Artinya : Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka.

f). Ma’na Ta’wid (Menggantikan). Contoh : إشْتـَرَيْتُ الفرَسَ بألفِ دِرْهَمٍ . Artinya : Saya membeli kuda (digantikan) dengan 1000 dirham.

g). Ma’na Ilsoq (Menempel). Ilsoq terbagi menjadi 2 :
     – Ilsoq Haqiqi : إلصَاقُ مَا قبْلَ البَاءِ بمَا بَعْدَهَا . Artinya, menempelkannya sesuatu sebelum بَ kepada setelahnya. Contoh : قطـَعْتُ بالسِّكِيْنِ . Artinya, Saya memotong dengan Pisau

     – Ilsoq Majazi : إلصَاقُ مَا قبْلَ البَاءِ بمُجَاوِرِ مَا بَعْدَهَا . Artinya, menempelkannya sesuatu sebelum بَ  dengan melewati sesuatu yang ada setelahnya. Contoh : مَرَرْتُ بزَيْدٍ. Artinya, Saya melewati Zaid.

h). Ma’na مَعَ. Contoh : بعْتـُكَ الثـَّوْبَ بطِرَازِهِ. Taqdirnya, مَعَ طِرَازِهِ

Artinya, Saya menjual kepada anda baju beserta kancingnya

i). Ma’na مِنْ. Contoh : Dalam Syiiran,

شَرِبْنَ بمَاءِ البَحْرِ ثـُمَّ ترَفـَّعَتْ    *     مَتـَى لـُجَجٍ خُضْرٍ لهُنَّ نئِيْجُ
   Taqdirnya, مِنْ مَّاءِ البَحْرِ.

j). Ma’na عَنْ. Contoh : ( سَأَلَ سَائِلٌ بعَذابٍ. (المعارج : 1. Taqdirnya, عَنْ عَذابٍ.

     Artinya, Seseorang telah meminta jauh dari azab yang tejadi

      بالبَا اسْتـَعِنْ وَعَدِّ عَوِّضْ ألصِقِ      *       وَمِثلَ مَعْ وَمِنْ وَعَنْ بهَا انطِقِ
Berilah ma’na Isti’anah, ta’diyyah, ta’wid, dan ilsoq terhadap بَ . Dan artikanlah sperti arti dari مَعَ, مِنْ, عَنْ terhadap بَ .

2. Muta’allaq  ب

Huruf بَ merupakan salahsatu huruf jer. Dalam Qowaid ilmu nahwu dijelaskan bahwa huruf jer dan dhorof harus mempunyai muta’allaq (ketergantungan), artinya huruf jer dan dhorof dalam sebuah kalam tidak akan pernah bisa berdiri sendiri, melaikan harus bergantung pada yang fiil dan isim atau jumlah yang bisa beramal seperti halnya fiil.

Imam Ibnu Malik dalam Kitabnya :

وعلق الظرف وما ضهاه    * بفعل أو ما يحتوي معناه

Dhorof dan Huruf jer harus bermutaallaq terhadap fiil atau sesuatu yang dapat beramal seperti fill

Dalam pembahasan ini,  بَ dapat dimutaallaq-kan terhadap 7 bentuk kalimat/jumlah :

1. Terhadap Fiil, taqdirnya

أبتدء بسم الله الرحمن الرحيم

Fiil sah dijadikan mutaallaq ب karena ada suatu qowaid yang menyatakan, ألاصْلُ فى العمَل اَنْ يَكُوْنَ فِعْلاً , artinya, Asal dari amal merupakan fiil

2. Terhadap Masdar, taqdirnya 

 إبتدائي حاصل بسم الله الرحمن الرحيم

Masdar sah dijadikan mutaallaqnya ب disebabkan 2 faktor :

– Sebuah qowaid menyatakan, الأصْل فِى الكلامِ انْ يَكُونَ اِسْمًا artinya asal dari kalam merupakan isim 
– Masdar sendiri dapat beramal seperti halnya fiil. Contoh : عجبت شربا زيد العسل. artinya : saya kagum zaid meminum madu

lafadz زيد العسل merupakan ma’mul (fail dan maf’ul bih) dar lafadz شربا, bukan عجبت, karena ma’mul dari عجبت adalah dhomir mutakallim dan lafadz شربا.

Syekh Ibnu Malik berkata :


بِفِعْلِهِ المَصْدَرَ ألْحِقْ فِىْ العَمَلْ    *    مُضَافًا أوْ مُجَرَّدًا أوْ مَعَ اَلْ


Masdar dapat beramal seperti fiil, baik masdar itu diidofahkan, tidak diidhofahkan, maupun dimasuki alif lam


 3. Terhadap Isim Fail, taqdirnya, 

 أنا مبتدء بسم الله الرحمن الرحيم

Isim Fail sah dijadikan mutallaqnya ب karena isim fail juga dapat beramal seperti halnya fiil. 

Dalam Alfiyyah dijelaskan :

 كَفِعْلِهِ اسْمُ فَاعِلٍ فِى العَمَلِ    *    اِنْ كَانَ عَنْ مُضِيِّهِ بِمَعْزِلِ

Isim fail dapat beramal seperti halnya fiil, ————-

4. Terhadap Jumlah ismiyyah, taqdirnya

 أنا مبتدء بسم الله الرحمن الرحيم

Jumlah ismiyyah sah dijadikan mutaallaqnya بَ karena jumlah ismiyyah mempunyai kekuatan amal yang setara dengan mustaq (contoh : fiil madhi, isim fail, isim maf’ul, dll).

Dalam Nadzom Alfiyyah diterangkan :

وَكَوْنُهُ اسْمًا لِلثبُوْتِ وَالدَّوَامْ    *    وَقَيَّدُوْا كَالفِعْلِ رَعْيًا لِلتَّمَامْ


Jumlah ismiyyah menunjukkan ma’na tetap dan langgeng, namun dia dapat beramal sepeti fiil dan mustaq lainnya.

5. Terhadap Haal yang berasal dari failnya fiil, taqdirnya,

أبتدء مستعينا ومتباركا بسم الله الرحمن الرحيم

6. Terhadap Haal yang berasal dari failnya masdar, taqdirnya,

إبتدائي حاصل مستعينا ومتباركا بسم الله الرحمن الرحيم

7. Terhadap Haal yang berasal dari failnya Isim Fail, taqdirnya,

أنا مبتدء مستعينا ومتباركا بسم الله الرحمن الرحيم

Kemudian dalam pentaqdiran kalimatnya, terbagi kepada 2 kalimat :

1.  خاص, yang digunakan untuk pengarang sebuah kitab, dengan mentaqdirkan kalimat أألف.

Contoh :

أألف بسم الله الرحمن الرحيم

2.  عام, yang digunakan untuk para pelajar kitab, dengan mentaqdirkan kalimat أبتدء.

Contoh :

أبتدء بسم الله الرحمن الرحيم

 Jika dipilih antara kedua kalimat tersebut, yang lebih diutamakan adalah خاص, karena sebuah illat رعَايَةً للمَقامِ, artinya menjaga maqom.

14 belas model yang ada (7 bentuk mutaallaq x 2 bentuk pentaqdiran) ini, dalam penempatan taqdir mutaallaqnya bisa 2 cara, yaitu :

1. مقدم (didahulukan). Contoh : أبتدء بسم الله الرحمن الرحيم

2. مؤخر (diakhirkan). Contoh : بسم الله الرحمن الرحيم أبتدء

Jadi semuanya ada 28. Apabila dipilih antara kedua cara penempatan taqdir muta’allaq tersebut, yang lebih diutamakan adalah مؤخر, karena sebuah qowaid menjelaskan

لان تقديم المعمول على العامل يفيد الحصر والاهتمام

Karena mendahulukan ma’mul dari amilnya menunjukkan kepada kesan singkat dan jelas.

(Disini, ba merupakan ma’mul, dan muta’allaq merupakan amilnya).

Demikian penjelasan mengenai ب dari lafadz بسْمِ, selanjutnya adalah penjelasan mengenai  Idofatnya lafadz اسْمِ terhadap lafadz الله. Tunggu artikel selanjutnya….

sumber  : Mas’alah Jurumiyyah Pondok Pesantren Baitulhikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya 46192 Jawa Barat

Muqoddimah : Mabahits Basmalah perspektif Ahli Nahwu

Mengapa kalam basmalah perlu dibahas?  
يَنبَغِيْ لِكُلِّ شَارِعٍ فِيْ فنٍّ من فنون اثنَيْ عَشَرَ فَنًّا أنْ يَّبْحَثَ البَسْمَلة َ بمَا يُناسِبُ ذلك الفنَّ المَشْرُوْعَ وِفاءً لِحَقـَّيْنِ حَقِّ البَسْمَلةِ وَحَقِّ ذلك الفنِّ المَشْرُوْعِ
Penting   bagi orang-orang yang bermaksud untuk mempelajari salahsatu fan ilmu dari 12 fan ilmu yang ada untuk membahas lafadz ‘Basmalah’ dengan pembahasan yang menurut pespektif fan ilmu tersebut, guna memenuhi hak basmalah dan hak dari fan ilmu yang dipelajari.
بسم الله الرحمن الرحيم

مباحث البسملة عند النحويين
 

    بسم الله: أي أبْتـَدِءُ تـَعَلـُّمَ هَذا الكِتـَابِ المُسَمَّى بالجُرُوْمِيَّةِ حَالَ كَوْنِيْ مُسْتَعِيْنا وَمُتَبَارِكا ببسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Saya memulai untuk mempelajari kitab ini yang dinamakan ‘JURUMIAH’ (contoh) dengan mengharap diberi kesanggupan dan diberi keberkahan dengan menyebut nama Allah.
إستعانة :  مشاركة في الفَعْل لأجل حصوله
Bersama-sama dalam suatu pekerjaan untuk mendapatkan hasil dari pekerjaan tersebut
Kata إستعانة disini adalah استعانه مجازى  , dengan ma’na استقدر yang artinya Saya memohon kesanggupan. karena menganggap atau mengartikan إستعانة dengan arti bersama dengan Allah dalam suatu pekerjaan adalah hal yang tabu dan tidak pantas untuk kita.
براكه : ” الزّيادة والنـّمأ في الخير
Bertambah dan meningkat dalam melakukan kebaikan
الرّحمن : ” أي المنعم بجلائل النـّعم أي أصولها في الدّنيا على جميع المخلوقات
Dzat yang memberi ni’mat berupa ni’mat yang besar di dunia kepada seluruh makhluk 
Disebut ni’mat yang besar karena cakupannya yang besar, meliputi seluuh makhluk yang ada di dunia. Ni’mat ini terbagi kepada 3 bagian :
1. Ni’mat dijadikan manusia
2. Ni’mat dipanjangkan umur
3. Ni’mat iman dan islam
الرّحيم :  أي المنعم بدقائق النـّعم أي فروعها فى الآخرة على المؤمنين فقط
Dzat yang memberi ni’mat berupa ni’mat yang kecil di akhirat kepada orang mu’min saja
Disebut ni’mat kecil, karena cakupannya yang hanya untuk orang mu’min saja. Ni’mat ini berupa :
1. Ni’mat masuk surga
2. Ni’mat melihat Allah
Mengapa kitab-kitab yang kita temui selalu diawali dengan tulisan basmalah? hal ini didasarkan pada 2 dalil, yaitu :
1. Dalil Aqli    : Meneladani Al-Qur’an, karena rujukan utama kita dalam segala hal adalah Al-Qur’an.
2. Dalil Naqli  : Al-Qur’an : (An-Naml : 30)
 إنه من سليمان وإنه بسم الله الرحمن الرحيم
                        Hadits       :
 كُلُّ أمْرٍ ذِيْ بَالٍ لايُبْتَدَءُ فِيْهِ ببسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فهُوَ أقطعُ أوْ أبْتَرُ أوْ أجْدَمُ 
“Segala sesuatu yang baik namun tidak diawali dengan “Bismillahirahmanirrahim’ maka hal itu tidak berfaidah sama sekali”
مَنْ أرَادَ أنْ يَّحْيَى سَعِيْدًا أوْ يَمُوْتَ شَهيْدًا فليَقـُلْ عِندَ ابْتِدَاءِ كُلِّ شَيْئٍ ببسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“Barangsiapa yang yang ingin hidup dalam kebahagiaan atau mati dalam keadaan syahid, maka ucapkanlah disetiap memulai sesuatu ‘Bismillahirrahmanirrahim”
Yang akan dibahas dari lafadz  بسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  ada 4 pembahasan  :
Tunggu pembahasan keempat bahasan tadi di artikel selanjutnya ya,,,,
sumber  : Mas’alah Jurumiyyah Pondok Pesantren Baitulhikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya 46192 Jawa Barat