Beberapa hari ini setelah membeli HDD untuk saya pasang di PC, saya mulai merapikan file di laptop saya yang hampir over capacity, merah semua. Yang namanya beres-beres arsip, saya mengupayakan efisiensi waktu, tapi tetap saja kadang ada satu dua hal yang bisa menghambat. Lembaran lama memang seringkali mengundang kita untuk kembali mengenangnya, dan saya lalu tergoda untuk membuka kembali rekaman video sidang tesis saya beberapa tahun lalu.
Sebelum lanjut tulisannya, saya merasa perlu berterimakasih untuk semua dosen-dosen saya di UNPAD. Terimakasih kepada Prof. Tri Mayanti, Prof. Tati Herlina, Dr. Darwati, Dr. Nurlelasari, Pak Ari Hardianto, Ph.D dan seluruh dosen atas bimbingan dan masukan selama proses studi S2 lalu. Tak lupa juga pada semua rekan-rekan di Lab, Zul, Amel, Rona, teman seangkatan baik yang fastrack maupun slowtrack, hehe.
Oke, lanjut ya, saya kembali menonton presentasi & tanya jawab sidang tesis saya. Satu yang cukup mengejutkan adalah diferensiasi fisik saya, wkwkwkwk. Begitu tembemnya pipi saya, begitu ngos ngosan nya nafas saja saat presentasi, hahaha. Dan yang tak kalah penting adalah bagaimana saya memahami apa yang saya sampaikan saat itu.
Bagian pada riset saya salah satunya terdapat metode in silico, khususnya topik molecular docking. Saat itu, ternyata saya punya banyak miss understanding tentang interpretasi data hasil docking, dan secara dini menyimpulkan bahwa senyawa saya punya mekanisme antagonis non kompetitif, padahal docking sendiri adalah pendekatannya agonis/antagonis kompetitif, wkwkwkwk.
Untungnyaaaa, bumi masih berputar. Selepas lulus, saya berkesempatan untuk bekerja sebagai Dosen di Program Studi Farmasi. Sebagai seorang dosen, belajar adalah keharusan, dan pada satu titik, saya tertuntut untuk melakukan riset, dan in silico adalah riset yang paling feasible pada saat itu. Saya kembali mendalaminya dengan mengikuti beberapa short course dari mulai docking, molecular dynamics, hingga membeli buku studi QSAR. Terlebih, saya di challenge oleh rekan-rekan untuk mengampu mata kuliah Kimia Medisinal.
Disinilah semua tabir pengetahuan tentang mekanisme obat, hubungan struktur aktivitas senyawa obat, fase-fase aksi obat, mekanisme agonis, antagonis kompetitif, non kompetitif, interpretasi docking, MD, hingga bagaimana QSAR yang sebenarnya bernas dibahas. Dititik ini, saat mendengar presentasi sidang saya tadi, saya menertawakan diri saya saat dulu, wkwkwkwk, yang disisi lain, kembali saya bersyukur bahwa kesempatan berkarir sebagai dosen di Prodi Farmasi benar-benar menyenangkan. Saya mendapat banyak privilege untuk mempelajari lebih jauh tentang dunia obat-obatan.
Tentu saja semua yang saya ketahui saat ini masihlah secuil dari luasnya keilmuan Farmasi yang menantang. Dan ada potensi pemahaman saya hari ini ditertawakan oleh saya di masa depan, selama saya tetap terus belajar dan belajar. Yah, belajar bagi dosen itu memang kewajiban. Bahkan level belajarnya pun harus ekstra, karena kita bukan hanya belajar untuk kita sendiri, melainkan kita harus bisa menyampaikan dan memahamkan mahasiswa kita terhadap suatu materi.
Beberapa bulan lagi, saya mungkin akan sedikit melakukan pergeseran. Tetapi, menjadi bagian dari Prodi Farmasi di STIKes KHAS Kempek adalah bagian yang sangat sangat wajib disyukuri, karena mungkin saja jika saya tak pernah terlibat disana, keilmuan saya ya segitu-gitu aja, dan mungkin saja volatilitas keilmuan bisa terjadi. Bahkan pada satu titik, sempat terpikir untuk melanjutkan studi doktoral di bidang ini.
Terimakasih untuk semua pengalaman dan kehangatannya. Saya akan selalu mengingatnya sebagai bagian dari perjalanan hidup yang sangat berkesan. Sukses selalu untuk keluarga besar STIKes KHAS Kempek, tetaplah menjadi lentera yang menerangi asa dan cita!
Saya cukup menyukai desain grafis. Sejak duduk di bangku SMA di Pesantren dahulu, saya mulai mendalami keterampilan ini. Dengan posisi saya sebagai sekretaris OSIS, saya diberi privilage untuk mengakses komputer inventaris OSIS saat itu. Dan untuk mendukung kegiatan-kegiatannya, saya tertuntut untuk belajar desain grafis.
Saya agak-agak lupa, buku yang dulu saya beli kira-kira berjudul “Tutorial CorelDraw” atau “Mahir CorelDraw, saya lupa persis judulnya, tapi seingat saya, saya membelinya di gramedia saat libur pondok dan (sepertinya) diterbitkan oleh Penerbit Andi. Jangan dibayangkan belajar dulu seperti sekarang yang beli kelas online, hehe. Disitulah saya mulai belajar mendesain, garis demi garis, membuat logo indosiar, sctv, dan logo-logo lainnya. Tentu ada sosok yang menginfluence saya waktu itu, sekretaris OSIS sebelum saya, Kang Agung Arabian, semoga beliau sehat selalu.
Singkatnya, hingga tahun lalu, saya konsisten menggunakan CorelDraw sebagai software desain grafis saya. Tentu saja saya pake yang krek krek an, sobat misqueen begini mana mampu berlangganan, tho. Yang penting perdesainan beres. Saya cukup diandalkan dalam desain grafis banner, pamflet, poster hingga untuk postingan IG organisasi-organisasi yang saya ikuti. Disamping itu, dibidang jualan daring, saya juga mulai mencoba mendesain berbagai macam motif hijab, sempat juga desain saya dicetak dan cukup ramai saat itu dibeli khalayak marketplace.
Dibalik keasyikan saya berdesain grafis, saya seringkali merasa punya ganjalan saat mencoba menggunakan aset-aset grafis yang tersedia di platform macam freepik waakhwatuha. Seringkali asetnya tidak berformat .cdr, melainkan .eps dan .ai. Bisa sih dibuka di CorelDraw, hanya ya karena beda ekstensi, seringkali tidak nyaman untuk digunakan. Saya mulai berpikir untuk berpindah ke lain hati, apa saya harus berpindah menjadi pemuja produk adobe? Adakah waktu untuk mempelajarinya? Bisakah saya beradaptasi dengan Adobe Illustrator?
Akhirnya, saya menemukan momentum saat mudik ke Malang. Yasudah, saya membeli paket pelatihan Adobe Illustrator di salah satu platform, saya pelajari 1 demi 1 video yang tersedia sembari saya praktekkan guna mengisi waktu luang di kampung halaman istri. Overall, wajah saya cukup sumringah melihat fitur yang ditawarkan adobe illustrator, saya coba pula hijrah dari kaum krek krek an ke kaum berbayar, tentu dengan strategi langganan student agar lebih murah. Rasanya menyenangkan saat saya tahu semua fitur terbuka dan tersedia update sofware guna optimasi dan pengembangannya yang bisa langsung di rasakan.
Kesibukan saya sebagai dosen pada akhirnya mendistraksi proses saya dalam beradaptasi terhadap platform adobe. Saat beberapa hari yang lalu saya mencoba mendesain kembali dengan adobe illustrator, lha kok fitur yang sudah saya pelajari sebelumnya banyak yang lupa, wkwkwk. Saya cukup kesal karena harus membuka lagi video tutorial yang saya beli itu guna “beradaptasi kembali”. Disini saya kembali menyadari, bahwa adaptasi memang bukan hal yang mudah. Untuk kita benar-benar bisa dianggap telah beradaptasi, perlu pembiasaan dan pengulangan, atau dalam bahasa pesantren, perlu mudzakarah, murojaah dan tadarus secara konsisten.
Tentu saja saya tidak akan menyerah, saya akan melanjutkan proses adaptasi ini secara perlahan. Termasuk bagaimana saya menggunakan platform desain baru nan praktis berbasis android macam Canva, hingga aplikasi menggambar iPad seperti ProCreate. Saya juga mulai tertarik dengan videografi dan editing sederhana.
Disamping desain grafis ini merupakan salah satu yang saya sukai, saya harus mengamini satu nilai dalam hidup, yaitu bahwa pekerjaan manusia atau makhluk hidup lainnya yang paling wajib untuk terus dilakukan adalah pekerjaan beradaptasi. Karena satu hal yang paling konsisten dan niscaya terjadi dalam kehidupan ini adalah perubahan. Dan tidak ada pilihan lain bagi kita sebagai manusia selain keharusan untuk beradaptasi akan perubahan-perubahan itu.
Seperti halnya dalam konsep kesetimbangan kimia, kondisi reaksi yang merupakan faktor eksternal yang dinamis pastinya akan memaksa suatu reaksi kimia untuk meresponnya dengan cermat (dan bersahaja). Maka dalam suatu reaksi kesetimbangan, saat ada variabel eksternal mempengaruhinya (suhu dan tekanan), kesetimbangan reaksi bisa jadi bergeser kembali ke reaktan, atau ke produk, membentuk kesetimbangan baru, yang mungkin menguntungkan, mungkin pula merugikan. Yabegitulah sunnatullahnya kali ya, dalam merespon perubahan, manusia bahkan alam akan selalu menemukan cara untuk beradaptasi dan mencapai kesetimbangan baru, meski tak selalu mudah.
Ini adalah tulisan pertama di tahun 2025. Ternyata, butuh 14 hari berlalu untuk membuat tulisan perdana di tahun 2025 ini, hehehe. Seperti yang banyak orang bilang, tahun demi tahun, kita harus punya resolusi. Satu, dua atau beberapa hal yang ingin dicapai di tahun yang baru. Apalagi kita seorang muslim yang memiliki prinsip ajaran (yang juga universal sebenarnya), bahwa “Orang yang beruntung adalah mereka yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini”.
Sabda Nabi SAW seolah mendorong kita untuk tidak bersikap statis, melainkan harus bersikap dinamis dan progresif dalam hidup. Siap menghadapi dan beradaptasi terhadap berbagai tantangan dalam fase-fase kehidupan. Belajar terus menerus untuk berkembang. Maka bagi saya, perkembangan adalah keharusan, dinamika itu keniscayaan, dan kesiapan memulai perubahan itu diperlukan. Meskipun seperti kata Yuval, manusia seringkali takut dalam menghadapi hal yang paling konsisten tersebut (baca:perubahan).
Awal tahun ini saya ditakdirkan diberi satu milestone baru dalam hidup, yakni kelulusan menjadi CPNS Dosen di salah satu perguruan tinggi. Setelah berjibaku dengan seleksi sejak akhir agustus tahun lalu, dan dari lowongan yang hanya 1 formasi, alhamdulillah saya terpilih menjadi orang yang mengisi formasi itu. Pastinya, mencapai milestone ini adalah hal yang tak mudah, perlu ketekunan dan keseriusan dalam usaha. Untungnya saya meyakini bahwa “al ujroh biqodril masyaqoh”, hasil tak akan mengkhianati proses! Saya betul-betul diilhami oleh kaidah ini.
Tentu saja saya meyakini, dibalik determinasi dan kegigihan yang saya tunjukkan untuk melalui beberapa tahapan dalam tes yang menguras tenaga dan pikiran, ada doa dan dukungan dari orang-orang tersayang. Maka saya ucapkan terima kasih untuk Istri, mamah, bapa, anak-anak, adik dan semua keluarga besar serta seluruh pihak yang mendoakan setulus hati untuk mencapai satu milestone ini. Istri yang menjadi support system luar biasa, ruang yang kau berikan untukku sangatlah berarti. Mamah bapa dengan doa “keramat”-nya demi keberhasilan anakmu ini. Anak-anak yang mengerti saat ayahnya ini perlu waktu untuk belajar dan tak bisa bermain bersama. Tak ada yang bisa saya persembahkan selain saya akan gunakan waktu hidup ini untuk bahagiakan semuanya.
Menjadi dosen memang cita-cita saya sejak dulu, tetapi jujur saja, menjadi Dosen PNS sebelumnya tak pernah terpikirkan. Dinamika dalam kehidupan lah yang membawa saya terdorong untuk mengikuti seleksi CPNS Dosen di Tahun lalu. Salah satunya adalah keinginan untuk menerima tantangan-tantangan baru dan keinginan untuk berkembang terus menerus dalam hidup, karena saya adalah “Long-Life Learner”, mwehehehe.
Ibarat karbokation yang terbentuk dalam berbagai macam reaksi organik, saat menemui kesempatan untuk membentuk karbokation yang lebih stabil, ia tak segan untuk melakukan penataan ulang dirinya, entah penataan minor seperti pergeseran hidrida, atau mayor seperti pergeseran metida, yang pasti ia ambil kesempatan itu. Dengan terbentuknya karbokation yang lebih stabil, ia punya waktu yang cukup untuk bereaksi dengan nukleofil dan membentuk produk yang lebih stabil.
Begitupun saya, pengambilan keputusan ini adalah upaya saya untuk sedikit melakukan pergeseran yang cukup berarti untuk menuju kestabilan baru dalam kehidupan dan karir saya. Kestabilan ini dibutuhkan untuk kemudian mempersiapkan diri menghadapi tahapan-tahapan reaksi (kehidupan) berikutnya.
Saya termasuk orang yang “berupaya” tak terlalu fokus dengan hasil. Karena bagi saya hasil itu buah dari proses. Jadi, nikmatilah prosesnya. Karena saat proses yang kita lalui itu proses dijalani dengan sepenuh hati, hasil akan menjadi buah manis yang dapat dipetik. Sebaliknya, saat kita menuntut hasil tanpa dibarengi dengan penikmatan terhadap proses, maka yang terjadi adalah caci maki terhadap keadaan.
Tak banyak harapan saya di tahun 2025 ini, seperti saat saya panjatkan doa kepada-Nya tentang CPNS ini. Saya tak meminta kelulusan, saya hanya meminta untuk diberikan takdir yang terbaik dari-Nya. Jikalah kelolosan adalah takdir terbaik, maka itulah yang akan Sang Maha Kuasa berikan. Jika ketidaklolosan adalah takdir terbaik, saya pun tentu akan menerima dan tetap bersyukur atas semua rahman dan rahim-Nya. Semoga 2025 senantiasa ditunjukkan takdir-takdir terbaik dari-Nya, amin ya robbal alamin.
Saat ini, kita sudah sampai di pertengahan Desember. Sebentar lagi, kita akan memasuki tahun yang baru. Seperti halnya manusia-manusia lainnya, saya pun memiliki beberapa resolusi yang telah dicapai di tahun 2024, dan resolusi yang ingin dicapai di tahun 2025. Tapi, itu semua gak ‘saklek’ ya, karena saya meyakini, manusia ini kewajibannya ya berencana dan berusaha, Allah lah yang menentukan.
Banyak hal dalam hidup yang kita rencanakan dengan baik, ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Sebaliknya, banyak juga hal yang tak kita rencanakan, tapi secara insidentil menjadi satu milestone dalam hidup. Begitulah hakikatnya, Allah lebih tau apa yang terbaik untuk hidup kita daripada kita sendiri. Rencana-Nya pasti lebih indah. Itu yang saya yakini.
2024 ini cukup menarik, saya tak banyak memasang target yang ambisius. Cukup memasang target konsistensi atas capaian di 2023 dalam berbagai aspek hidup. Jalannya tentu saja berliku, ada kemunduran, ada kemajuan, saya sikapi dengan positif, saya yakin bahwa Allah sedang menuntun jalan hidup saya menuju rencana terbaik-Nya.
Satu hal yang menjadi milestone di luar rencana 2024 adalah keikutsertaan dalam suatu seleksi. Tak disangka dan tak dinyana, saya mampu melalui 1 tahapannya. Saat ini, satu tahap lagi menuju kelulusan yang diharapkan. Jujur saja, keikut sertaan saya bukanlah bagian dari rencana, saya mengikutinya dengan keputusan yang spontan saja. Saya yakin, mentalitas yang saya tunjukkan, kegigihan yang saya berikan, itu adalah skenario yang telah ditulis-Nya sehingga saya sampai pada tahap ini. Tentu saja berkat doa dan dukungan orang terdekat saya, keluarga.
Lalu, bagaimana jika tak berhasil memenangkannya? Saya tak masalah dengan hasil. Yang penting, saya sudah memberikan segala kemampuan yang saya punya, saya pastikan bahwa saya melakukannya dengan kegigihan dan usaha maksimal. Saya berusaha saja meyakini bahwa “hasil tidak akan mengkhianati proses”. Jika gagal, berarti mereka diluar sana punya usaha yang lebih dari saya sehingga lebih layak. Yang salah tentu saja jika kita berharap berhasil, tapi tak disertai usaha yang maksimal, hehehe. Saya percaya, berhasil atau tidaknya, ada skenario keren yang sedang dipersiapkan Allah untuk saya. Tugas kita hanya berusaha. Kata-kata yang mbulet sekali, wkwkwk.
Ya intinya begitu, akhir tahun 2024 ini adalah akhir tahun yang cukup menentukan dalam karir dan kehidupan saya. Saya tak berdoa untuk kelulusan atau kemenangan atas seleksi tersebut. Yang saya minta adalah berdoa diberikan takdir yang terbaik untuk kehidupan saya dan keluarga di masa depan. Kalaulah lulus adalah takdir terbaik, maka luluskanlah ya Allah, kalaulah tidak lulus adalah takdir terbaik, maka buatlah lulus menjadi takdir terbaik, hehe. Maafkan hamba-Mu yang suka guyon ini.
Inilah yang bisa saya sebut tawakkal dan berpasrah. Setelah berupaya keras disertai berdoa, hasilnya adalah domain Allah yang menentukan. Domain makhluk adalah gaspolll maksimal.
Ya Allah, berilah hamba takdir terbaik untuk kehidupan hamba di masa depan, amin ya robbal alamin.
Kaderisasi adalah hal yang wajib dilakukan oleh sebuah organisasi. Tentu saja untuk pengembangan SDM dan regenerasi organisasi. Kader (Cadre) berasal dari bahasa Yunani berarti Bingkai. Artinya perkumpulan orang yang dibingkai untuk dibina demi tujuan tertentu.
Maka, demi mencapai apa yang dituju oleh GP Ansor, GP Ansor punya mekanisme kaderisasi bagi anggota yang dapat diikuti, dari mulai PKD (Pelatihan Kepemimpinan Dasar), PKL (Lanjut), hingga PKN (Nasional) bahkan LI (Latihan Instruktur). Dan, alhamdulillah, PAC GP Ansor Rajagaluh yang saya pimpin telah berhasil menyelenggarakan PKD yang diikuti total 70 peserta pada tanggal 31 agustus-1 september lalu di PP. Mansyaut thullab, Rajagaluhlor asuhan KH. Jazaul Ihsan.
Saat mahasiswa, saya diberi pemahaman bahwa jenis kaderisasi ada 3, yaitu formal, informal dan non formal. Formal seperti agenda PKD, PKL, dan sejenisnya, informal seperti pelatihan softskill, dan non-formal macam ngopi-ngopi dan ngaliwet. Artinya, PKD Ansor ini bukan hal aneh. Sudah kewajiban yang harus dilakukan, dan merupakan agenda rutinan.
Meski sudah rutinan, konsolidasi organisasi menjadi kunci untuk penyelenggaraan PKD. Karena tanpa ada tim atau kepanitiaan yang kompak, agenda kaderisasi tak akan bisa berjalan dengan baik. Hal yang paling penting adalah terkait dengan rekrutmen peserta dan strateginya. Ini sangatlah rumit, karena untuk mengajak orang untuk bergabung di organisasi bukan hal mudah, apalagi organisasi macam Ansor ini bersifat non-profit.
3 bulan kita lakukan serangkaian strategi untuk bagaimana dapat merekrut calon-calon kader yang diharapkan dapat membersamai bahkan melanjutkan estafet organisasi. Alhamdulillah, serangkaian strategi rekrutmen yang kami laksanakan membuahkan hasil 71 kader baru GP Ansor, dimana 80% diantaranya adalah putra daerah asli Rajagaluh, yang tentunya ke depan akan mewarnai pergerakan GP Ansor di wilayah Kecamatan Rajagaluh.
Tugas yang sebenarnya baru saja akan dimulai. Pengalaman berbicara, fase pasca pelatihan adalah fase krusial dimana kader baru itu akan tetap aktif atau menghilang. Mengapa demikian? Fakta di beberapa organisasi menunjukkan bahwa justru setelah pelatihan, banyak kader yang awalnya semangat, kemudian menghilang. Padahal seharusnya, setelah diberikan materi ideologisasi dan pengembangan diri, kader bisa lebih ideologis dan skillfull. Seharusnya. Tapi fakta ternyata berkata lain. Ini sebetulnya perlu dilakukan studi terkait mengapa itu bisa terjadi, yang menyebabkan rasa-rasanya kok agenda kaderisasi yang menghabiskan banyak waktu, tenaga, pikiran, bahkan cuan yang tidak sedikit tidak berefek signifikan terhadap militansi kader.
Terkait studi, itu soal lain. Tapi yang perlu kita lakukan adalah bagaimana kita memastikan gejala ini tak berulang di GP Ansor Rajagaluh. Maka kita akan siapkan pendampingan-pendampingan di fase pasca kaderisasi, melalui kaderisasi informal macam penambahan pengetahuan dan soft skill, atau kaderisasi non-formal macam ngopi-ngopi dan ngaliwet. Karena untuk kebutuhan saat ini, meski organisasi macam Ansor dan NU ini kita yakini penuh dengan barokah, itu saja tidak cukup. Kita perlu siapkan Ansor menjadi ruangan yang nyaman untuk pengembangan diri, media yang tepat untuk membangun jejaring, tempat yang indah untuk menjalin persaudaraan dalam perjuangan.
Maka saya sepakat dengan agenda ketum Addin Jauharudin dengan platform ASTA BISA, Bisnis, Inovasi Teknologi Media, SDM dan Anak Muda, itu harus diwujudkan dan direalisasikan hingga akar rumput. Terlebih, terdapat planning program bernama ANSOR UNIVERSITY dibawah komando Sahabat Dwi Winarno, saya cukup optimis meski ada pesimis-pesimisnya, hahaha. PR masih banyak, seperti pembentukan ranting dan rekrutmen anggota Banser. Mohon doa, semoga Sahabat Ansor di Rajagaluh dapat tetap kompak dan berkembang menuju Ansor Masa Depan BISA!
Ditengah merosotnya prestasi tim-tim italia di kancah sepakbola eropa beberapa dekade ini, kenapa saya masih saja menjadi fans La Vechia Signora? Apalagi saat ini, liga-liga eropa lainnya seperti Premier League menawarkan kompetisi yang lebih dinamis dan berisi nama-nama pelatih dan pemain mentereng macam Pep Guardiola, Juergenn Klopp, Erik Ten Hag, Haaland, de Bruyne, Gabsus, de el el.
Ya begitu sulitnya menerjemahkan kecintaan terhadap klub bola, bisa jadi seseorang menilainya dari popularitas, prestasi, uang, kehebatan satu pemain, histori klub ataupun yang lainnya. Paling tidak seseorang memiliki narasi yang menjadi “Pandangan Pertama” kecintaannya yang bisa ia ceritakan. Uniknya, setelah seseorang tersebut menjatuhkan pilihan pada satu klub, sulit baginya untuk berpaling hati, meskipun klub yang ia sukai itu sedang menjalani tirakat nirgelar. Senelangsa apapu nasib klub kesayangannya itu, tetap ia bela, bahkan rela masuk goa ketika tim kesayangannya kalah oleh rival, hahaha.
Beberapa hari lalu saat berjumpa dengan teman lama, ia bertanya kepada saya, “Biasanya pecinta klub italia itu generasi 70-80an kan? Generasi kita ini jika dipersentasi akan lebih memilih tim-tim kesayangan dari Premier League atau La Liga, kenapa anda berbeda, maszeh? Juve?”, tanyanya sembari menyiratkan senyuman ejekan kekalahan Juve atas Benfica di Liga Champions, wkwkwk.
“Wes pokok e sekali Juve tetep Juve,”, jawabku singkat. Ia semakin ketawa ngece. Asu batinku. Menjawab pertanyaannya ditempat itu sepertinya bukan hal yang tepat. Maka saya akan jawab melalui tulisan ini saja, hehehe.
Jadi, semuanya bermula saat saya masih mondok di salah satu Pesantren di Jateng. Kebetulan di Pesantren itu selalu langganan Koran yang biasanya oleh pengurus pondok dipasang di Mading khusus Koran. Nah, meskipun kami hanya sesekali saja menonton TV sebagai sumber informasi pada saat itu, kami tetep update informasi terkini melalui koran mading yang berganti setiap harinya.
Rubrik sepakbola adalah minat utama saya, dan berita sepakbola yang heboh pada saat itu adalah skandal calciopoli (pengaturan skor) yang melanda Liga Italia. Klub-klub yang terbukti melakukan pengaturan skor mendapatkan pengurangan poin dan yang paling berat adalah Juventus, yang mendapatkan sanksi berupa degradasi ke Serie B dan pencopotan gelar juara serie A 2004/2005 dan 2005/2006. Hasilnya? Pemain-pemain bintang Juventus hengkang. Ibra dan Vieira ke Inter Milan, Cannavaro, Emerson dan Pelatih Fabio Capello ke Real Madrid, sedangkan Zambrotta dan Thuram ke Barcelona.
Tapi kerennya, ada beberapa pemain bintang yang setia menjadi Bianconero, ia adalah Buffon, Del piero, Nedved, Trezeguet dan Camoranesi. Saya ingat 5 foto bintang Juventus itu berjejer ditampilkan di koran yang saya baca di hari itu. Ditambah dengan kutipan meleleh dari Del piero yang berkata, “Seorang Pria Sejati pantang meninggalkan Wanitanya.”. Melting maszeh. Disinilah titik dimana saya mulai menjatuhkan pilihan untuk menjadi fans Juventus. Hari demi hari, koran terus berganti, yang selalu saya cari adalah perkembangan klub asal kota Turin itu pasca terdegradasi. Dan disuatu hari, terdapat foto dan artikel saat Juventus menjuarai serie B dan bisa kembali ke Serie A di musim selanjutnya. Di tengah artikel terdapat foto Didier Deschamps sang pelatih yang juga eks pemain Juventus dengan kacamata hitamnya yang menurut saya keren itu.
Meski sempat terseok-seok setelah promosi ke Serie A, namun Juve kembali menjadi Jawara Italia dari musim 2011/12 hingga 2019/2020, atau 9 kali secara beruntun, yeeeee. Iya saya tahu, Juve saat ini sedang tidak baik-baik saja dan sedang mencoba membangun kembali tim. Dan saya juga termasuk fans yang mendukung #AllegriOut, hahaha. Saya juga menulis ini sambil menonton Juve vs Milan dengan permainan backpass yang membosankan. Hasilnya? Kalah cok, kalah! 2-0! Semoga Gol yang dicetak Tomori & Diaz ini jadi momentum pergantian pelatih dinosaurus itu ke pelatih yang punya konsep baru yang teruji, hahaha.
Meski begitu, saya tetap cinta Juventus. Nilai kesetiaan yang ditunjukkan oleh Del Piero, dkk inilah yang membuat saya menjadi fans Juve. Karena bagaimanapun, kesetiaan itu berharga. Dan bagi saya, seseorang bisa bersikap setia terhadap sesuatu itu karena memang sesuatu tersebut memiliki sebuah nilai yang layak diperjuangkan, baik berupa rasionalisasi maupun dorongan hati. Fino Alla Fine, Berjuang Sampai Akhir. Ayo Bangkit Lagi, Juventus!
Hai, Saya Fawwaz Muhammad Fauzi, suatu produk hasil persilangan genetik Garut-Majalengka. Menjadi Dosen Kimia adalah profesi utama saya saat ini. Selain itu, ya membahagiakan istri, anak dan orang tua. Melalui blog ini, saya ingin menuliskan kisah-kisah keseharian saya yang pasti receh. Mungkin sedikit esai-esai yang sok serius tapi gak mutu. Jadi, tolong jangan berharap ada naskah akademik atau tulisan ilmiah disini ya, hehe.
Kalau ada yang mau kontak, silahkan email ke [email protected]. Udah itu aja.