Muqoddimah : Mabahits Basmalah perspektif Ahli Nahwu
مباحث البسملة عند النحويين
مباحث البسملة عند النحويين
Setelah pada artikel sebelumnya dijelaskan bahwa Wadhi’ dari ilmu nahwu adalah Abu Aswad Addauli dan ilmu tatabahasa arab ini bernama ilmu nahwu, tidak afdhol apabila kita tidak mengetahui latar belakang atau kisah awal mula adanya ilmu nahwu dan authornya tersebut. Agar pemahaman kita dalam mempelajari Stadium general dari ilmu nahwu lebih baik, kita harus mengetahui kisahnya terlebih dahulu. Berikut adalah kisalnya. Selamat membaca….
Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh yang muncul, terbentuk dengan peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana para junior belajar kepada senior, para anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya. Namun ketika islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, terjadinya pernikahan orang Arab dengan orang non Arab, serta terjadi perdagangan dan pendidikan, menjadikan Bahasa Arab bercampur baur dengan bahasa non Arab. Orang yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga keindahan Bahasa Arab menjadi hilang.
Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu pertama yang dibuat untuk menyelamatkan Bahasa Arab dari kerusakan, yang disebut dengan ilmu Nahwu. Selaras dengan apa yang disampaikan pada Mabadi Ilmu Nahwu, orang yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab adalah Abul Aswad Addauli dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Terdapat suatu kisah yang dinukil dari Abul Aswad Ad-Duali, bahwasanya ketika ia sedang berjalan-jalan dengan anak perempuannya pada malam hari, sang anak mendongakkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintang-bintang. Kemudian ia berkata,
مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ
“Apakah yang paling indah di langit?”
Dengan mengkasrah hamzah, yang menunjukkan kalimat tanya. Kemudian sang ayah mengatakan,
نُجُوْمُهَا يَا بُنَيَّةُ
“Wahai anakku, Bintang-bintangnya”
Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan,
اِنَّمَا اَرَدْتُ التَّعَجُّبَ
“Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman”
Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah,
مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ
“Betapa indahnya langit.”
Bukan,
مَا اَحْسَنُ السَّمَاءِ
“Apakah yang paling indah di langit?”
Dengan memfathahkan hamzah…
****
Dikisahkan pula dari Abul Aswad Ad-Duali, ketika ia melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan,
أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ
Dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya..” hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan.
Seharusnya kalimat tersebut adalah,
أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُوْلُهُ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul–Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.”
Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah islam. Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad Adduali,
اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ
“Ikutilah jalan ini”
Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu.
Kemudian Abul Aswad Ad-Duali melaksanakan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang mencukupi.
Kemudian, dari Abul Aswad Ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al Kholil al Farahidi al Bashri ( peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama) , sampai ke Imam Syibawaih dan Imam Kisa’i (pakar ilmu nahwu, dan banyak menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).
Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kufah (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.
Demikianlah sejarah awal terbentuknya ilmu nahwu, di mana kata nahwu ternyata berasal dari ucapan Khalifah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
sumber : Mas’alah Jurumiyyah Pondok Pesantren Baitulhikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya 46192 Jawa Barat
Bismillahirrahmanirrohim,,,
Sebelum kita mempelajari ilmu nahwu, kita disarankan untuk mengetahui terlebih dahulu Stadium General tentang ilmu nahwu tersebut. Dengan mengetahui Stadium general dari ilmu nahwu, baru kita akan mudah mempelajari ilmu nahwu. Tak kenal maka tak sayang, kenalan duru, baru mendalami, begitu kata pepatah. Is it right? Right wes,,,,
Stadium general nahwu atau dikenal dengan Mabadi Ilmu Nahwu terklarifikasi menjadi 10 bagian, yaitu :
1. Al Hadd (Definisi) : Etimologi ; المثل والجهة والمقدار والقسم والبعض والقصد artinya contoh, jalan, ukuran, bagian, dan tujuan
Terminologi ; علمٌ بأصولٍ يعرفُ بها احوالُ اواخرِ الكلم اعرابًا وبنًاء,
artinya, ilmu yang fokus tujuannya adalah mempelajari keadaan/kondisi akhir kalimat bahasa arab baik berupa mu’rob, maupun mabni.
2. Maudhu (Sasaran, Fokus): Fokus utama ilmu nahwu adalah kalimat arabiyyah dengan batasan berupa mempelajari keadaan-keadaannya (ahwalnya).
3. Tsamroh (Hasil, Manfaat) : Hasil yang akan diperoleh ketika kita berhasil menguasai ilmu nahwu yaitu, kita akan terbebas dari kesalahan dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits (lebih tepatnya meminimalisir kesalahan, karena hakikat dari manusia itu sendiri).
4. Fadhol (Keutamaan) : Keutamaan dari ilmu nahwu sendiri adalah Lebih unggul dari berbagai Ilmu, karena tanpa ilmu nahwu, kita tidak dapat mempelajari ilmu lainnya (dalam hal ini yang berkaitan dengan ilmu-ilmu berbahasa arab)
Syekh Imrithi dalam kitabnya bernadzom,
والنَّحْوُ اَوْلَى أوَّلاً اَنْ يُعْلمَا * اِذِ الكلامُ دُوْنَهُ لنْ يفهما
Ilmu Nahwu adalah ilmu yang harus pertama kali dipelajari, karena tanpa nahwu, kita tidak akan bisa memahami kalam araby
5. Nisbat (Hubungan) : Hubungan Nahwu dengan Ilmu lain adalah Tabayyun, yaitu Berbeda satu sama lain, dalam artian Ilmu nahwu dan ilmu lain(contohnya Shorof) mempunyai perbedaan yang mutlak (Tabayyun Umum Khusus min Ithlaq), karena mempunyai batasan-batasan tersendiri dalam pembahasannya.
6. Wadhi’ (Author, Pencetus) : Pencetus Ilmu Nahmu sendiri adalah “Abu Aswad Addauli”, pada masa Sayyidina Ali (Kisahnya ntar di artikel selanjutnya ya…).
7. Istimdad (Sumber) : Sumber lahirnya ilmu nahwu ini berasal dari Al-Qur’an dan Hadits. (Hakikatnya, semua ilmu yang ada di dunia ini berasal dari Al-Qur’an dan Hadits)
8. Ism (Nama) : Nama ilmu ini adalah Ilmu Nahwu (Kisahnya ntar diartikel selanjutnya ya…)
9. Hukum (Justifikasi) : Hukum mempelajari ilmu Nahwu adalah Fardhu Kifayah (Ketika sudah ada yang menguasai ilmu nahwu dalam suatu daerah secara matang, maka gugur ke fadhuan orang lain untuk mempelajari ilmu nahwu. Hukumnya menjadi sunnah).
10. Masa’il (Mas’alah) : Mas’alah ilmu nahwu sendiri adalah Qowaid-qowaid ilmu nahwu itu sendiri.
Nadzom Mashur mengenai Mabadi
إنّ مَبَادِيَ كُلّ فَنٍّ عَشَرَة * الحَدُّ وَالمَوْضُوْعُ ثمّ الثـّمْرَة
وَالإسْمُ الإسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشّاَرِعُ * وَفَضْلُهُ والنِّسْبَةُ وَالوَاضِعُ
مَسائِلٌ والبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَ * وَمَنْ دَرَى الجَمِيْعَ حَازَ الشّرَفَا
Mabadi dari setiap cabang ilmu (fan) ada 10, yaitu Had, Maudhu, Tsamroh, Fadhol, Nisbat, Wadhi’, Ism, Istimdad, Hukum, dan Masa’il. Masa’ilnya cukup dikuasai sebagian saja, namun lebih baik bila menguasai sedalam-dalamnya.
Setelah kita mengetahui mabadi dari ilmu nahwu tersebut, kita bisa memposisikan diri dalam memandang dan mempelajari Ilmu tersebut. Selamat Belajar….!!!
Nantikan Artikel Selajutnya,,,,
Sumber : Mas’alah Jurumiyyah Pondok Pesantren Baitulhikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya 46192 Jawa Barat