Mencari Sola(u)si Macet

Mencari Sola(u)si Macet

Hampir setiap hari, Kota Malang dilanda kemacetan. Kalau sudah macet, waktu banyak yg terkorbankan, jadwal ketemu sama si pacar jadi lebih sebentar karena lebih lama dijalan. Waktu kuliah pun sama. Bahkan, meski dari kos sudah berniat kuliah, kadang gara-gara macet, kita gak jadi kuliah dan malah belok ke warung kopi. hahaha. Saya berujar, ini masih Kota Malang, bukan kota besar macam Jakarta, Medan, Bandung dan Surabaya. Bagaimana macetnya kota-kota besar itu, tak bisa dibayangkan. Eh, sepertinya bisa, saya pernah suatu waktu jalan-jalan ke surabaya, bihhhh, jalanan begitu macet. Jalan masuk utama dari Kota Sidoarjo ini mantap sekali, kalo pake mobil, bisa berjam jam, tapi berhubung saya pake sepeda motor, yah, trotoar banyak yang kosong untuk dijadikan rute alternatif, hahaha (lagi).


Saat saya liburan pun begitu. Ayah saya seringkali mengeluh, “Dulu itu kalo ke Cirebon cukup 30-45 menit, sekarang 1 jam lebih, jalannya padat.”, ujarnya sambil menyalip kendaraan di depan. Daerah saya itu lho, ya kota kecil, jarang dikenal, tapi sudah macet, mau tau nama daerah saya itu? Kabupaten Majalengka, kenal? Yang tau mungkin yang asli Jawa Barat, selain asli sunda, pasti dia akan memberikan pertanyaan susulan, “Majalengka itu dimana ya?”. Saya sudah tau gelagat orang seperti ini, nilai Mata Pelajaran Geografi di SMA paling dapet 60, maka langsung saya jawab, “Tetangganya Cirebon mas.”. Biasanya, orang lebih mudah mengenal Cirebon, kotanya cukup terkenal. Cirebon merupakan rumah asal dari Kang Said, Ketua Umum PBNU dan terdapat makam salahsatu walisongo, yakni Sunan Gunung Jati. Saya pikir, jawaban tambahan itu sudah membuat si penanya mengerti, namun tak dikira-kira, ternyata teman saya itu masih juga melayangkan pertanyaan lain, “Cirebon iku Jawa Tengah yo mas? Endi ne pekalongan mas?”. Jancuk a, gumamku. “Iyo, jateng. Tonggone Pekalongan pas bro.”, jawabku mantap. Nilai geografi ne arek iki piro to? Masak harus menunggu saya jadi Bupati Majalengka untuk Majalengka bisa dikenal, eh. Yah, beginilah hasil dari sistem pendidikan di Indonesia, seperti yang dikatakan oleh Eistein, bahwa semua orang itu cerdas, namun adalah hal bodoh bila kau menyuruh ikan untuk memanjat pohon seperti monyet. Namun, disini saya tidak ingin bercerita pendidikan, saya sekarang sedang galau tentang kemacetan yang tiada tara.


Siapa yang tidak tahu, di Indonesia ini, khususnya pulau jawa, hampir setiap rumah memiliki kendaraan pribadi, mulai mobil, motor, bahkan sepeda pancal ataupun sepeda goes milik balita. Penduduk pulau jawa juga sangat padat. Menurut BPS, 54,7% (sekitar 141 juta jiwa) penduduk Indonesia berada di pulau jawa. Jadi, lebih dari setengah penduduk Indonesia ini menetap pulau jawa. Contoh kecil deh, berapa mahasiswa di Malang yang tidak menggondol sepeda motor dari rumahnya? jangan dulu lingkup Malang deh, kampus saya, UIN, berapa yang tidak bawa sepeda motor untuk pergi ke kampus? Parkiran kampus sekelas WCU (World Class University) saja sudah tidak muat, apalagi kampus UB yang kampusnya cuma akreditasi institusi B. Eh, kok malah ngomongin kampus. kembali ke parkir, eh macet.


Nah, trus bagaimana nih? menurut saya, kemacetan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kalo tidak boleh dibiarkan, berarti hal tersebut adalah masalah, kalo masalah itu harus diatasi, kalo perlu diatasi, berarti harus memikirkan SOLASI, eh SOLUSI. Bagaimana solasinya? Saya juga belum tau betul bagaimana solusinya, saya kurang pengalaman, gak ada sama sekali pengalaman kerja di Dishub ataupun yang lainnya. Tapi kata Gus Dur, bukankah untuk jadi presiden gak harus pengalaman jadi presiden dulu? Saya ingin mencoba meraba dan menerka solusi itu. Menurut saya, kunci untuk mengatasi kemacetan adalah dengan menekan kepemilikan kendaraan, memperketat realisasi regulasi lalu lintas, dan meningkatkan kualitas fasilitas dan transportasi umum.


Pertama, menekan jumlah kepemilikan kendaraan. Ya, kepemilikan kendaraan harus dibatasi. Lha, bagaimana volume kendaraan mau berkurang kalo mobil sekarang bisa sangat murah dengan sistem kredit yang memudahkan. Maka harus dimahalkan. Selain itu, kepemilikan kendaraan di Indonesia tidak dibatasi waktu. Harusnya, kepemilikan kendaraan dibatasi waktu. Misal setiap 5 tahun harus masuk rongsok dan di kilo, hahaha. Dengan begitu, orang akan enggan membeli kendaraan. Kalo bicara statistik, lagi-lagi, silahkan tanya mbah google. Kalo saya main logika sederhana aja. Kalo kata mbah Jiwo, IQ? IQ? IQ?


Kedua, memperketat realisasi regulasi. Nah, ini yang sulit, budaya suap, pungli, dll yang masih sangat akrab dengan sendi-sendi kehidupan kita. Kalo ini saya tak mau banyak bicara, ayo kita sadar bersama-sama, stop praktik pungli dan suap. Sudah cukup saat balita kita disuapi, masak sudah jadi PNS dan Polisi masih pengen disuapi. Kitanya juga nih, mau aja nyuapin yang bukan anak kita. Kalo masih seperti ini, yaaaa terserah, mau makan dimana, di warung sana juga boleh, di warung sini juga boleh, terserah kamu, asal jangan lalapan, bosen.


Ketiga, meningkatkan kualitas transportasi dan fadilitas umum. Ini yang menjadi konsekuensi yang harus benar-benar diupayakan guna mendukung opsi pertama dalam membatasi kepemilikan kendaraan. Sehingga, rakyat semakin aman dan nyaman menggunakan transportasi umum. Yah, mau gimana aman dan nyaman, kadangkala masih ada yang ribut tarif angkot antara supir dan penumpang. Adapula ORGANDA dan PPAD yang naikkan tarif ketika ada kenaikan BBM. Semakin tinggi lah jurang pemisah antara ongkos transportasi umum dan kendaraan pribadi. Ini sangat berpengaruh. Contohnya begini, saya kalo harus pulang dari malang ke jawa barat menggunakan mobil pribadi, bisa sampai menghabiskan 500 ribu, untuk bensin dan makan, belum lagi mesin mobil yang panas dan perlu servis serta lelahnya menyetir dengan perjalanan ratusan kilometer saking jauhnya. Saya lebih memilih naik kereta api, cukup uang 100-150 ribu, saya sudah bisa sampai rumah. Lah, berbeda dengan ANGKOT, jauh dekat 4 ribu, sedangkan untuk ke lokasi yang saya tuju harus naik angkot 3 kali, berarti butuh dana 12 ribu, PP 24 ribu. Berbeda dengan menggunakan sepeda motor pribadi, cukup 8 ribu/liter, PP masih sisa banyak. Maka harus dipikirkan kemudian formulasi dan konsepsi transportasi jarak dekat yang terjangkau oleh rakyat jelata, kopi lanang dan unyil coffee, dimana ongkos transportasi umum bisa lebih murah daripada menggunakan kendaraan pribadi. Kalaupun tidak bisa lebih murah, fasilitasnya ditingkatkan, sehingga lebih nyaman.


Yah, mau bagaimanapun, ini cuma tulisan dan harapan saya ke depan. Mengkonsep dan menulisnya memang mudah, tapi merealisasikannya tak semudah menulisnya, bukan? Butuh kerja ekstra, keterlibatan dan dukungan berbagai pihak untuk merealisasikannya. Oh iya, selaku pemuda (untuk yang masih muda2 lho), cobalah untuk mengendalikan budaya konsumtif kita, cobalah berfikir untuk mengarah ke pola pikir produktif. Kita semua pasti lelah, semua teknologi yang kita gunakan, gak ada yang MADE IN INDONESIA. Ayo bergerak bersama! Masa depan bangsa ini ditangan kita. Masih dengan semangat sumpah pemuda. Salam Pemuda! Salam Pergerakan! Selamat mengopi! Srupuuuut…


Kos-kosan cedek.e pondok putri

Sabtu, 29/10/2016

10.35 WIB

PROKLAMASI BUNG KARNO 2016

PROKLAMASI BUNG KARNO 2016

instagram @sabdaperubahan 
Saya terhenyak membaca puisi ini. Meski sudah berulang kali saya membaca, hati saya tetap berdebar, sementara otak ini terus berpikir, sebegitu hancurkah negeri ini? Puisi ini adalah buah karya seorang senior saya di suatu organisasi. Sejujurnya saya kagum dengan puisi ini. Begitu merepresentasikan kondisi negeri ini, dengan berbagai problem disudut sana dan sini.
Siang tadi, saya diberi kesempatan untuk memberikan materi dalam sebuah acara. Malamnya, saya membuat materi untuk acara tersebut, dan saya memasukkan puisi ini ke dalam slide presentasi saya, tepatnya untuk menutup presentasi saya. 
Di akhir acara, saya benar-benar membaca puisi tersebut. Saat itu adalah saat dimana saya membacakan sebuah puisi di depan umum sejak TK. Lalu apa hasilnya? Saya tidak tau apa yang dirasakan peserta forum tersebut, tapi yang pasti, badan saya bergetar! Hati saya bukan lagi tersentuh! Tapi benar-benar disentuh, bahkan serasa di tusuk lara yang hebat. Sungguh puisi yang luar biasa!
Sebelumnya mohon maaf kepada senior saya, karena tanpa izin, saya menggunakan puisi njenengan dalam presentasi saya. Tapi tenang saja, saya bukan plagiator, saya tetap cantumkan nama panjenengan. Meski tetap, saya masih terbilang TIDAK SOPAN, tidak izin dulu.
Nah, tapi saya malah tambah TIDAK SOPAN, sekarang saya ingin memposting puisi ini di blog saya. Dengan harapan, tamu-tamu blog ini bisa juga membacanya dan terilhami oleh isi puisi ini untuk melakukan sesuatu. Sopan atau tidak, saya yakin ini adalah sebuah langkah yang bermanfaat, jadi mungkin ketidaksopanan itu akan sedikit tertutupi. 🙂
Yah, ini lah puisi nya, Selamat membaca puisi reflektif dalam Sahabat Em Yasin Arief.
PROKLAMASI BUNG KARNO 2016
Oleh : Em Yasin Arief

Bung Karno bangkit dari kubur
Dia haus ingin minum
Ku suguhkan air mineral

Dia hanya bingung tak mau minum

Karena tanah airnya tinggal tanah
Sedang airnya milik Prancis sudah
Ku seduhkan segelas teh celup
Dia hanya termenung tak mau minum
Karena kebun tehnya tinggal kebun
Lahan tebunya tinggal lahan
Gulanya milik Malaysia
Tehnya Inggris yang punya
Lalu ku bukakan susu kaleng
Bung Karno hanya menggeleng
Kandang sapinya tinggal kandang
Sedang sapinya milik Selandia
Diperah Swiss dan Belanda

Bung Karno bangkit dari kubur
Dia lapar ingin sarapan
Ku hidangkan nasi putih
Dia tak mau makan hanya bersedih
Karena sawahnya tinggal sawah
Lumbung padinya tinggal lumbung
Padinya milik Vietnam
Berasnya milik Thailand
Ku sulutkan sebatang rokok
Dia menggeleng tak mau merokok
Tembakau memang miliknya
Cengkehnya dari kebunnya
Tapi pabriknya milik Amerika

Bung Karno bingung bertanya-tanya
Sabun pasta gigi, kenapa Inggris yang punya
Toko-toko milik Prancis dan Malaysia
Alat komunikasi punya Qatar dan Singapura
Mesin dan perabotan rumah tangga
Kenapa dikuasai Jepang, Korea dan China
Bung Karno tersungkur ketanah
Hatinya sakit teriris-iris
Setelah tau emasnya dikeruk habis
Setelah tau minyaknya dirampok iblis
Bung karno menangis darah
ndonesia kembali terjajah
Indonesia telah melupakan sejarah

Bung Karno membaca Proklamasi
Kami bangsa Indonesia,
Dengan ini menyatakan

Ketidak-merdekaan Indonesia. 

Hal-hal mengenai penindasan
Dan kekuasaan asing,
Telah terlaksana sudah lama,
Dengan cara seksama,
Dan dalam tempo
yang tak dapat dikira-kira.

Tujuh Belas Agustus,
Dua Ribu Enam Belas.


– Malang, 07 Agustus 2016

Saat Bertemu Ridwan Kamil, Sang Mayor Bandung

Saat Bertemu Ridwan Kamil, Sang Mayor Bandung

Oleh : Fawwaz M. Fauzi
Bandung hari itu, penulis bersama sahabat memang sengaja mengunjungi Kota Bandung, katanya mereka ingin jalan-jalan ke Bandung, menikmati keindahan Bandung. “Okelah, saya antar kesana,” berhubung penulis memang asli dari Jawa Barat, Majalengka tepatnya. Tapi sahabat-sahabat Jawa Timur penulis, rata-rata menganggap penulis berasal dari Bandung, meskipun penulis sudah berulang kali jelaskan, bahwa dari rumah penulis menuju Bandung itu perlu waktu sekitar 3-4 jam, dan Jawa Barat bukan hanya Bandung, tapi tetap saja dengan pandangan globalnya, kalo penulis tetap di klaim sebagai orang Bandung, haduh.
 Ya, siang tadi kami baru saja sampai rumah penulis di Majalengka (salah satu kabupaten di Jawa Barat), perjalanan dari Malang ke Cirebon agaknya membuat rasa lelah menghampiri. Kami beristirahar sejenak, melepas lelah. Hingga sore hari, barulah kami memutuskan untuk berangkat ke Kota Bandung, kota yang sangat ingin di kunjungi sahabat-sahabat saya. Oke-oke. Dengan meminjam mobil milik ayahanda penulis, kami berangkat ke Bandung. Disana, kami menikmati keindahan kota Bandung, kota yang terkenal dengan lagunya “Halo-halo Bandung” dan makin terkenal karena Walikota keren, Pak Ridwal Kamil (Kang Emil), yang mampu menyulap Bandung menjadi lebih populer dengan capaian-capaian yang sering terlihat di postingan fanspage beliau, begitu kata sahabat-sahabat penulis.
Esok harinya, kami bertolak dari Bandung menuju ke rumah penulis. Di tengah perjalanan, kami berhenti di ATM Center yang berdampingan dengan sebuah minimarket. Akhirnya, penulis memarkir kendaraan di pinggir jalan. Dalam prosesnya, memarkirnya sangat sulit, namun penulis dibantu oleh seseorang yang memandu parkir sehingga terasa lebih mudah. Ketika penulis keluar dari kendaraan, sontak penulis kaget, karena ternyata yang membantu penulis dalam memarkir mobil adalah Kang Emil, Sang Walikota Bandung. Ha? Masa si?
“Kang Emil ya?”, tanya penulis.
“Iya kang, saya Ridwan Kamil, Walikota kota ini.”, jawab beliau dengan santun.
Wah, penulis masih terheran-heran dengan kondisi ini. Pun demikian sahabat-sahabat penulis. Bisa-bisanya ketemu Kang Emil di depan ATM Center, bantuin parkir mobil pula. Tak habis fikir. Akhirnya kami pun berkenalan dan bersalaman satu per satu. Penulis yang sudah sedikit mencoba merasa terbiasa menghadapi orang-orang besar dalam berdialog, dengan santai tapi deg-degan, penulis bertanya kepada Sang Walikota. “Setelah ini mau kemana pak?”
“Oh iya, saya ini mau pulang, kang. Selesai dari kantor. Tapi masih hoream. Istri saya masih ada urusan euy. Kalo di rumah gak ada istri teh kumaha kitu.”, tanggapnya.
“Wah, ikut kami saja dulu pak?”, celoteh sahabat dari penulis.
“Boleh, hayu atuh.”
Ha? Ko iso gelem? Gening daekeun?Kenapa dengan mudahnya beliau mengiyakan ajakan kami? Lagi-lagi suatu pertanyaan yang sulit terjawab. Ya sudahlah, akhirnya kami persilahkan beliau untuk masuk ke mobil. Daripada berpikir mengenai jawaban yang sulit ditemukan, penulis lebih berpikir pada konsep ada untungnya ketemu pak walkot Bandung, minimal bisa selfie sama beliau nantinya, hahaha.
Diperjalanan, kami berbincang banyak terkait pengembangan kota Bandung, baik dari sisi ekonomi kreatif, arsitektur, budaya dan teknologi. Kebetulan penulis dan sahabat-sahabat berkuliah di jurusan-jurusan sains, adapula yang teknik. Sehingga, obrolan dengan beliau pun, sedikit banyak nyambung ketika berbicara ke arah pengembangan sains dan teknologi, meski secara disiplin ilmu arsitektur yang merupakan background keilmuan beliau, penulis sama sekali tidak paham. Kami berbincang terkait bagaimana seharusnya kita selaku bangsa Indonesia ini bisa maju, memajukan Indonesia. Beliau menuturkan beberapa point-point yang penting dalam membangun bangsa. Penulis juga menuturkan gagasan-gagasan penulis dalam kaitannya membangun negeri ini, serta sedikit banyak memuji langkah beliau dalam proses berpolitiknya. Beliau telah membuktikan bahwa orang yang memiliki background non-social studies mampu memimpin sebuah kota dengan sangat baik. Terbukti dengan berbagai prestasi yang telah di raih. Sehingga, hal ini membuat penulis dan sahabat-sahabat termotivasi bahwa untuk memimpin negeri ini, tidak harus kita bersekolah di jurusan-jurusan yang berbau sosial. Kita yang ber background sains pun bisa. Bahkan dengan sangat baik, fakta memperlihatkan bahwa walikota seperti Kang Emil di Bandung dan Bu Risma di Surabaya yang keduanya berbackground Teknik mampu memimpin negeri ini dengan baik.
Keasyikan mengobrol membuat penulis lupa untuk bertanya dan memberi penjelasan kepada Kang Emil terkait tujuan kami selanjutnya adalah pulang ke rumah di Majalengka dan pada saat itu, kami sudah sampai di perbatasan Bandung-Sumedang. Lagi-lagi kami dikagetkan dengan jawaban beliau, “Oh, santai we lah. Saya ikut dulu ke Majalengka. Ntar pulangnya dianterkeunku kang Fawwaz nya?”. Wah, perjalanan akan tambah seru ini bersama kang Emil. Saya mengangguk dengan matang diiringi dengan teriakan “SIAP KANG!!!”, menandakan bahwa penulis siap mengantar beliau kembali ke Bandung lagi nantinya. Tak apa penulis sedikit lelah, kapan lagi penulis dapat bertemu beliau seperti sekarang ini. Mau diajak ke rumah penulis pula. Mantep iki, Joss Tenan, ujar sahabat-sahabatku.
Kami melanjutkan perbincangan-perbincangan intelektual kami dengan beliau. Beliau menuturkan, bahwa pemimpin itu tidak ditentukan dari apa background study nya, pemimpin pasti dilihat dari apa visi misinya, apa programnya, apa langkahnya dan apa solusinya. Sehingga siapapun bisa jadi pemimpin. Namun memang menjadi lebih baik ketika pemimpin tersebut berlatarbelakang keilmuan sains dan teknik. Karena sejarah menuturkan bahwa perkembangan zaman hingga hari ini dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi secara signifikan. Ketika sepeti itu, secara praktis dapat diartikan bahwa kunci perubahan zaman itu terletak pada para saintis dan teknokrat. Kami manggut-manggut atas pernyataan tersebut. Beliau melanjutkan, bahwa itulah pentingnya seorang saintis dan teknokrat. Ketika memang pemimpinnya buat salahsatu dari kedua background keilmuan tersebut, minimal pemimpin itu memiliki visi-visi yang berkonsentrasi dan peduli kepada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) Indonesia ini. Ketika tidak seperti itu, lebih baik, para saintis dan teknokrat saja yang menjadi pemimpinnya.
Penulis kagum dengan gagasan-gagasan beliau, ternyata, sesuatu yang penulis yakini adalah sebuah keyakinan Kang Emil pula. Terkhusus gagasan kepemimpinan IPTEK. Lebih lanjut, kami bercerita, bahwa kami adalah mahasiswa di UIN Maliki Malang, kami juga berkuliah di jurusan-jurusan MIPA dan Teknik, kami juga aktif di organisasi intra maupun ekstra kampus, beliau mengacungi jempol terkait hal tersebut. Beliau bercerita bahwa dulu, beliau juga sangat aktif di organisasi-organisasi kemahasiswaan, sehingga pengalaman kepemimpinan ketika mahasiswa mampu menjadi pelajaran penting dalam praktik kepemimpinan di dunia nyata. “Memimpin pun perlu pembiasaan, dan mumpung dulu saya masih mahasiswa, saya membiasakan memimpin pada saat itu.”, begitu katanya. Beliau akhirnya bercerita tentang gagasan kepemimpinan transformatif yang isinya tak jauh berbeda dari apa yang pernah beliau sampaikan ketika seminar mahasiswa baru di ITB yang pernah penulis saksikan melalui channel youtube, yakni kepemimpinan transformatif itu harus memiliki sekurang-kurangnya 5 nilai, diantaranya inovatif, berani ambil resiko dengan kalkulatif, problem solver, Strong Will (melakukan apa yang dikonsepkan), dan visioner. Sehingga, dalam proses kepemimpinannya bisa menghasilkan produk-produk kebijakan yang maslahat dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Selanjutnya, kami menuturkan bahwa kami pernah mengundang Mas Ricky Elson dalam acara

OSPEK Fakultas untuk memotivasi adik-adik kami. Kami bercerita kepada beliau bahwa Mas Ricky adalah orang yang luar biasa. Keyakinannya, motivasinya, kekuatannya sangat menginspirasi bagi kami selaku generasi muda bangsa ini. Kang Emil manggut-manggut mendengar cerita kami. Penulis mengusulkan, mungkin kang Emil adalah salah satu pejabat yang bisa menggandeng mas Ricky dalam suatu proyek pembangunan teknologi di Bandung. penulis mengharapkan itu. Karena penulis paham betul, hingga saat ini, tidak ada lirikan sedikitpun dari pemerintah untuk memberdayakan anak bangsa yang prestatif seperti mas Ricky. Kecuali mungkin, mas Ricky mau untuk terjun di dunia politik seperti kang Emil. Mungkin akan sama hebatnya dengan kang Emil. Selain itu, kami pun bertanya akan kesediaannya untuk mengunjungi kampus kami, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, “Wah, kalo itu nanti di agendakeun we, gampang lah, nu penting saya lagi gak ada urusan yang penting pemerintahan.”, jawabnya. Wajah kami sumringah mendengarnya. Mudah-mudahan dengan segera beliau bisa bertandang ke kampus kami di Malang sana.

Tak terasa, kami bersama kang Emil sudah sampai di gang masuk rumah penulis. Perbincangan yang menarik membuat perjalanan ini terasa singkat. Sesampainya di rumah, penulis disambut orang tua penulis dan beberapa kerabat dekat. Penulis mempersilahkan kang Emil untuk turun dari mobil, orang tua dan kerabat penulis sangat terkejut melihatnya, kang Emil sang walikota Bandung itu mengunjungi rumah penulis. Semua masih terheran-heran, namun tidak lupa untuk tetap menjamu beliau. Beliau makan dengan ditemani kami dan paman dari penulis yang sebetulnya tinggal di Bandung. Namun, paman penulis memang sedang berlibur ke rumah penulis ceritanya. Obrolan kami disitu lebih kepada guyonan-guyonan pikaseurieun. Sehingga tak terasa, rasa lelah kami hilang dengan sendirinya. Hingga pada suatu waktu, kang Emil mendapati handphonenya berdering. Beliau sedikit menjauh dari kerumunan kami dan mengobrol dengan santai. Itu istrinya, tebak penulis. Benar saja, setelah menelepon, beliau mengajak penulis untuk mengantarkan beliau pulang ke Bandung. Orang tua penulis menawari untuk bermalam, namun kang Emil menolaknya secara halus, beliau harus bekerja untuk Bandung lagi esok hari. Sahabat dari penulis kemudian mengusulkan untuk berfoto bersama terlebih dahulu. Wah, betul juga, gumam penulis. Kami berfoto bersama, kemudian sahabat-sahabat bergantian meminta waktu untuk selfie bersama beliau. Penulis pun tak mau ketinggalan, Cekrek cekrek cekrek.
Mobil sudah penulis hidupkan kembali, kang Emil sudah mulai pamitan kepada orang-orang di rumah penulis. Tiba-tiba handphone penulis berdering, lagu “Pusing Pala Barbie” pun berdendang dengan kencang. “Ko nada deringnya ganti ya? Lagu ini kan untuk alarm”. Gumam penulis. Penulis mencoba mengabaikan perasaan itu dan mencoba untuk mengangkan teleponnya. Namun, teleponnya tak bisa di angkat, penulis tekan tombolnya berkali-kali, tetap saja tidak bisa. Tiba-tiba saja, penulis berpikir, apa ini memang alarm? Atau ini mimpi? Penulis mencoba melihat sekeliling, tidak ada siapa-siapa. Kagetlah penulis dan akhirnya terbangun dari tidur yang panjang. Ternyata handphone penulis memang berdering dan memang alarm lah yang berbunyi. Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi. Penulis duduk dengan perasaan yang bertanya-tanya, ternyata tadi hanya sebuah mimpi, sayang sekali. Gara-gara sebelum tidur, penulis sempat menonton video kang Emil ketika mengisi seminar, jadi kebawa mimpi. Yah, meskipun hanya mimpi, ini adalah sebuah mimpi yang berkualitas, mimpi yang menginspirasi, mimpi yang mentransformasi dan mimpi yang sangat luar biasa. Memang mimpi tak seburuk realita, namun terkadang, mimpi bisa lebih buruk dari realita. Semoga semua yang terwacanakan dalam mimpi mampu terealisasi di dunia nyata. Punten ke kang Emil yang sudah penulis tarik ke dalam mimpi penulis. 😀    Salam Transformasi! 

“Dimanapun kita berada, jadilah bagian dari solusi”

Kamus Sunda :

hoream : malas
kumaha kitu : gimana gitu
Hayu atuh : Ayo kalo gitu
Gening daekeun : kok mau?
dianterkeun : diantarkan
diagendakeun : diagendakan
pikaseurieun : membuat tawa

Menyongsong Satu Abad Indonesia : Berdikari sebagai Solusi

Menyongsong Satu Abad Indonesia : Berdikari sebagai Solusi

Oleh : Fawwaz Muhammad Fauzi *)

sumber : aipi.or.id

70 tahun lebih Indonesia telah merdeka. Indonesia sebagai bangsa yang bhinnekatelah membuktikan, bahwa hingga saat ini, Indonesia mampu mempertahankan ke-bhinneka-an dengan semangat nasionalisme dan persatuan. Isu-isu perpecahan yang berbau SARA belum mampu untuk kemudian menggoyahkan persatuan bangsa Indonesia hingga hari ini dan mampu diselesaikan melalui dialog-dialog semangat keberagaman. Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Selatan (RMS), dan Operasi Papua Merdeka (OPM) mampu terselesaikan. Meski penulis yakin, sampai hari ini, masih ada elemen-elemen yang meneriakkan semangat organisasi yang memecah belah persatuan, baik dari organ-organ kesukuan dan organ-organ yang mengatasnamakan agama macam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang bermaksud mendirikan kekhalifahan Islam. Adalah menjadi PR kita bersama untuk memberantas organ-organ yang anti-pancasila dan memecah belah persatuan. Hal tersebut harus tetap kita upayakan melalui kebijakan-kebijakan yang strategis dan visioner. Namun, alangkah baiknya perhatian kita harus pula tertuju kepada bagaimana mengembangkan bangsa ini ke depan? Bagaimana agar Indonesia diperhitungkan di kancah Internasional? Sehingga, langkah kita tidak hanya berhenti pada bagaimana kita menjaga persatuan dan mengatasi perpecahan. Namun, beriringan pula dengan upaya-upaya kolektif menuju Indonesia yang berdikari. Tentu dari berbagai aspek yang dikehendaki.

Secuil pelajaran dari raksasa-raksasa Asia
Siapa yang tidak pernah mendengar kejayaan yang pernah dicapai Kerajaan Majapahit, dengan Mahapatih Gajahmada yang terkenal itu. Pada zamannya, Majapahit adalah salahsatu dari 3 kerajaan terbesar dunia selain Turki Utsmani dan Mongolia. Para pendahulu kita adalah bangsa yang besar dan berpengaruh dalam percaturan internasional saat itu. Dari apa yang kemudian penulis pahami dalam dinamika kekuasaan dan pemerintahan, kejayaan suatu pemerintahan dan kerajaan adalah dipengaruhi oleh kebijakan. Kebijakan adalah faktor utama yang dapat menentukan kemana arah sebuah negara berjalan. Ketika kebijakannya tepat, sebuah negara dipastikan akan mencapai puncak kejayaan. Begitupun sebaliknya, ketika kebijakannya salah kaprah, tentu negara tersebut akan menemui jurang kehancuran dan keterpurukan.
Berbicara mengenai kebijakan yang tepat dan efektif, penulis mencoba belajar atas apa yang telah dilakukan oleh Jepang. Pada abad 16, Jepang mengusir semua kaitan perdagangan dengan negara lain. Para misionaris dan pedagang asal Eropa, terutama Portugis, diusir keluar. Alasannya sederhana, supaya tidak membuat keadaan politik menjadi rumit. Shogun Ieyasu Tokugawa hendak menyatukan seluruh Jepang di bawah kekuasaannya, guna menciptakan kestabilan politik. Di bawah tangannya, Jepang menjalani masa damai lebih dari 200 tahun. Identitas dan budaya Jepang tetap lestari, bahkan semakin mengakar dan berkembang. Identitas dan budaya inilah yang nantinya menjadi dasar bagi Jepang untuk mengembangkan diri, sehingga menjadi salah satu negara maju dunia sekarang ini. Pengusiran bangsa asing dipandang perlu untuk melestarikan dan mengembangkan identitas budaya serta politik.
Apa yang dilakukan jepang adalah melakukan politik menutup diri. Politik “Menutup Diri” disini adalah kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang mampu dan berani mengembangkan secara penuh pembangunan mental dan material bangsa secara mandiri tanpa campur tangan asing. Jika kita menelisik lebih dalam, pola seperti ini juga ditemukan di beberapa negara di asia, seperti China, India, dan Korea Selatan.
Cina, negara dengan ukuran ekonomi terbesar kedua di dunia sekarang ini, adalah contoh selanjutnya dari apa yang disebut dengan politik menutup diri. Di bawah pemerintahan Partai Komunis Cina, mereka menutup semua campur tangan asing. Industri lokal didukung dan dikembangkan. Ketika ekonomi dan industri lokal sudah kokoh, dalam arti sudah memiliki modal sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi yang memadai, barulah Partai Komunis Cina membuka peluang untuk investasi asing.
Pun dengan apa yang telah dilakukan China, Korea Selatan yang hari ini terkenal karena SAMSUNG nya, menerapkan kebijakan politik menutup diri. Pada 1950-an, Korea mengalami perang. Sampai sekarang, dua negara tersebut, yakni Korea Utara dan Korea Selatan, masih terus dalam keadaan tegang. Pada awal pembangunannya, AS kerap campur tangan dalam kebijakan ekonomi maupun politik Korea Selatan. Mereka dinilai tidak mampu menghasilkan industri berat dan canggih. Namun, para pimpinan Korea Selatan menolak campur tangan AS dalam soal ini. Mereka lalu memutuskan untuk mengembangkan industri kapal, dan industri mesin-mesin lainnya. Perusahaan-perusahaan local mendapat dukungan penuh dari negara. Mereka berkembang amat pesat, dan kini menjadi salah satu perusahaan elektronik maupun otomotif terbesar di dunia. Korea Selatan menutup “telinga” dari nasihat-nasihat asing yang tak selalu memiliki niat baik.
Dari secuil pelajaran tersebut, seharusnya pemerintah kita mampu dan berani untuk kemudian mengambil kebijakan strategis terkait pengembangan potensi Indonesia, yakni dengan memperhatikan kemandirian negara yang pada kenyataannya, kemandirian adalah pondasi awal yang harus dimiliki sebuah negara sebelum membuka diri untuk berkompetisi di ranah global. Political will dari pemerintahan sangat diharapkan dalam mewujudkan cita-cita ini. Sejatinya, Soekarno, Sang Bapak Proklamator adalah salahsatu penggagas kemandirian negara dengan jargon BERDIKARI alias Berdiri di Kaki sendiri. Fidel Castro, sang Proklamator Kuba pun banyak belajar dari beliau, sehingga Kuba menjadi negara dengan pelayanan kesehatan nomor 1 di dunia. Namun, semua gagasan kemandirian berakhir ketika Soekarno lengser dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Soeharto yang langsung membuka investasi asing ke Indonesia dengan kebijakan yang diambilnya. Dan hingga saat ini, perusahaan multi-nasional macam Freeport dan Newmont dengan nikmatnya terus menguras kekayaan sumber daya alam Indonesia.
Revolusi Mental sebagai Pondasi Awal
Dalam proses Indonesia membuat kebijakan politik menutup diri. Langkah awal yang menurut penulis perlu dilakukan adalah dengan melakukan revolusi mental. Istilah revolusi mental mulai populer di Indonesia pada saat kampanye pemilu Pilpres 2014 melalui pasangan capres-cawapres Jokowi-JK, meski sebetulnya istilah revolusi mental bukanlah hal yang baru dalam istilah sosiologi. Namun, inti dari Revolusi Mental ala Jokowi bukanlah seperti apa yang diungkapkan oleh Karl Marx yang akhirnya cenderung sekuler dan mengarah ke atheisme ketika dipahami secara tekstualis. Namun lebih kepada merevolusi mental bangsa Indonesia yang hari ini mulai tergeser identitas mentalnya dengan budaya-budaya indisipliner, korupsi, nepotisme, konsumerisme, materialisme, dan lain-lain dengan budaya-budaya asli Indonesia yang santun, ramah, mandiri, objektif dan jujur. Sehingga kemudian diharapkan bangsa Indonesia menjadi bangga dan percaya diri atas identitas keindonesiaannya.
Ada anekdot lucu yang pernah penulis dengar dari bibi penulis, bahwa pada saat beliau berada di Jepang, teman dari beliau kehilangan dompet dan melapor ke kepolisian setempat. Jawaban polisi setempat sangat mengagetkan penulis. Praduga yang diutarakan polisi tersebut menyatakan bahwa apabila dompet tersebut ditemukan oleh warga Jepang, pasti akan dikembalikan dalam waktu 1-2 hari. Namun, apabila dompet tersebut ditemukan oleh warga Indonesia atau india, jangan berharap dompetnya kembali. Dari kisah tersebut, jelas bahwa bangsa lain sangat memandang rendah moral bangsa kita. Sehingga, merevolusi mental bangsa ini adalah pondasi yang sangat penting dalam membangun identitas bangsa.
Revolusi mental disini memang masih terlalu umum, sehingga perlu kemudian diturunkan menjadi program-program nyata yang dapat dirasakan oleh kita. Hingga saat ini, penulis melihat belum ada langkah konkrit yang dilakukan pemerintah dalam merealisasikan revolusi mental melalui sebuah program strategis. Menurut penulis, revolusi mental ini bisa diawali melalui dunia pendidikan. Dengan menanamkan semangat nasionalisme pada generasi penerus, bukan hal yang sulit untuk kemudian diikuti dengan kebijakan strategis lain yang dapat memajukan bangsa ini, seperti dalam segi pengembangan ilmu pengetahuan dan perekonomian yang memang hari ini diyakini sebagai faktor yang dapat dijadikan acuan sebuah negara dikatakan sebagai negara yang maju dan sejahtera.
  
Pengembangan Potensi Biodiversitas sebagai Poros Kemandirian Bangsa
Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Fakta tersebut menunjukkan tingginya keanekaragaman sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia. Tingginya tingkat biodiversitas Indonesia ditunjukkan dengan adanya 10% dari tanaman berbunga yang dikenal di dunia dapat ditemukan di Indonesia, 12% dari mamalia, 16% dari hewan reptil, 17% dari burung, 18% dari jenis terumbu karang, dan 25% dari hewan laut. Di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas kekayaan tanaman perkebunannya, seperti biji coklat, karet, kelapa sawit, cengkeh, dan bahkan kayu yang banyak diantaranya menempati urutan atas dari segi produksinya di dunia.  Sumber daya alam di Indonesia tidak terbatas pada kekayaan hayatinya saja. Berbagai daerah di Indonesia juga dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang, seperti petroleum, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, timah, batu bara, emas, dan perak. Di samping itu, Indonesia juga memiliki tanah yang subur dan baik digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Wilayah perairan yang mencapai 7,9 juta km2 juga menyediakan potensi alam yang sangat besar (Wikipedia).
Fakta-fakta diatas menunjukkan bahwa kekayaan alam Indonesia sangatlah melimpah. Apabila kita berkaca kepada sejarah, bahwa kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti Tarumanegara, Sriwijaya, Majapahit, Singasari, Demak mengandalkan potensi-potensi tersebut sebagai pondasi perekonomiannya dalam bentuk mentahan. Dari sini, penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa sumber daya alam Indonesia merupakan suatu modal yang dapat menjadi kekuatan besar apabila kita dapat mengelolanya dengan baik. Problem yang ada hingga hari ini adalah terkait bagaimana seharusnya pengelolaan yang baik atas sumber daya alam kita. Yang penulis ketahui hingga hari ini, Pemerintah Indonesia sejak Soeharto berkuasa belum mampu dan berani untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri sehingga pengelolaannya dikuasakan kepada perusahaan-perusahaan multinasional. Dalam prakteknya, perusahaan multinasional ini nyatanya malah memonopoli kekayaan alam kita dengan cara bermain mata dengan para penguasa negeri ini. Penulis kira, realita ini sudah menjadi sesuatu yang menjadi tidak aneh dalam telinga kita. Pun dengan kebijakan pemerintah kita yang telah memperpanjang kontrak Freeport yang berbarengan dengan tragedi Bom Sarinah yang kontroversial itu.
 Sudah saatnya kita sebagai bangsa Indonesia berani untuk mengambil langkah nyata untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri. Pengelolaan disini berarti sangat luas, yakni bagaimana untuk mengembangkan riset dan penelitian dari sisi ilmu sains dan bagaimana mengembangkan riset dalam proyeksi ekonomi yang mengarah pada industrialisasi produk-produk kreatif yang dihasilkan. Langkah-langkah yang kolektif, terstruktur, sistematif dan masif harus dilakukan dalam upaya ini, yakni melakukan pengembangan ilmu pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan pengelolaan sumber daya alam. Kita dapat meniru india yang melirik dunia telekomunikasi sebagai sektor yang ingin diupayakan untuk mereka kuasai. Pada rentang tahun 1980-1990, Pemerintah India banyak mengirimkan warganya ke AS untuk belajar mengenai ilmu-ilmu teknologi informasi. Akibat dari kebijakan tersebut, di lembah silikon Amerika Serikat yang terbentang dari San Francisco hingga San Yose itu dari sekitar 150.000 pekerja asing yang bekerja disana sebannyak 60.000 di antaranya adalah pakar software dari India. Sumber daya manusia India ini tentunya memiliki andil bagi berkembangnya industri teknologi informasi Amerika Serikat pada kurun waktu dua dasawarsa terakhir ini. Berkembangnya kekuatan India di negeri Paman Sam tersebut dilirik Narasimha Rao yang menjadi perdana menteri India pada saat itu dan menarik semua ilmuwan yang bekerja di negeri Amerika Serika untuk kembali memajukan India.
Pemerintah Indonesia dapat kemudian menerapkan kebijakan serupa untuk kemudian mengirimkan pelajar-pelajar Indonesia ke luar negeri untuk mengembangkan keilmuannya di bidang ilmu pengetahuan tentang eksplorasi sumber daya alam. Selain itu, untuk juga mengembangkan potensi SDM dalam negeri, universitas-universitas dengan studi-studi tertentu yang ada di Indonesia harus kemudian diarahkan kepada pengembangan ilmu pengetahuan pengelolaan sumber daya alam. Dapat pula dengan mendirikan beberapa instansi riset yang lokasinya berdekatan dengan objek riset, seperti sekolah riset tambang di area dekat pertambangan, sekolah riset kelautan di area dekat pesisir pantai, sekolah riset botani di area dekan perhutanan, dan lain sebagainya. 

Dalam menyongsong Satu Abad Indonesia Merdeka, kiranya itulah yang kemudian menurut penulis menjadi titik-titik penting menuju Indonesia yang BERDIKARI. Namun kemudian, untuk menjadikan Indonesia mampu bersaing di dunia internasional, adalah kembali kepada kebijakan yang diambil pemerintahan. Karena lagi-lagi, harus ada political will dari pemerintah untuk kemudian merealisasikan cita-cita ini. Ketika pemerintah hari ini tidak mampu untuk mengamini gagasan ini, mari kita pressure pemerintahan kita dengan gerakan-gerakan yang transformatif, kolektif dan visioner. Dengan begitu, penulis yakin, pemerintahan kita tidak mungkin untuk tidak mendukung dan berpartisipasi melalui kebijakan yang proaktif. Wallahua’lam.


*) Esai ini dibuat sebagai syarat mengikuti Pelatihan Kader Lanjut (PKL) XIX PMII Cabang Kota Malang.
Perspektif Al-Qur’an : Optimalisasi Sumber Daya Alam Laut sebagai Potensi Strategis menuju Indonesia Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghafur

Perspektif Al-Qur’an : Optimalisasi Sumber Daya Alam Laut sebagai Potensi Strategis menuju Indonesia Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghafur


Oleh : Fawwaz Muhammad Fauzi
۞ٱللَّهُ Ù±Ù„Ù‘ÙŽŰ°ÙÙŠ ŰłÙŽŰźÙ‘ÙŽŰ±ÙŽ لَكُمُ Ù±Ù„ÛĄŰšÙŽŰ­ÛĄŰ±ÙŽ لِŰȘÙŽŰŹÛĄŰ±ÙÙŠÙŽ Ù±Ù„ÛĄÙÙÙ„ÛĄÙƒÙ فِيهِ ŰšÙŰŁÙŽÙ…ÛĄŰ±ÙÙ‡ÙÛŠ وَلِŰȘÙŽŰšÛĄŰȘَŰșÙÙˆŰ§Ù’ مِن ÙÙŽŰ¶ÛĄÙ„ÙÙ‡ÙÛŠ وَلَŰčÙŽÙ„Ù‘ÙŽÙƒÙÙ…ÛĄ ŰȘÙŽŰŽÛĄÙƒÙŰ±ÙÙˆÙ†ÙŽ ÙĄÙą
“Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al Jatsiyah : 12)
Indahnya Ciptaan-Mu | Laut Indonesia
Dari 6236 ayat dalam Al-Qur’an, ada 32 ayat yang menyebutkan tentang lautan. Sedangkan ayat yang menjelaskan tentang daratan atau al-ardl hanya 13 ayat Saja. Jika dijumlahkan, keduanya menjadi 45 ayat. Angka 32 itu sama dengan 71,11 persen dari 45. Sedang 13 itu identik dengan 28,22 persen dari 45. Berdasar ilmu hitungan sains, ternyata memang 71,11 persen bumi ini berupa lautan dan 28,88 persen berupa daratan.Dari fakta tersebut, pasti terdapat suatu hal yang menjadikan laut sebagai makhluk Allah yang istimewa.
Terdapat pula ayat Al-Qur’an yang menerangkan adanya perhiasan yang terkandung di laut, seperti mutiara yang ditemukan oleh manusia pada jenis tiram mutiara, sekitar abad 18, atau sekitar 1400 tahun setelah Al-Quran diturunkan. Dengan demikian isi kandungan Al-Quran, telah diterima kebenarannya oleh sains modern.
Para ahli geologi pada dasarnya sulit membayangkan jika 1.400 tahun lalu, dimana alat/teknologi masih terbatas, ada informasi yang memberikan ilustrasi yang begitu lengkap, jika bukan dari kekuatan supra natural yang maha mengetahui yaitu Allah SWT.

Menumbuh-kembangkan kesadaran akan pentingnya laut, bagi bangsa yang mendapat julukan negara kepulauan dan negara maritim, merupakan sesuatu yang mendesak. Mengingat masih ada anggapan keliru di kalangan masyarakat tentang lautan, diantaranya laut masih dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah akhir, bahkan ada juga yang masih mempercayai mahluk gaib sebagai penguasa dilaut. Berbekal beberapa potong ayat dalam Alquran yang membicarakan tentang laut dan lautan, maka kita dapat menemukan beberapa karunia Allah, yang sangat bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia.
Seperti halnya pada surat Al-Jatsiyah ayat 12 diatas, Ayat tersebut secara gamblang menjelaskan bahwa Allah SWT menundukkan/menciptakan lautan agar manusia mencari anugrah atas apa yang terdapat di lautan. Secara tersirat, ayat tersebut memberikan motivasi kepada kita untuk terus mengkaji terkait potensi apa yang terkandung dalam lautan sehingga potensi laut dapat digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan umat manusia.
Fakta Sains Indonesia sebagai negara Maritim
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000. Jumlah yang besar ini mengindikasikan pula kekayaan biodiversity yang dipunyai Indonesia. Dalam buku yang dikeluarkan Conservation International : â€œMegadiversity : Earth’s Biologically Wealthiest Nations” (1998) disebutkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua dalam hal keanekaragaman hayati. Namun eksplioitasi berlebihan pada sumberdaya hayati sekarang ini menjadi isu kritis, dan menjadi masalah dari manajemen biodiversiti. Isu terakhir yang banyak menyita perhatian adalah kerusakan terumbu karang (coral reef), karena perannya yang sentral dalam ekosistem laut.
Dengan panjang pantai 81.000 km indonesia bisa dikatakan negara yang memiliki paling banyak ragam terumbu karang di kawasan Asia Pasifik. Dari hasil penelitian P3O-LIPI  sudah berhasil diidentifikasi 354 tipe dan 75 famili terumbu karang. Terumbu karang mempunyai peran penting. Dengan keberadaannya, pantai dan desa-desa yang terletak di dekat pantai terlindungi dari hantaman ombak. Terumbu karang juga merupakan komponen penting untuk bermacam-macam produk manufaktur, seperti farmasi, kesehatan dan industri pangan. Juga untuk turisme, variasi terumbu karang yang berwarna-warni dan dalam bentuk yang memikat merupakan atraksi tersendiri untuk orang-orang asing maupun turis domestik, sebagaimana misalnya di Maluku dan Sulawesi Utara. Adapun yang jarang diketahui orang adalah kemampuan terumbu karang dalam memproduksi oksigen sebagaimana hutan di daratan.
Adalah penelitian Jerry Allan dan Bridge yang keduanya ahli kelautan handal, bahwa pusat keanekaragaman hayati di Indonesia dinamakannya ‘parrol tri angle’ yang terletak antara wilayah maluku, banda, dan Sulawesi-NTB. Semakin jauh dari wilayah itu, kwalitas keanekaragaman hayati semakin rendah. Begitu juga dalam arus arlindo yang terjadinya percampuran air laut dari samudera pasifik membuat yang namanya â€˜nutrian and richment’ yakni pengkayaan unsur hara dari nitrogen, pospor dan lainnya selalu ada di laut kita. Secara teoritis hal ini akan menghasilkan kesinambungan kekayaan tersebut, seperti halnya keberadaan minyak di arab saudi yang terus mengalir.
Indonesia dikaruniai oleh Allah SWT dengan wilayah perairan yang sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km2 (termasuk ZEEI = 2,7 juta km2 ) atau 81 % luas keseluruhan wilayah Indonesia dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Direktorat Wilayah Laut dan PT Suficindo (Persero), 2000). 
Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia di duga sebesar 6,11 juta ton pertahun Sementara produksi tahunan ikan laut pada tahun 2000 mencapai 2,93 juta ton. Ini berarti tingkat pemanfaat-an sumber daya ikan laut Indonesia telah mencapai 47, 93 %. Apabila tingkat pemanfaatan maksimum dimungkinkan sampai dengan 90 % berarti masih tersedia peluang pengembangan sebesar 42,07 % dari potensi sumber daya atau sebesar 2,57 ton pertahun. Namun demikian peluang pengembangan ini tidak merata di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. (Boer, M et al., 2001). Selain sumberdaya perairan, Indonesia juga memiliki berbagai sumberdaya hayati lainnya yang sangat potensial seperti potensi ekologi dan ekonomi pulau-pulau kecil yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pulau yang ada di Indonesia sendiri berjumlah sekitar 17.508 pulau yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar di dunia. Kemudian potensi hutan bakau Indonesia yang merupakan ekosistem pesisir sebagai penyangga ekosistem pantai dari gempuran ombak dan gelombang laut serta pemasok unsur hara ke perairan laut diperkirakan sekitar 2,4 juta hektar.
            Dari fakta-fakta diatas, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa indonesia merupakan negara dengan potensi kelautan yang luar biasa. Eksplorasi secara positif dimungkinkan dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang makmur dan sejahtera. Sehingga, salahsatu program pemerintah saat ini yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara yang menjadi poros maritim dunia patut di dukung dengan sumbangsih dan kontribusi kita dalam membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia dengan segala kelebihannya.
Fakta Sosial dan Sejarah Indonesia sebagai Negara Maritim
            Berdasarkan fakta sejarah, disebutkan bahwa peradaban yang besar mayoritas berasal dari daerah yang notabene dekat dengan perairan, termasuk laut. Tak bisa kita lupakan bahwa kerajaan Hindu tertua di Indonesia terletak di daerah yang dekat perairan. Kerajaan Kutai yang didirikan oleh Raja Kudungga pada tahun 400 M tersebut terletak di tepi muara makaham, Kalimantan Timur. Selain itu, terdapat pula Kerajaan Majapahit yang dikenal dengan kekuatan Armada Laut terkuat di Dunia dibawah pimpinan Laksamana Mpu Nala pada masa kekuasaan Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajahmada sehingga mampu menguasai seluruh kepulauan Nusantara. Meskipun fakta sejarah ini masih diperdebatkan karena faktor referensinya yang masih kurang, namun setidaknya kita dapat menjadikan dongeng diatas sebagai motivasi tersendiri bagi kita bahwa sejatinya para pendahulu kita adalah orang-orang yang luar biasa dalam konteks menjadikan laut sebagai ciptaan Allah yang dapat digunakan sebagai modal untuk membawa kesejahteraan bagi umat manusia.
Lukisan Armada Laut Majapahit

            Sejenak kita kembali ke masa SMA dalam pelajaran Sejarah. Disebutkan bahwa masuknya Islam ke Indonesia salahsatunya adalah melalui sektor kelautan. Laut yang merupakan salahsatu media yang dapat digunakan untuk bertransaksi dan bermuamalah dimanfaatkan para ulama kita untuk sekaligus berdakwah menyebarkan agama islam. Sehingga selanjutnya, berdirilah beberapa kerajaan islam di Indonesia, seperti Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Demak Bintoro, Kerajaan Banten, Kerajaan Ternate-Tidore, Kerajaan Mataram Islam, dan lain-lain. Mayoritas dari Kerajaan-kerajaan Islam pun berpusat di daerah dekat perairan dan sumber penghasilan terbesar dari kerajaan-kerajaan tersebut berasal dari sektor perdagangan ekspor-impor melalui jalur laut.

Maka tak berlebihan ketika istilah Nenek Moyang Kita Seorang Pelaut disematkan kepada para pendahulu kita. Karena sejatinya, para pendahulu kita juga telah membaca akan potensi dari laut sebagai salahsatu sektor yang dapat dijadikan sektor andalan untuk mempertahankan kerajaannya. Sehingga sudah sepatutnya bagi kita selaku generasi selanjutnya untuk kemudian menjaga dan mengembangkan potensi laut dengan sebaik-baiknya dan menjadikannya sebagai sektor strategis bagi kemajuan Indonesia.

Upaya Realisasi Konsep Ilahi : Laut sebagai Anugerah bagi Rakyat Indonesia
            Statistik penduduk Islam sedunia menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia menduduki rangking teratas. Muslim Indonesia merupakan kumpulan orang Islam yang berhimpun di satu tempat terbanyak di jagad ini. Secara kuantitas, muslim Indonesia mencapai jumlah hingga lebih dari 190 juta manusia yang merupakan 87 % dari seluruh penduduk kepulauan terluas di muka bumi. Uniknya, tempat bermukimnya umat Islam terbanyak berhimpun itu adalah kepulauan terluas di muka bumi ini. Masya Allah. Tradisi kemaritiman bangsa Indonesia pun juga telah mendarah daging dan berumur panjang. Hal ini dibuktikan dengan beberapa catatan sejarah, artefak, peninggalan sejarah serta bahasa dan jejak kebudayaan bangsa Nusantara yang menyebar dari Madagascar di Lautan Hindia hingga ke Hawaii dan Marquesas di lautan Pasifik.
Yang menjadi teka-teki, mengapa umat yang begitu banyak, dan penduduk suatu negeri kepulauan yang telah mengenal Islam selama lebih dari 13 abad, masih juga belum memperoleh manfaat dari petunjuk yang diberikan secara berlimpah-limpah di dalam kitab suci pegangannya, Al Qur’an? Terutama tentang menuai karunia Allah dari lautan. Apakah ada pesan Al Qur’an yang belum sampai? Atau apakah ada proses penafsiran yang kurang tepat sehingga, para penganut Islam di negeri kepulauan ini gagal menangkap pesan-pesan yang amat sangat berharga bagi mengangkat harkat, memakmurkan diri mereka, menyelamatkan hidup di dunia, sebagaimana juga menjamin kehidupan yang penuh kenikmatan di akhirat kelak ? Apakah para ulama dan guru-guru agama kita telah gagal mengartikulasikan dan memberi inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk mencari rezeki di laut berdasarkan bunyi ayat â€supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur” ? Bagaimana hal ini bisa terjadi ? Padahal apabila inspirasi dari Al Qur’an ini tidak muncul, maka wajar saja bila ribuan insinyur muslim, teknokrat dan birokrat putra Indonesia, telah gagal atau paling tidak belum bersungguh-sungguh dalam “membumikan”, atau lebih tepatnya “melautkan”, pesan Al Qur’an untuk membangun khayran ummah, the best and chosen society, yang berwawasan kelautan.
            Seluruh ciptaan Allah SWT adalah mempunyai nilai-nilai anugrah yang luar biasa, bahkan hal-hal yang terkadang dianggap sepele. Sepele adalah pandangan yang sangat subjektif, sehingga hal yang sebetulnya sangat besar manfaatnya sering dianggap sebagai hal yang sepele. Seperti halnya pemerintah yang kurang protektif terhadap potensi kelautan di Indonesia yang sebetulnya sangat luar biasa. Sehingga dengan hubungan sebab akibat, dapat diasumsikan bahwa pemerintah telah menyepelekan potensi laut di Indonesia. Terbukti dengan masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia dan adanya sekat yang terlalu jauh antara si kaya dan si miskin. Dalam korelasinya terhadap sektor kelautan, ternyata salahsatu penyumbang terbesar angka kemiskinan di Indonesia adalah Nelayan. Mengapa nelayan tidak sejahtera? Padahal dengan faktor domisilinya, seharusnya para nelayan bisa lebih sejahtera.
            Berdasarkan Surat Al-Jatsiyah Ayat 12 diatas, bahwa Laut adalah anugrah bagi manusia. Anugrah mempunyai arti yang sangat luas dalam konteks jenisnya. Laut sebagai anugrah bagi manusia dapat diimplementasikan di berbagai sektor sehingga dapat digunakan sebagai modal mensejahterakan seluruh umat manusia, terkhusus komunitas domisili daerah pesisir, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Sebagai Prasarana Transportasi Laut,
Data yang diperoleh dari International Marine Transportation, mencatat bahwa sekitar 90% perdagangan internasional diangkut melalui jalur laut, tidak hanya antar pulau atau antar negara, bahkan antar benua. Transportasi melalui jalur laut memungkinkan barang-barang yang bobotnya puluhan bahkan ribuan ton, dapat diangkut dari satu benua ke benua lain.
2.    Penyedia Sumber Bahan Pangan
Salah satu bahan pangan yang berasal dari laut, yang memiliki kandungan gizi yang tinggi adalah ikan dan udang. Dengan kandungan protein yang dapat mencapai 18%, ikan dan udang merupakan bahan pangan yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan tubuh. Disamping itu ikan mengandung asam lemak omega-3 dan asam lemak omega-6, yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan sel otak pada balita dan bermanfaat untuk mengurangi penyakit darah tinggi atau jantung koroner.
3.    Penyedia Bahan Baku Industri
Dari beberapa sumber yang dapat dipercaya, diketahui bahwa pengeboran minyak dan gas bumi lepas pantai, memberikan kontribusi sekitar 25 hingga 30% dari total produksi minyak dan gas dunia. Bahan tambang dan mineral lain yang dapat ditemukan didaerah pesisir dan laut, diantaranya: mutiara, pasir, gravel, mas, polimetalik sulfat dan hidro-karbon.
4.    Sebagai Penyedia Energi Alternatif
Seiring dengan kemajuan sain dan teknologi, beberapa negara industri maju seperti Jepang dan beberapa negara barat, telah mencoba memanfaat laut sebagai sumber energi alternatif, yaitu dengan memanfaatkan pasang-surut air laut sebagai pembangkit turbin yang menghasilkan energi listrik. Energi alternatif lain yang dihasilkan dari laut yaitu gelombang laut. Energi yang terkandung dalam gelombang laut adalah jumlah dari energi kinetik dan energi potensial, yang dapat digunakan untuk menggerakkan turbin untuk menghasilkan energi listrik. Angin merupakan sumber energi alternatif di laut, yang dapat digunakan untuk menggerakkan kincir angin atau baling-baling, yang dihubungkan dengan rotor guna menghasilkan energi listrik. Sedangkan energi panas yang terdapat di laut atau yang lebih dikenal dengan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik.
5.    Penyedia Jasa-jasa Lingkungan
Sebagai negara kepulauan, negara kita termasuk Provinsi Jambi memiliki potensi pariwisata pantai dan laut. Industri pariwisata tidak hanya mengahasilkan devisa bagi negara tetapi juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan, serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
           
Dengan memaksimalkan pengembangan sektor-sektor diatas, sangat mungkin Indonesia menjadi negara yang dapat bersaing dikancah Internasional. Hal ini seharusnya menjadi salahsatu prioritas pemerintah Indonesia saat ini dengan konsep maritimnya. Konsep maritim yang saat ini diusung Jokowi masih belum terlihat dampaknya bagi kesejahteraan rakyat Indonenesia. Terlihat dengan masih hanya pemusnahan kapal-kapal ilegal saja yang masih terealisasi. Realisasi dari langkah-langkah maritim lainnya masih belum kita rasakan dampaknya. Entah karena hanya masalah waktu atau karena media di Indonesia yang terlalu bersifat mainstream sehingga hasil kerja pemerintahan tidak tampak di media nasional. Terlepas dari realita tersebut, Indonesia sebagai negara mayoritas umat Islam seharusnya bisa lebih melek dalam implementasi konsep Tuhan yang luar biasa ini, yaitu menjadikan Laut sebagai anugrah bagi kesejahteraan umat manusia dan mengopltimalisasi potensinya. Sehingga Islam dapat benar-benar menjadi rahmatan lil alamin dan Indonesia termasuk kategori Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghofuur. Soekarno pernah berkata, “Biarlah kekayaan alam kita tersimpan sampai nanti putra bangsa ini mampu mengolahnya sendiri.”. Ungkapan tersebut secara inklusif mengajak kita untuk berlomba-lomba mencari ilmu untuk kepentingan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Sudah cukup kekayaan alam Indonesia di monopoli oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Sebagai rakyat Indonesia, sebagai umat Islam, saatnya kita bergerak untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia yang saat ini masih belum terealisasi secara komprehensif. MERDEKA !!!
Wallahua’lam…
REFERENSI

Memahami Keterikatan Politik dan Sains Teknologi dalam Membangun Sebuah Bangsa

Politik. Ketika kata politik terdengar di khalayak umum, persepsi yang akan hadir dalam benak mereka adalah KORUPSI, KEJAHATAN, MONOPOLI KEKUASAAN dan pandangan miring lainnya. Sejatinya politik bukanlah suatu perilaku atau manifestasi dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan penguasa saja. Secara etimologi, politik berasal dari Bahasa yunani (politika/polis) yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga Negara (wikipedia). Politik akan sangat akrab dengan istilah kekuasaan, kebijakan, dan konsolidasi. Apabila diartikan secara kontekstual, politik adalah

segala upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain, politik adalah siasat yang dilakukan oleh seseorang/kelompok untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya.

Sains berasal dari Bahasa latin “Scientia” yang berarti pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably Joint” (Agus. S. 2003: 11). Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Diskriminasi Relasi Politik dan Sains : Sebuah Refleksi
Dalam pandangan masyarakat secara umum, politik dan sains tidak dapat dihubungkan satu sama lain. Penghubungan dari kedua hal tersebut dianggap suatu kesalahan. Sains adalah sains. Politik adalah politik. Hal ini disebabkan karena hegemoni  bahwa orang yang mempelajari sains adalah orang yang cupu, kuper, tidak gaul dan atau konotasi negative lainnya. Sedangkan orang yang mempelajari ilmu politik cenderung melakukan kecurangan-kecurangan, kejahatan-kejahatan, gratifikasi, pencucian uang, korupsi, dan anggapan miring sejenisnya. Apa yang terjadi ketika kedua istilah ini selalu dinilai dengan konstruk pemikiran diskriminatif.
Dalam talkshow Indonesia Superpower yang diselenggarakan BEM FMIPA UI,Dr. Ir. Anhar Riza (Peneliti BATAN) menyebutkan bahwa tanpa sains, Negara tidak akan maju. Dengan supporting perkembangan sains yang pesat, suatu Negara akan menjadi superpower. Sebutlah Negara yang eksistensinya baru muncul pada decade ini, seperti India, China dan Iran. Mereka adalah Negara yang maju karena dampak perkembangan sains dan teknologi yang besat di Negara tersebut. Dr. Anhar Riza melanjutkan, bahwa untuk mengembangkan sains dan teknologi, harus ada upaya berkolaborasi dengan bidang lain. Dari statement tersebut, bahwa ternyata kontribusi ilmu lain (seperti manajemen ekonomi, sosiologi, politik, budaya, dlsb) terhadap sains sangat penting untuk mencapai suatu progresivitas sains dan teknologi yang pesat, cepat, dan tepat. Termasuk didalamnya adalah kontribusi ilmu politik.
Jika kita menelisik lebih dalam, kenapa Negara seperti jepang setelah era kemundurannya pasca PD II dapat dengan cepat bangkit dan kembali menjadi Negara yang berpengaruh dalam perkembangan dunia? Menurut hemat penulis, mereka menyadari bahwa suatu Negara akan maju apabila perkembangan sains dan teknologinya baik. Sehingga jepang melakukan konsolidasi politik dalam upayanya mengembangkan sains dan teknologi sekaligus orientasi dan implikasi perkembangan iptek tersebut terhadap kemajuan Negara. Dengan menguatkan wacana pengembangan sains dan teknologi secara massif. Bukankah langkah yang dilakukan jepang terhadap perkembangan sains dan teknologi dinegaranya merupakan langkah politis dalam membangun kembali kejayaan mereka? Seperti yang telah dijelaskan, politik sendiri adalah suatu upaya yang dilakukan untuk meraih kekuasaan baik secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Sehingga pemahaman politik sangat penting dikuasai oleh saintis di Indonesia.
Hatauturk (1985) menyatakan bahwa setidaknya ada beberapa tugas ilmu politik, yaitu Menetukan prinsip-prinsip yang dijadikan patokan dan yang diindahkan dalam menjalankan pemerintahan; Mempelajari tingkah-laku pemerintahan sehingga dapat mengemukakan mana yang baik, mana yang salah, dan menganjurkan perbaikan-perbaikan secara tegas dan terang; Mempelajari tingkah-laku politik warga negara itu, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok; Mengamat-amati dan menelaah rencana-rencana sosial, kemakmuran, kerjasama internasional, dan sebagainya. Apakah dalam prakteknya kita sebagai saintis muda tidak ingin melakukan konsolidasi politik terhadap perkembangan iptek di Indonesia? Padahal kita sudah sangat mengetahui bahwa Negara yang berkuasa adalah Negara dengan kemajuan sains dan terknologi terbaik. Hal ini harus menjadi refleksi bersama dalam perjalanan kita sebagai mahasiswa sains untuk kemudian memahami politik dalam arti yang sesungguhnya.
Indonesia : Ironi Negeri Potensial Sains Teknologi
Fakta dunia menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara dengan potensi Biodiversitas nomor 2 setelah Brazil dan No. 1 untuk potensi kelautannya. Namun, potensi tersebut hanya sebatas hal yang bisa dibanggakan dan diceritakan oleh guru-guru, dosen-dosen terhadap peserta didiknya tanpa adanya suatu orientasi yang jelas terkait langkah dalam mengembangkan dan memberdayakan potensinya. Padahal untuk mengembangkannya, diperlukan suatu roadmap dan planning yang jelas dalam pengembangannya sehingga dalam penelitian yang dilakukan mahasiswa, dosen atau peneliti lainnya tidak hanya berhenti pada lemari-lemari perpustakaan saja setelah menyelesaikan studinya, melainkan harus diorientasikan terhadap perkembangan sains dan teknologi terapan yang berlandaskan pengembangan potensi Sumber Daya Alam Indonesiayang konsisten dan kontinyu.
Sebenarnya, secara konsep, hal tersebut dapat terlaksana. Namun dalam tahap teknis pelaksanaan, sering sekali mengalami jalan terjal. Apabila diamati secara mendalam, kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkesan mengesampingkan pengembangan sains dan teknologi menyebabkan kontribusi saintis di Indonesia sangat ironis. Akhirnya, para saintis Indonesia lebih memilih mengembangkan keilmuan sains dan teknologinya di luar negeri ketimbang dalam negeri. Fakta ini sangat memukul jiwa kita sebagai bangsa Indonesia.
Pemerintah Indonesia yang tidak begitu pro-aktif mengenai perhatiannya terhadap pengembangan sains dan teknologi tidak dapat kita salahkan begitu saja. Sebuah kewajaran ketika seorang masinis tidak becus menjadi pilot. Begitu pula saintis di Indonesia, sedikitnya ilmuwan yang terlibat langsung dalam dinamika perpolitikanlah yang menyebabkan hal ini terjadi. Seharusnya, para saintis juga berkontribusi lebih dalam sistem pemerintahan, sehingga para ilmuwan dengan mudah dapat mengkonsolidasikan secara politik untuk pengembangan sains dan teknologi di Indonesia. Amati saja di kursi parlemen, berapa ilmuwan atau pejabat dengan gelar akademik Sains atau Teknik dalam Kursi DPR. Dari total 560 anggota DPR, hanya 20-30 orang dengan latar belakang profesi sains dan teknologi. Selebihnya, kursi DPR didominasi oleh pejabat dengan latar belakang profesi social, budaya, ekonomi, manajemen, agama, dan politik yang notabene tidak akan begitu paham terhadap pentingnya perkembangan sains dan teknologi dimana hal tersebut menyebabkan potensi Sumber Daya Alam yang seharusnya menjadi garapan saintis di Indonesia, malah di monopoli oleh asing. Dengan angka seperti itu, sangat sulit bagi Saintis di Indonesia untuk merumuskan suatu roadmap untuk mengembangkan potensi-potensi sains dan teknologi dan kemudian merealisasikannya. Komposisi kursi parlemen harus merata dari berbagai disiplin keilmuan sehingga dapat bersama-sama membangun Negara yang kita cintai ini.
Hal ini harus menjadi perhatian kita sebagai mahasiswa sains dan teknologi, selain mengembangkan keilmuan berdasarkan keprofesiannya, ilmu politik serta ilmu social lainnya tidak tabu untuk kemudian dipelajari oleh mahasiswa sains dan teknologi karena pada dasarnya, hubungan sains dan politik dapat menjadi sangat erat untuk kemudian dapat dikolaborasikan sesama fungsinya dalam konsolidasi politik pengembangan sains dan teknologi, bukan akhirnya terdikotomi oleh isu-isu yang menyudutkan kedua disiplin ilmu tersebut. Dengan memahami Politik dan Sains (Understanding about Science-Politic), kita dapat bersama-sama membangun Indonesia di masa mendatang dengan memanfaatkan potensi-potensi sains yang ada di Indonesia sehingga kedepannya Indonesia dapat menjadi Negara yang disegani dalam pergaulan Internasional.