Sudah sejak beberapa tahun lalu pola hidup saya ini saya rasa sangatlah tidak sehat. Terbukti dengan beberapa bagian di tubuh saya yang mengalami pembengkakan, hahaha. Timbunan lemak semakin bejibun, terkhusus di bagian perut yang kian hari kian membuncit. Saya termasuk dalam kategori “Orang-orang Besar”, hahaha. Dalam beberapa kesempatan, saya merasa kesulitan bernafas, mudah lelah dan mudah terserah penyakit musiman macam flu, sedikit-sedikit pusing dan sakit kepala, dan berbagai keluhan lainnya.
Dengan berat yang sudah mencapai 90 kg pada bulan Juli yang lalu, diikuti dengan gejala sindrom metabolik yang menyertai, saya seringkali berpikir. Akan sampai mana hidup saya jika pola hidup saya begini-begini aja. Apakah akan bisa hidup hingga tua nanti, menyertai anaka-anak bertumbuh dan berkembang. Dan saat tua nanti tak terlalu merepotkan mereka. Benar, bahwa umur adalah rahasia-Nya, takdir dari-Nya, tapi manusia punya kuasa untuk berupaya dan berikhtiar, dan itu bukan suatu kesalahan!
Berbekal keilmuan, saya niatkan untuk mengatur pola makan dan olahraga dengan mempelajari dasar ilmu nutrisinya terlebih dahulu, mulai dari metode diet sampai analisis nutrition fact. Dan alhamdulillah rasa-rasanya tak terlalu sulit untuk memahami dan menerima keilmuannya karena saya punya latar belakang seorang Magister Kimia, kira-kira masih beririsan dengan ilmu nutrisi saat saya pelajari. Belajarlah saya melalui berbagai macam saluran, baik youtube, instagram, dll. Langkah pertama yang saya lakukan untuk menangani obesitas ini adalah membatasi konsumsi sumber-sumber gula, baik gula sederhana maupun kompleks.
Gula disini bukan berarti gula pasir ya. Karena gula ini dalam terminologi gizi adalah salah satu nutrien primer, yakni kelompok karbohidrat (baca:karbo). Gula pasir (sukrosa) adalah karbo sederhana yang mudah dicerna tubuh, karena hanya tersusun dari 2 molekul gula (1 glukosa, 1 fruktosa). Nasi dan tepung adalah gula kompleks, yang perlu waktu yang lebih lama untuk dicerna tubuh daripada gula sederhana. Namun tetap saja, jika terlalu banyak, akan dengan cepat menaikkan berat badan. Mekanisme lebih jauh tentang eksresi insulin dari pankreas, resistensi, gula darah, penyakit sindrom metabolik, silahkan dicari-cari sendiri ya. Karena akan sangat panjang jika dijelaskan disini. Pada intinya, terlalu banyak konsumsi gula, menyebabkan naiknya berat badan dan berpotensi obesitas, atau paling tidak meningkatkan resiko penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus tipe 2.
Jadi, menghindari gula ini, saya tidak mengkonsumsi gula pasir dan semua minuman yang ditambahkan gula pasir. Anti minuman minimarket yang kadar gulanya diatas 8 gram per serving. Dan persis, sulit untuk saya memenuhi kategori itu. Jadi saat saya beli minuman di minimarket, air putih adalah andalan. Selanjutnya, Tidak memakan olahan tepung seperti gorengan, cilor, cilok, sosis, bakso, waakhwatuha. Jika saya terpaksa membeli ayam crispy, crispy nya saya unboxing, wkwkwk. Terakhir, mengurangi segala asupan karbohidrat kompleks seperti nasi dalam sajian makan berat. Selebihnya, saya mempraktekkan intermitter fasting 16-8 setiap hari, jadi sarapan jam 10 siang, tetep pake nasi ya, tapi dibawah 150 gram. Lauknya berfokus di protein dan sayuran. Sore makan maksimal jam 18.00, juga tetep makan nasi dibawah 100 gram dengan lauk prioritas sumber protein dan serat yang tinggi.
Sumber protein utama yang saya pilih adalah telur dan dada ayam, terkadang juga dari seafood, protein nabati macam tahu dan tempe. Alhamdulillah, istri dan orang tua adalah support system terbaik, saya disiapkan berbagai macam olahan dada ayam hampir setiap hari. Bosan? Tentu saja TIDAK. SAYA SUKA DADA AYAM, WKWKWK. Untuk cemilan disela-sela makan berat? Saya biasa makan 1-2 buah-buahan setiap hari. Saya tetap batasi buah-buahan karena beberapa cukup tinggi gula sederhana. Kemudian, jika tergoda makanan-makanan pantangan, saya tak perlu menahan, cukup ambil secuil, yang penting udah nyobain. Jika dulu tergoda bakso pesen 1 mangkok, sekarang cukup 1 biji bakso kecil saja, hehe.
Oh, iya, selain pendekatan analisis nutrisi dan intermitten fasting, saya juga melakukan defisit kalori. Ini dilakukan karena memang salah satu tujuan (kecil) saya adalah fat loss. Kalori perharinya saya batasi maksimal 1900 saja. Dan setiap hari saya catat di aplikasi fat secret, dan berlangsung sekitar 2 bulan. Sejak pertengahan oktober hingga saat ini, saya sudah tak mencatat kalori makanan saya karena saya sedikit banyak sudah bisa memprediksi kalori yang masuk ke tubuh saya yang berasal dari makanan yang saya konsumsi.
Untuk olahraga, saya masih belum bisa mengobati kemalasan olahraga. Di awal-awal, saya sempat mencoba mengikuti gerakan-gerakan olahraga di aplikasi, misal High Intensity Interval Training. Tapi karena kesibukan, olahraga yang dirutinkan saat ini mungkin hanya push up, sit up dan plank kurang lebih 2-3 kali perhari dan terkadang bolong-bolong. Sebetulnya olahraga ini akan saya planning ke depan.
Alhamdulillah, pendekatan-pendekatan gaya hidup diatas saya praktekkan dengan konsisten hingga saat ini. Hasilnya adalah BB saya turun hingga 77 kg. Meskipun tujuan awal saya mengatur gaya hidup ini bukan untuk menurunkan BB, namun saya cukup senang atas pencapaian ini. Lebih dari itu, saya lebih senang ketika saya merasa lebih berenergi, tidak mudah lelah, tidak mudah sakit, mood terkontrol dan kepercayaan diri semakin meningkat pesat, hahaha. Lebih dari semua itu, saya ingin indeks harapan hidup saya meningkat, karena orang dengan obesitas tentu lebih beresiko terkena penyakit sindrom metabolik yang kronis dan mematikan. Dan alhamdulillah, saya rasa saya sedang berada pada jalur yang tepat.
Ada sebuah cerita unik, saya punya 2 kemeja sport hem yang saya beli karena saya menyukainya. Saya membelinya kira-kira sudah 3 tahun yang lalu. Saat dicoba di rumah, ternyata dibagian perut, kemeja tak bisa dikancingkan karena terlalu buncit. Akhirnya, beberapa bulan yang lalu saya berikan ke adik saya untuk dia gunakan sehari-hari. Eman-eman daripada gak kepake. Syahdan, beberapa hari yang lalu, saya iseng membuka lemari adik saya, dan baju yang saya berikan itu belum pernah ia pakai. Kemudian saya iseng mencobanya dan “slep!”, bagian perut bisa terkancing dan masih longgar sekitar 2 jari. Saya terperangah dan terheran-heran sendiri sembari mesam mesem. WOW!!! saya sama sekali tak menyangka bisa sampai ke titik ini! Tak menyangka baju impian itu bisa saya gunakan saat ini, wkwkwk. Akhirnya saya minta lagi baju itu ke adik saya. Toh, adik saya ternyata belum pernah memakainya karena dirasa terlalu longgar, hahaha.
Saya merasa senang dan bahagia. Seperti muslim pada umumnya, saya juga seringkali memanjatkan doa panjang umur kepada Tuhan, memohon di beri kesehatan dan umur yang panjang dan memberi manfaat, sehingga bisa membersamai orang-orang tersayang dengan kondisi yang sehat, prima dan tak merepotkan mereka. Mungkin, konsistensi saya, komitmen saya untuk menciptakan habit baru, pola baru, gaya hidup baru saya ini adalah jawaban dari doa-doa yang senantiasa terpanjatkan. Karena, bukankah dikabulkannya doa itu tidak ujug-ujug dikabulkan seketika? tapi melalui wasilah ataupun isyarat yang mesti dilalui maupun diikuti hamba-Nya itu? Begitu kan?
Semoga, ke depan, konsistensi ini saya bisa coba terapkan pada komitmen saya untuk memulai olahraga yang teratur, melalui ikut serta pada gym yang berfokus pada latihan beban dan kardio. Selain itu, saya juga ingin mencoba menambahkan satu pendekatan yang belum maksimal, yakni mengurangi penyajian makanan dengan deep frying. Semoga dua upaya ini dimudahkan dan diberi jalan konsistensi yang lebih lagi dari apa yang pernah saya praktekkan. Karena memang buncitnya masih ada meskipun hanya tinggal sedikit lagi, wkwkwk.
Menginjak usia saya yang sudah kepala tiga, saya dan @choirotul.amin diberi anugerah kelahiran anak ketiga kami.
2019, hadir putra pertama kami, MUHAMMAD FAQIH ZEWAIL ALFAUZI, tak terasa kini ia sudah bertumbuh dan berkembang, beberapa bulan lalu sudah mulai masuk TK/RA dan selalu bersemangat untuk berangkat sekolah dan belajar.
2021, hadir putri cantik pertama kami, FATHIA KAMILA PUTRI FAUZIYA, saat ini usianya 2 tahun 8 bulan. Tingkahnya sangat menggemaskan, dan seringkali berdebat dengan Bundanya saat memilih outfit sehari2.
2023, tepatnya 3 oktober lalu, anak ketiga kami lahir, FAYLASHUFA NAYRA FAUZIYA. 7 hari sudah ia hadir melengkapi warna warni kehidupan kami. Semoga kelak ia tumbuh menjadi anak yang sholihah.
Seperti namanya, FAYLASHUFA yang berarti Filsuf, mencintai kebijaksanaan, berpikir secara mendalam dan radikal, hingga banyak keputusan hidupnya lahir atas kebijaksanaannya dalam berfikir dan berperilaku. NAYRA, semoga ia menerangi orang-orang disekelilingnya dengan cahaya kebijaksanaan, mengharap luberan syafaat Kanjeng Nabi SAW, karena ia lahir pada bulan dimana sang “Nur fauqo nur” juga dilahirkan dengan diiringi “imtalaatissamawatu anwaroo”. Shollu alan nabi. FAUZIYA, semoga seperti kakakmu @faqihzewail & @fathiakamilaputri kemenangan, kesuksesan, kejayaan, semoga kau mengilhaminya dalam kehidupanmu di masa depan nanti.
Selamat Datang di Gelanggang Dunia, kami pastikan kami akan menuntunmu untuk melewati semua dinamika kehidupan hingga Sang Khaliq mengatakan kepada kami, waktumu di dunia ini sudah cukup.
Panggilannya? Tidak seperti kakakmu yang sudah dideklarasikan dengan nama KAKA & TETEH, kami akan memanggilmu “FEY”, singkat, padat dan indah, 😁
Terkhusus istriku, terimakasih telah menjadi ibu yang hebat bagi anak2 kita, semoga kebahagiaan selalu menyertai kita semua, amiin 🥰🤲
Jejak digital tidak akan pernah bisa hilang. Hati-hati dalam beropini dan bermedia sosial. Atau ada yang dulu berpandangan atheis, kemudian menjadi theis. Lalu kemudian dianggap tidak konsisten dan mencla-mencle. Saya termasuk tidak setuju dengan anggapan itu. Manusia adalah makhluk dinamis. Otak adalah instrumen bagi manusia untuk menikmati dinamika dalam spektrum kehidupan yang luas. Artinya, ketika pemikiran dan sikap berubah, itu biasa saja. Bagi saya itu adalah proses dimana manusia memang seharusnya berubah-ubah cara pandang dan sikapnya, sebagai akibat otaknya belajar hal-hal baru dalam setiap tarikan nafasnya, menemukan premis-premis baru dari peristiwa yang ia alami dan renungi.
Kita yang sekarang, berbeda dengan kita 5 tahun yang lalu, bahkan berbeda dengan kita 5 menit yang lalu. Jadi, saat ada jejak digital yang menunjukkan inkonsistensi sikap kita, tak perlu cemas, santai saja. Justru kita dapat belajar daripadanya. Masa lalu, baik yang telah kita alami sendiri maupun orang lain bisa menjadi modal untuk kita belajar kebijaksanaan lebih jauh lagi. Peristiwa masa lalu menceritakan kebodohan, kenaifan, kecerdikan, kejeniusan seseorang dan lainnya. Begitulah kita bisa belajar dari apa yang disebut dengan Sejarah.
Sejarah adalah salah satu keilmuan yang saya sukai, namun suka disini bukan untuk menjadi ahli ataulah pakar. Hanya sekedar penikmat saja, karena jika saya membaca satu peristiwa sejarah saja yang mengandung titimangsa, beberapa menit kemudian saya sudah tak mengingatnya. Jadi tentu saya hanya penikmat cerita masa lalu. Seperti tentang kekaisaran romawi, mongol, dinasti di tiongkok, dinasti islam pasca khulafaurrasyidin hingga sejarah lokal macam kesultanan mataram, banten, demak, majapahit dan pajajaran. Saya masih ingat saat mahasiswa melahap habis roman sejarah Gajah Maja karya Langit Kresna Hariadi, mengkhatamkan Atlas Walisongo, menikmati buku Di Bawah Bendera Revolusi-nya Sang Proklamator hingga Bung Karno Sang Penyambung Lidah Rakyat dari Cindy Adams. Agaknya sudah banyak bacaan yang terlupakan.
Setelah berumah tangga saat ini, buku memang sudah lama tak disentuh karena beberapa hal. Namun film dengan genre dokumenter sejarah adalah yang cukup sering saya tonton jika punya waktu luang. Di Netflix misalnya, Serial Roman Empire, Rise of Empire: Ottoman, Age of Samurai: Battle of Japan, Queen Cleopatra, the Last Czars dan Vikings adalah film-film sejarah yang keren nan epik yang bisa saya nikmati. Dan yang paling terbaru adalah film lokal garapan Hanung Bramantyo, SULTAN AGUNG: Tahta, Perjuangan, Cinta.
Sembari menonton serial-serial tersebut, acapkali saya imbangi dengan berselancar di google, membuka wikipedia laman demi laman tentang tokoh-tokoh yang saya temukan sepanjang serial itu berlangsung. Semisal saat menonton tentang Mataram Islam, saya berselancar hingga tentang kerajaan-kerajaan tetangganya, seperti kesultanan cirebon, banten, dan lain-lain.
Dari sejarah masa lalu itu, banyak pelajaran yang dapat kita ambil, ambisi, kekuasaan, kenaifan, kepolosan, pengorbanan, kekakuan, perpecahan dan bahkan cinta. Dari peristiwa lampau, bangsa kita pun belajar, dari semula berupa kerajaan-kerajaan kecil yang seringkali bermusuhan, menjadi sasaran empuk devide et impera penjajah, kini sama-sama menurunkan egonya, bersedia menyatakan diri berada dibawah panji merah putih dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi saya, ini bukanlah inkonsistensi atau mencla mencle, jejak sejarah dimana bangsa Indonesia yang dulu terpecah-pecah, kini berubah menjadi bangsa yang bahu membahu menyusun pecahan-pecahan itu menjadi bangunan yang kokoh dibawah semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Kita harus berbangga dengan langkah para founding fathers kita yang senantiasa mempelajari sejarah, mengambil ibrah dari peristiwa masa lampau, menginternalisasinya dalam setiap langkah lahir maupun batin dalam mendirikan dan mempertahankan bangsa ini.
Beberapa hari lagi kita akan memperingati ulah tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 78 tahun. Sebagai warga negara yang lahir dengan menikmati indahnya menjadi bangsa yang merdeka, sepatutnya memiliki tanggungjawab untuk mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya. Saat ini, disintegrasi bangsa mengancam kita, dari mulai intoleransi hingga gaduh media sosial, tentu ada potensi potensi yang menuju kearah sana. Meski demikian, sedikit banyak saya yakin, jumlah pembuat gaduh tak seberapa, tapi kita perlu mengingat ungkapan populer yang konon diungkapkan sayyidina Ali Kw., “Kejahatan yang merajalela bukan disebabkan oleh banyaknya orang jahat, tapi karena banyaknya orang baik yang memilih diam.”. Selamat memyongsong HUT RI ke 78, semoga di usia 100 tahun Indonesia di tahun 2045 nanti, kita menjadi saksi hidup kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berbekal pengalaman dan pembelajaran yang diambil dari masa lalu para pendahulu kita, Amin ya robb.
Genap 30 tahun sejak saya dilahirkan ke dunia ini. Tentu telah banyak cerita yang telah terukir dalam perjalanan hidup ini. Segala peristiwa yang terjadi dalam hidup, yang masih terekam dalam ingatan, rasa-rasanya baru saja kemarin saya alami, seperti bukan peristiwa yang sudah dalam terpendam. Maka salah satu puisi Gus Mus ada yang berjudul “Rasanya Baru Kemarin”. Ini gambaran sederhana bahwa banyak hal yang telah terjadi dalam hidup, meskipun itu telah berlalu berpuluh-puluh tahun yang lalu, rasanya baru kemarin. Gus Mus menggambarkan dalam puisinya itu, rasanya baru kemarin mahasiswa-mahasiswa yang dulu rajin berdemonstrasi itu, sekarang sudah jadi menteri-menteri, dan menjadi objek yang didemonstrasi oleh mahasiswa-mahasiswa selanjutnya.
Senyum-senyum sendiri, itulah respon alami saat saya menulis tulisan ini, mengingat satu dua peristiwa yang saya alami di masa lalu. Secara garis besarnya, banyak hal yang patut disyukuri, banyak hal yang harus diingat dengan senyuman. Kehidupan “nomaden” sejak SD hingga S2 adalah cerita kehidupan yang luar biasa. Meskipun semuanya terjadi di pulau Jawa. Tapi semua fase berjalan di Kota, bahkan Provinsi yang berbeda-beda. Berinteraksi dengan banyak manusia yang dibentuk dalam budaya yang cukup berbeda, menambah kesadaran diri bahwa hidup harus saling menghargai antar sesama manusia, harus memupuk rasa toleransi seluas-luasnya.
Kini, saya sudah genap mencapai usia 30 tahun, atau dalam istilah lain, sudah masuk “kepala tiga”, usia yang mungkin sudah melalui “quarter life crisis”, sudah paham orientasi hidup dan bagaimana menjalani hidup yang selayaknya. Selain itu, ada juga yang bilang, usia 30 adalah saat dimana idealisme yang berapi-api mulai tergantikan dengan kacamata yang lebih realistis dalam memahami persoalan dalam pergaulan sosial. Apapun itu, saya rasa usia tak bisa menggeneralisir pengalaman orang per orang, tidak bisa menjustifikasi “kematangan” seseorang. Maka bisa saja sikap saya yang meski sudah 30 tahun ini masih seperti BOCIL, atau bahkan hobi menceramahi layaknya “sepuh” yang kenyang pengalaman, hehehe.
Yang pasti, usia yang kita punya ini bukan bertambah, tapi semakin hari adalah semakin berkurang. Teringat dalam syair karya Abu Nawas yang berbunyi, “Umur kami berkurang setiap harinya, sedangkan dosa-dosa terus bertambah, bagaimana kami sanggup memikulnya?”. Syair yang sangat kontemplatif tersebut tentu harus menjadi titik awal untuk bagaimana kita memaknai usia yang terus menerus berkurang setiap harinya. Narasi positifnya adalah kita dalam setiap langkah hidup harus senantiasa menebar kebaikan dan kebermanfaatan untuk sesama, sembari memohon ampunan kepada Sang Pemilik Hidup, atas pilihan-pilihan hidup yang mungkin ternyata tidak terlepas dari dosa-dosa adamiy maupun ilahiy secara langsung.
Keunikan usia 30 ini pada diri saya adalah rambut saya sudah mulai muncul uban. Seperti yang diketahui, uban ini muncul akibat menurunnya produksi eumelanin pada rambut. Penyebabnya bisa macam-macam, alamiah karena usia, genetik, atau mungkin stress. Untuk kasus saya ini, lebih besar kemungkinan karena usia atau genetik, karena kondisi hidup saya tak mengharuskan saya stress. Alhamdulillah, paling tidak kondisi hidup saat ini, betapapun katanya dunia sedang dilanda resesi dan kesulitan ekonomi, masih banyak sekali anugerah diluar itu yang harus bisa saya syukuri. Keberhasilan membangun rumah ditengah krisis misalnya, atau akan hadirnya anggota baru dalam keluarga saya, insyaAllah.
Seperti sebutannya, usia “kepala tiga” mencerminkan cabang yang banyak. Karena dalam gramatika bahasa arab, bilangan tiga sudah dianggap sebagai Jamak/banyak. Jika digunakan ilmu cocoklogi, hehe, artinya di usia kepala tiga ini secara umum kita sudah punya banyak peran dalam kehidupan, didalam pekerjaan, didalam keluarga, juga didalam masyarakat, kita semua punya peran masing-masing, yang peran itu semakin bercabang menjadi ranting-ranting peran kecil yang harus diupayakan semuanya tetap kokoh.
Ada kutipan menarik dari Jiraiya dalam serial Naruto, “Kewajiban kita adalah menjadi contoh dan membantu generasi berikutnya, mempertaruhkan nyawa sambil tersenyum demi itu”, artinya peran dalam hidup kita tak harus 100% sempurna tanpa cacat, berusahalah semaksimal mungkin, sehingga kelak anak-anak kita akan mencontoh apa yang telah kita lakukan, karena masih menurut Jiraiya, “Seorang ninja tidak diukur dengan bagaimana mereka hidup, melainkan apa yang telah berhasil mereka lakukan sebelum kematian mereka.”. Bisa kita interpretasikan bahwa dalam hidup bukan tentang perannya apa, tapi tentang apa yang akan dan telah kita lakukan dalam menjalani peran itu. Sehingga, generasi kita bahkan orang lain akan melihat dan menilai warisan-warisan moril dari diri kita.
Puncak daripada memainkan peran dalam hidup ini bisa kita temukan dalam syair populer arab yang beberapa kali dikutip oleh Gusdur, yaitu “Waladatka ummuka yabna adama bakiya, wannasu haulaka yadhakuna sururo. Fajhad linafsika an takuna idza bakau, fi yaumi mautika dlohikan masruro.”, artinya Wahai anak adam, ibumu melahirkanmu dimana kamu dalam kondisi menangis, sedangkan orang-orang disekitarmu berbahagia menyambutmu. Maka berupayalah agar kelak ketika kamu meninggalkan dunia, dirimu tersenyum, sedangkan orang-orang disekitarmu menangisi kepergianmu, sebagai orang yang sangat bernilai dimata mereka.
Bagi saya, dan mungkin bagi kita semua, saya kira penting bagi kita selaku orang tua, mewariskan sesuatu kepada generasi kita selanjutnya. Warisan ini bukan hanya yang bernilai materil, tapi juga warisan yang bernilai moril, yakni sebuah keyakinan, sebuah tekad, sebuah uswah, sebuah nilai perjuangan, yang dapat dicontoh dan diteruskan oleh generasi mendatang, yang jika dalam Naruto disebut sebagai “Tekad Api”, atau dalam One Piece disebut “Will of D”. Yah, semoga saja menginjak usia 30 ini, tentang bagaimana saya berperan dalam hidup bisa lebih bermakna, dan setiap umur yang terus berkurang ini dihiasi dengan gerak langkah kebermanfaatan yang akan dinilai sebagai warisan perjuangan yang pantas dilanjutkan oleh generasi selanjutnya. Amin.
Perjuangan setelah berbulan-bulan berkutat dengan pembangunan rumah akhirnya semakin dekat menuju “check point”. Sore tadi, rumah saya dan istri telah “DIADZANI” oleh para Kyai dan tamu undangan.
Ya, Ritual keagamaan di Rajagaluh, daerah tempat saya tinggal memang kental dengan ritual Islam Aswaja. “Ngadzanan rumah baru” adalah salah satu dari sekian banyak ritual keagamaan yang sudah menjadi bagian dari potret sosial keislaman di Rajagaluh.
Tentunya, saya ucapkan terimakasih kepada para kyai, asatidz, kerabat, sahabat dan seluruh tamu undangan yang berkenan menghadiri dan mendoakan untuk keberkahan rumah kami. Semoga amal baik semuanya dibalas oleh Allah SWT berlipat-lipat, amin.
Meskipun rumah ini memang belum selesai 100%, karena memang masih kurang ‘sana sini’, setidaknya sudah bisa kami tinggali. Keluarga mertua dari Malang pun berkenan untuk datang jauh-jauh dan tidur di rumah baru kami. Padahal, saat itu posisi jendela ada yang belum terpasang akibat kemoloran “pemborong jendela” dari deadline yang telah disepakati.
Ditulisan saya sebelumnya terkait dengan MASWINDO, awalnya memang rumah ini akan saya pasrahkan kepada Kontraktor besar itu. Tujuannya agar saya tidak terlalu repot mengontrol pembangunan terus menerus, tidak perlu stand-by mengecek kinerja tukang setiap hari. Namun karena prasyaratnya tidak bisa kami penuhi, khususnya terkait biaya yang harus masuk full diawal, kami akhirnya legowo untuk menghandle sendiri pembangunan rumah kami, meski sebetulnya, pembangunan kami tetap dibangun oleh satu tim kontraktor tertentu, tapi dengan sistem pembayaran upah harian dan material diatur secara penuh oleh saya pribadi.
Dengan sistem seperti itu, tentulah proses pembangunan itu sangat menguras energi saya setiap hari, untungnya saya bukan PNS dan karyawan yang jam kerjanya terjadwal padat. Jadi, setiap hari saya selalu menyempatkan memantau pembangunan, mengecek material yang kurang stau habis,berkonsultasi dengan Pak Mandor, belanja dan mencari info-info tentang material yang bagus dan murah, serta tektek bengek lainnya. Sampe kulit saya belang-belang meski sudah menggunakan sunscreen.
Alhamdulillah, semua proses yang menguras tenaga, emosi dan tentu saja, semua duit yang kami punya ini “sementara” telah usai. Kenapa “sementara” atau “checkpoint” ? Karena masih ada proyek lanjutan dari sekedar rumah tinggal saja. Mohon doanya saja dari seluruh pembaca, semoga apa yang menjadi hajat kami diberi jalan oleh Allah untuk mencapainya. Amin ya robb. Akhiron. Mudah-mudahan rumah baru kami menjadi rumah dengan penuh keberkahan. Amin ya robbal alamin.
Tulisan kali ini tak lebih dari sekedar curhatan pribadi. Namanya manusia, pasti punya sisi emosional. Kadang emosi ini harus diluapkan. Namun peluapan emosi ini bermacam-macam cara, dan saya memilih menulis untuk meluapkan emosi saya.
Kejadian ini bermula sekitar 4 minggu yang lalu. Saya setiap hari jum’at mengemban tugas negara, tepatnya membantu orang tua jualan di pasar, menjadi kuli panggul kerudung-kerudung yang kami jual. Prosesnya diawali dengan pengepakan barang di rumah. Ini cukup berat. Saya harus karungi satu persatu dengan total 8 karung plus printilan kresek ukuran 50 yang cukup banyak pula. Satu mobil granmax terisi penuh. Tidak ada karyawan di rumah. Praktis hanya saya dan adik saya yang mengerjakan. Sebentar. Saya bukan sedang mengeluh akibat dipekerjakan orang tua. Saya dan adik tentu ikhlas melakukannya, karena mau bagaimanapun, ini adalah bentuk bakti kami kepada orang tua. Ini rutinitas yang sudah bertahun-tahun kami jalani.
Setelah sampai ke pasar. Barang dari mobil harus diangkat ke tempat kami jualan. Proses pengangkutan barang dari mobil ke los tempat kami jualan sebetulnya cukup dekat, hanya sekitar 20 meter, dan ada tukang becak yang menjadi kuli panggul membantu mengangkut barang dari mobil. Ini sama sekali bukan masalah, saya dan partner kerja hanya bertugas membongkar barang jualan itu karung demi karung.
Proses packaging saat pulang lah yang menjadi tantangan yang besar. Karena tempat jualan kami ini berbentuk los yang mengharuskan kami membawa pulang semua barang jualan kami. Dahulu kala, proses pengepakan barang saat pulang tidak terlalu berat, karena ada jalan pintas yang bisa digunakan untuk mengemas barang jualan ke dalam mobil. Namun sekitar tahun lalu, jalan pintas itu telah tertutup, yang membuat kami harus mengambil jalan memutar untuk mengangkut barang ke dalam mobil. Prosesnya pun cukup panjang. Kami harus mentransitkan barang tersebut sebanyak 2 kali, plus proses pengepakan kresek demi kresek, karung demi karung.
Apesnya, dari 5 karyawan yang ada, kini hanya tersisa 3 orang, 2 cewe, 1 cowo Dan si cowo ini terhitung karyawan baru dan seringkali gak masuk kerja. Tentulah saya dan Bapak yang harus menjalani pengepakan barang seabrek itu. Sangat melelahkan. Kami seringkali tepar seharian setelah menjalani sore yang berat itu. Tukang becak? Sore sudah pulang semua.
Akhirnya, bapak dan saya memutuskan untuk merenovasi los tempat kami jualan, dibuat tertutup dengan membuat rangka besi dan plat dengan pintu yang bisa tertutup, sehingga kami tak perlu membawa barang jualan ketika akan pulang di sore hari. Dan, kami akhirnya mendapatkan tukang las yang siap untuk mengerjakan proyek itu. Bos tukang las ini terlihat cukup ramah dan berdasarkan penuturannya tecitrakan sebagai “ahli ibadah”, rajin puasa dan sering mengikuti istighosah.
Setelah berdiskusi dan memproses perizinan ke pihak pengelola pasar. Bos tukang las itu menuturkan bahwa proyek akan selesai satu minggu. Saya cukup bernafas lega, meskipun biayanya cukup besar, paling tidak kami bisa nyaman berjualan tanpa dihantui beban berat pengepakan barang untuk dibawa pulang. Namun, dari sinilah ‘prank’ itu dimulai.
Keesokan harinya di hari sabtu, saya meninjau lokasi proyek, belum ada pengerjaan apapun. Saat dihubungi, katanya masih proses belanja. Alasan yang cukup logis, mengingat baru hari pertama. Di hari selasa, kami tinjau kembali ke lokasi, pengerjaannya ternyata baru sekitar 15%! Disinilah kami mulai panik. Apakah proyeknya bisa selesai saat hari jum’at ketika kami berjualan? Dan ternyata, BELUM! Akhirnya di jumat itu, kami menjalani aktivitas packing pulang yang melelahkan lagi. Yasudahlah, kadangkala di negeri Wakanda ini, telat sudah jadi budaya yang dijunjung tinggi, mungkin minggu depannya sudah bisa 100% selesai.
Sabtu lagi, kami tinjau lagi, tidak ada pekerja yang mengerjakan proyek kami. Kami coba telp lagi, alasannya, sabtu masih hari pasar, sulit untuk membawa material ke lokasi. Selasa kami tinjau lagi, proyek tenyata baru berjalan sekitar 50%. Tentu kami panik lagi, kemungkinan besar jum’at belum bisa selesai 100%. Dan benar saja, kami di prank lagi di minggu kedua. Jum’at lelah kami jalani kembali. Ngelus dada, emosi, tapi apa daya, mau marah-marah pun bagaimana, toh sistemnya borongan, bukan harian. Kadang saya berpikir, kalo saya yang borong, tentu saya akan kerjakan dengan cepat, agar uangnya cepat cair, proyek cepat selesai, dan bisa menuju proyek-proyek lainnya untuk mendapatkan uang lagi. Apa bos proyeknya sudah tidak “hubbudduya”? Subhanallah.
Sabtu selanjutnya, kami tinjau lagi. Nihil. Dan si bos tak bisa dihubungi. Selasa kami lihat sudah proses pemasangan keramik, rangka dan plat sudah terpasang. Tinggal gerbang, 85%. Dan, kami menerka-nerka, bisakah selesai di hari jumat? Masih BELUM! Dihari rabu, si bos membalas WA, katanya ia sedang sakit, begitupun karyawannya. Apes lagi kami. Di prank lagi di minggu ketiga. Emosi semakin memuncak, namun apa daya, alasannya SAKIT. Tentu tak bisa disalahkan, tapi tentu kami nggrundel didalam hati, 2 minggu yang lalu kenapa kerjanya super lelet. Asem tenan.
Sudah bisa anda tebak, besok akan menjadi hari yang melelahkan lainnya. 3 minggu kami di prank oleh tukang las itu. Saya pasrah, entah itu akan selesai minggu depan ataupun setahun lagi terserah lah. Toh, rutinitas ini sudah bertahun-tahun saya jalani. Saya yang salah karena berharap kepada selain Tuhan. Ya, menaruh harapan kepada makhluk adalah sebuah kesalahan. Ampuni saya ya Rob.
Namun jika dilihat dari aspek professionalitas kerja. Tentu tindakan tukang las ini sangat tidak professional. Kemoloran pengerjaan ini tentu mengikis kepercayaan kami pada pelayanannya. Singkatnya, saya tidak akan merekomendasikan jasanya kepada orang lain, ataupun untuk saya gunakan lagi sendiri. Dari citranya sebagai orang yang rigid dari sisi “hablumminallah”, harusnya ia juga penuhi dengan “hablumminannas” yang konon katanya harus lebih didahulukan pemenuhannya.
Professionalitas ini memang menjadi isu yang cukup memprihatinkan di negeri ini. Tukang las ini hanya bagian kecil dari banyaknya tindakan unprofessional di belahan Wakanda lainnya. Tentu kita masih belum lupa dengan kasus yang melanda salah satu institusi penegak hukum di Wakanda. Kasus penembakan, peredaran narkoba, dan kesalahan penanganan massa pertandingan sepakbola wakanda adalah contoh besar dari tindakan unprofessional yang terjadi. Semoga tukang las ini hanya oknum dari sekian banyak tukang las lain yang punya jiwa professional yang tinggi. Eh, kata “oknum” ini sudah terlalu sering dijadikan tameng ya? Engga kok engga, takut ah, takut diciduk. Segitu dulu curhatan “Prank” nya, makasih udah mau baca sampai akhir. Salam professional, hehe.
Hai, Saya Fawwaz Muhammad Fauzi, suatu produk hasil persilangan genetik Garut-Majalengka. Menjadi Dosen Kimia adalah profesi utama saya saat ini. Selain itu, ya membahagiakan istri, anak dan orang tua. Melalui blog ini, saya ingin menuliskan kisah-kisah keseharian saya yang pasti receh. Mungkin sedikit esai-esai yang sok serius tapi gak mutu. Jadi, tolong jangan berharap ada naskah akademik atau tulisan ilmiah disini ya, hehe.
Kalau ada yang mau kontak, silahkan email ke [email protected]. Udah itu aja.